Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas

Bersikap Terbuka, Butuh Selektif

1 Mei 2024   20:02 Diperbarui: 1 Mei 2024   20:02 75 1


Senin, 29 April 2024 saya memberikan assesmen formatif III, kepada siswa kelas 11 SMA PJ 2. Assesment tersebut, saya sajikan dalam bentuk ujian tulis.

Penyajian soal assesment, saya berikan dalam bentuk uraian masalah. Ketika saya membagikan kertas soal, siswa saya terkejut : "Pak Hose, soalnya banyak banget? "

Saya mencoba tersenyum, sambil memandang wajah Gab, yang sedang menyerukan pertanyaan saat itu.

Saya terus membagi kertas soal ke setiap siswa. Rupanya, hampir sebagian menyerukan hal yang sama.

Baik, Anak-anak, silahkan perhatikan soal masing-masing. Nah, silahkan dibaca soal nomor satu. Pada soal tersebut pak Hose memberikan ulasan bacaan. Tujuan dari ulasan tersebut adalah membantu kalian untuk reminder materi yang telah dipelajari sebelumnya.

saya memberikan assesmen formatif III, kepada siswa kelas 11 SMA PJ 2. Assesment tersebut, saya sajikan dalam bentuk ujian tulis.

Penyajian soal assesment, saya berikan dalam bentuk uraian masalah. Ketika saya membagikan kertas soal, siswa saya terkejut : "Pak Hose, soalnya banyak banget? "

Saya mencoba tersenyum, sambil memandang wajah Gab, yang sedang menyerukan pertanyaan saat itu.

Saya terus membagi kertas soal ke setiap siswa. Rupanya, hampir sebagian menyerukan hal yang sama.

Baik, Anak-anak, silahkan perhatikan soal masing-masing. Nah, silahkan dibaca soal nomor satu. Pada soal tersebut pak Hose memberikan ulasan bacaan. Tujuan dari ulasan tersebut adalah membantu kalian untuk reminder materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dan, itu bukan merupakan soal. Dari hal ini saya belajar beberapa hal yang dilakukan saat itu, yaitu  
1. Saya sebagai guru harus proaktif terhadap keluh kesah siswa.
2. Saya memberikan pemahaman tentang soal yang saya berikan  
    secara kredible oleh siswa
3. Soal yang saya berikan dalam bentuk ulasan masalah merupakan  
    sebuah cara saya untuk reminder konsep dari materi yang  
    dipelajari sebelumnya.
3. Ketika siswa memahami konsep materi, maka dari masalah yang  
    disajikan membantu mereka untuk mengolah proses berpikir  
    untuk menemukan gagasan yang tepat untuk menjawab  
    pertanyaa  tersebut.
4. Soal yang saya sajikan dalam bentuk masalah, selain    
   mengembangkan konsep berpikir, tetapi melatih siswa untuk
   membuat decision making, menentukan gagasan yang tepat.
   Artinya, siswa menjawab pertanyaan "tidak bersumber dari
   hafalan materi" tetapi mengukur pemahaman mereka. Dan
   tentunya, saya selalu bersikap terbuka untuk tidak mematok  
   jawaban dikte seperti didalam buku. Akan tetapi, yang saya
   lakukan adalah saya memberikan kesempatan untuk menuangkan
   gagasan dengan bahasa yang mereka pahami, namun memiliki    
   integrasi dengan kontem materi yang dipelajari.

Dari semua hal yang saya ulas di atas, ada suatu peristiwa yang menurut saya menarik untuk dipelajari.

"Ketika siswa mengerjakan soal assesment, ada beberapa diantara mereka masih membagi perhatiannya bermain game mobile legends".

"Saya mencoba menyapa mereka, ayo fokus menjawab soal assesment ya, nanti kalo sudah selesai mengerjakan silahkan lanjut bermain mobile lengend".

Ketika pertama, dan kedua kali saya menyapa mereka dan memberikan pemahaman kepada mereka, akan tetapi di ketiga kalinya saya menanyakan kepada kedua siswa yang sedang bermain mobile legends.

Apakah saya menyita HP siswa tersebut? Saya tidak menyita HP siswa. Saya mencari informasi dari masing-masing mereka. Kenapa bermain mobil legends?

"Jawaban Arya, biar dapat inspirasi pak".

"Jawaban Gab, biar gak pusing mikirin Pak. Nanti, pasti ada ide".

Ada beberapa siswa melakukan hal yang sama, namun saya mencari informasi setelah ujian usai.

Nah, dari pengalaman saya menggalih informasi dari siswa, saya menemukan ada beberapa hal yang menjadi " Kelemahan/kelebihan" dari generasi Z, diantara:

Pertama, siswa akan melakukan proses berpikir bila ada mediasi yang dilakukan bersamaan (multi tasking) untuk membantu mereka menemukan gagasan.

Kedua, siswa (Gen-Z) memiliki proses berpikir berbeda secara kontekstual, termasuk bagaimana kemampuan mereka memahami sebuah teks bacaan. Artinya, cara berpikir mereka akan muncul bila ada suatu hal yang memengaruhi mereka untuk melanjutkan proses berpikir mereka, seperti main game, sambil menyela berpikir.

Ketiga, pengaruh game dapat membawa mereka mengalami proses berpikir lebih menyeluruh (kritis, esensial).

Keempat, sikap guru terhadap siswa tersebut, perlu memberikan kesempatan well being, bukan menjustifikasi, atau memberi hukuman. Yang perlu dilakukan guru adalah mencari tahu alasan dari apa yang mereka lakukan.

Kelima, bila menjumpai siswa demikian, guru tetap mendampingi siswa untuk mengerjakan  soal assesment agar tidak terjadi aktivitas contek dengan cara mencari jawaban di media online. Namun, yang saya lakukan adalah menemani siswa tersebut, dalam menjawab soal assesment, dan puji Tuhan, hasilnya luar biasa. Hal itu, saya peroleh ketika membaca jawaban mereka.

Keenam, guru selalu memposisikan diri sebagai orang yang sedang belajar, bukan mencari kesempatan untuk melakukan penilaian yang berintensi pada sikap interogasi. Sikap interogasi terhadap siswa, harus selektif, mawas diri serta terbuka. Artinya, guru perlu melakukan pendekatan edukatif untuk menemukan alasan-alasan kredibel dari siswa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Dan guru dapat menyadari bahwa proses belajar yang ia alami berbeda dengan generasi saat ini. Bukan hanya itu, tetapi sikap-sikap praktis perlu didayagunakan untuk menciptakan well being dalam proses belajar siswa.

Nah, itulah beberapa ulasan saya tentang pengalaman yang saya alami di kelas 11 ketika melakukan  assesment formatif III.

Segala hal yang saya sharingkan ini, tidak terlepas dari kekuarangan. Maka, hal itu merupakan cara saya menyadari diri untuk terus belajar dan mengakui kekurangan itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun