Descartes memulai teorinya dengan metode keraguan, meragukan segala sesuatu yang mungkin diragukan. Dalam "Meditasi Pertama," ia mengajukan kemungkinan adanya ilusi dan manipulasi oleh kekuatan eksternal. Namun, melalui keraguan ini, Descartes mencapai keyakinan dalam keberadaan pikiran sebagai hal yang tidak dapat diragukan.
Selanjutnya, Descartes mengembangkan dualisme substansial, memisahkan antara res extensa (substansi materi) dan res cogitans (substansi pikiran). Baginya, materi memiliki sifat-sifat eksternal yang dapat diukur, sedangkan pikiran memiliki sifat-sifat internal yang tidak dapat diukur oleh ilmu alam.
Teori Descartes memiliki dampak besar pada perkembangan filsafat, memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang hubungan antara tubuh dan pikiran, realitas, serta hakikat pengetahuan. Meskipun beberapa kritik terhadap teorinya muncul seiring waktu, warisannya tetap signifikan dalam sejarah pemikiran filsafat.
Descartes juga menyumbang pada metode deduktif dalam penelitian ilmiah. Ia menganggap bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui deduksi rasional, dengan memulai dari prinsip-prinsip yang jelas dan jelas, lalu mengaplikasikannya ke kasus-kasus tertentu.
Selain itu, Descartes mengemukakan pandangan mekanistik terhadap alam semesta. Ia menganggap alam sebagai mesin raksasa yang dapat dijelaskan secara matematis, membuka jalan bagi pendekatan ilmiah yang lebih sistematis dan terstruktur.
Namun, teori Descartes tidak terlepas dari kritik, terutama terkait pandangan dualistiknya. Konsep pemisahan tajam antara materi dan pikiran telah menimbulkan perdebatan panjang di antara filsuf-filsuf setelahnya. Meskipun begitu, sumbangannya tetap menginspirasi perkembangan epistemologi, metodologi ilmiah, dan filsafat pikiran.