Wiranto selaku panglima ABRI saat itu, tentu dihadapkan dengan berbagai situasi yang sangat genting, dimana kekuasaan Pak Harto tinggal selangkah lagi untuk turun dari puncak pimpinan, setelah 32 tahun berkuasa. Selain perebutan kekuasaan pasca Pak Harto, ditubuh ABRI ( TNI AD) saat itupun terjadi persaingan yang tidak sehat dan kecemburuan atas the rising star ( Prabowo).
Beberapa senior dari Prabowo dari angkatan 73-74 tidak senang melihat keberadaan Prabowo sebagai prajurit yang cepat menonjol dari angkatannya, hal ini berimbas kepada issue yang menyebutkan diri prabowo dikatrol oleh sang Presiden, yang nota bene adalah mertua dari Prabowo Subianto, walaupun Prabowo lebih banyak dilapangan dari pada di belakang meja jika dibandingkan dengan Jenderal SBY.
Salah satu senior Prabowo yang sangat menentang Prabowo untuk maju menjadi Presiden RI adalah Jenderal Luhut Panjaitan. entah apa yang ada dalam benak Luhut, Prabowo tetaplah bawahan yang harus tetap dipersalahkan dalam hal kerusuhan 98. Kegundahan Panjaitan tahun 2014, mengingatkan penulis terhadap tulisan Sintong Panjaitan pada tahun 2009, saat mengganjal Prabowo sebagai Cawapresnya Megawati yang kemudian kalah dalam pilpres tersebut.
Wiranto, Luhut, Subagyo,Hendropriyono selaku pentinggi Militer dalam Orde baru, juga banyak pelanggaran yang mereka lakukan, tentu kasus mereka tidak seheboh Prabowo, karena keempat Jenderal yang saya sebut diatas diatas, saat ini sudah tidak laku dipasaran, kecuali berbisnis seperti yang dilakukan oleh Luhut Panjaitan dengan Perusahaan perusak hutan (batubara) maupun beberapa usaha patungan lainnya dengan Bakrie di Kalimantan, dengan nama bendera Toba Lestari.
Wiranto jelas terlibat dalam pembentukan Pam swakarsa untuk mengusir pendemo dari Gedung MPR, kalau bukan ditentang oleh Pangdam Jaya Waktu itu ( Safri Syamsudin) Korban yang akan berjatuhan akan lebih besar dari penculikan aktivis politik tahun 98. Pun demikian dengan Subagyo HS tidaklah bersih dari berbagai pelanggaran HAM, lalu bagaimana dengan Hendro? kasus talang sari Lampung tahun 1987 tidak lepas dari tangan hendro yang penuh dengan berlumuran darah dimana saat itu Hendro sebagai Komandan Korem Garuda hitam Lampung.
Namun saat ini semua seakan-akan berbicara bahwa kerusuhan, penculikan maupun pelanggaran HAM, sebut saja nama Prabowo maka mereka akan terlepas dari dosa dan pelanggaran yang mereka lakukan. Para Jenderal pelanggar HAM ini tidak sadar bahwa pada tahun 1996 hingga tahun 1997, Megawati sangat membenci para Jenderal ini, apalagi ucapan megawati terhadap Wiranto sangat menyakitkan prajurit Abri saat itu.
Tapi mengapa saat ini cacian maupun penghinaan yang mereka terima dari petinggi partai yang saat ini mereka bela sudah berubah menjadi semangat 45 bagi para mantan petinggi ABRI ini? jawabnya adalah para mantan jenderal ini masih haus akan kekuasaan dan proyek dari penguasa jika Jokowi nanti terpilih menjadi Presiden.
Buktinya? Jenderal Wiranto tentu berharap partainya maupun anak buah dari Partai hanura ada yang jadi Menteri, lalu bagaimana dengan Luhut Panjaitan? proyek ERP ( electronic Rapid Payment) sebuah sistim yang akan dilakukan dijalan-jalan protokol di Jakarta akan diberlakukan pungutan, jika melewati pada jam sibuk dengan penumpang dibawah tiga orang, Perusahaan luhut sangat berminat untuk menggarap proyek ini, seperti yang disampaikan oleh pihak pemda DKI, untuk mengganti joki yang saat ini masih berjalan di DKI.
Hal yang sama juga diharapkan oleh Hendro, maupun Subagyo ada yang diincar dari Jokowi jika Presiden terpilih nanti Jokowidodo. Disinilah bukti dari pada dukungan mantan laskar tak berguna ini bagi Capres Jokowi bahwa nama Institusi dicemarkan asal kepentingan pribadi dapat terwujud nantinya.