Sebagai sebuah komunitas dewan yang dianggapnya terhormat, DPR telah menutup mata, hati dan telinga-nya akan penderitaan rakyat yang dipimpinnya. Mereka membentuk suatu komunal atau koalisi yang me-representasikan keadaan di jaman orde baru dimana hanya ada suara mayoritas yang berkuasa hampir tidak dikenal lagi suara oposisi sebagai perimbangan suara.
Demokrasi suara terbanyak waktu itu selama 32 tahun diwakili oleh Golongan Karya atau Partai Golkar sekarang. Saat ini suara 60% partai pemenang pemilu digabungkan dengan suara hampir 40% lainnya lewat koalisi kongkalikong mirip di jaman orde baru. Kebersamaan semu dimana semua suara - baik salah dan buruk ataupun tidak populer di mata masyarakat dianggap adalah suara rakyat sehingga dapat disamakan dengan ideologi komunis dimana semuanya dipakai sebesar-besarnya demi kesejahteraan komunitas bersama. Agama tidak dipandang penting walaupun tetap ada, karena mereka bangga dengan dosa-dosa komunalnya demi sebuah kesejahteraan dan kepentingan bersama. Kesejahteraan siapa? Tentu saja kesejahteraan anggota DPR dan gabungan partai-partai di dalamnya yang telah melakukan khianat dan dosa besar kepada rakyat.
Dimana letak khianat dan dosa besar DPR kepada rakyat? Inilah khianat dan dosa mereka di bidang pemerintahan:
- Kasus Century.
- Angket Pajak.
- Meminta Dana Aspirasi.
- Pengadaan Laptop.
- Biaya Pelantikan mewah.
- Dana plesir ke luar negeri.
- Renovasi Toilet dan Lahan Parkir.
- Pembagian Cek Kosong.
- Pembangunan Rumah Jabatan Anggota.
- Meminta Dana Bansos.
- Tidak selesainya banyak RUU di tahun 2011 lampau.
- Kasus Dugaan Korupsi.