Kenapa begitu?
Pertama: anak-anak yang menjadi siswa, hanya mempunyai guru saat mereka di sekolah. Di luar gedung sekolah dan di luar waktu sekolah tidak ada guru untuk mereka.
Sinetron apapun yang mereka tonton, semua memamerkan kebodohan, sebab semua sinetron mempertontonkan cara menikmati hidup tanpa pernah menunjukkan perjuangan hidup. Program TV yang mereka tonton adalah tentang perceraian artis anu dan perselingkuhan artis ini, seolah-olah itu berita sangat penting dan berguna. Di stadion manapun mereka menonton sepak bola yang mereka lihat adalah perkelahian dan pameran ketidaksportivan. Semua iklan yang mereka lihat menyuruh mereka untuk berkonsumsi, bahkan mereka disuruh untuk internetan selama tiga hari tiga malam, dan minum kratingdaeng sebanyak-banyaknya?. Bagi anak-anak jaman sekarang, tidak ada guru selain guru di sekolah.
Jaman dulu, bapak menjadi guru di rumah tentang perjuangan hidup. Siaran TV di kelurahan dapat menjadi guru tentang kebanggaan, nasionalisme, dan kepahlawanan, stadion sepak bola masih mempertontonkan sportivitas.
Kedua : anak-anak yang menjadi siswa ini dan terlibat tawuran, adalah anak-anak yang tidak diajari di rumah tentang tanggung jawab oleh bapak ibunya. sedikit saja masalah dihadapi anak, bapaknya langsung turun tangan mengatasi. Guru di sekolah mencoba mendisplinkan anak melalui hukuman, bapaknya yang pejabat atau yang mempunyai uang langsung turun tangan memindahkan guru yang bersangkutan. Bukan rahasia lagi jika pada saat penerimaan siswa baru, sangat banyak titipan dari para pejabat ke sekolah. Mulai dari DPR, DPRD, Wali kota, Polres, Polsek, menitipkan anak atau ponakan atau saudara tiri, atau apalah. Siswa-siswa titipan inilah yang akan menjadi biang kerok masalah, karena mereka merasa lebih berkuasa dibanding guru. Bukankah bapakku adalah pejabat dan akan segera turun tangan jika ada guru yang menghukumku ?.
Bapakku dulu berterimakasih ke guru yang menghukumku karena lupa mengerjakan PR. Aku dihukum guruku untuk menuliskan hukum Newton sebanyak 100 kali. Ibuku juga berterimakasih ke guru yang memukul betisku dengan penggaris karena aku sering ngantuk di kelas.
Masih begitukah bapak/ibu jaman sekarang?
Ketiga: emang yang tawuran hanya anak sekolah?, warga gang sana dengan gang situ juga tawuran, umat agama itu dengan umat agama sana juga tawuran, pendukung partai anu tawuran juga dengan pendukung partai ini, mahasiswa universitas itu tawuran dengan mahasiswa institut sana, anggota Polri tawuran juga dengan anggota TNI bahkan dengan memakai senjata api, KPK tawuran dengan POLRI, pengusaha tawuran dengan buruh, POLRI tawuran dengan rakyat. Maka siapa yang berhak melarang siswa SMA tawuran?.
Begitulah kita sekarang.