Lagi pula rumah ibadah itu bukan rumah suci apalagi rumah Tuhan. Itu hanya bangunan yang dibangun oleh manusia, yang biayanya dikumpulkan dari mana saja (mungkin uang hasil korupsi, uang hasil menipu, uang hasil merampok ada di situ), yang dibangun oleh tukang-tukang (tukangnya mungkin pemabuk dan penjudi, kepala tukangnya bisa saja doyan selingkuh, dan adukan semennya dicampur dengan air kencing tukang), siapa yang tahu?. Karena di sana dipaku sebuah simbol, lantas apakah harus kita sebut itu rumah Tuhan?.
Kalau hendak mencari Tuhan, lebih baik jika saya pergi ke Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, ke kantor-kantor. Sebab disitu akan saya jumpai orang, meski sedikit jumlahnya, orang yang melakukan semua yang dikatakan pada saat saya di rumah ibadah.
Di situ dapat saya temui orang yang membersihkan lantai sambil bernyanyi riang, orang yang sedang menyeduh kopi sambil tersenyum cerah, pria yang berdiri membukakan pintu dan mempersilahkan saya masuk dibarengi sapaan selamat pagi yang hangat dan akrab meski saya dan pria itu tidak saling kenal. Saya juga bertemu dengan orang yang membantu memarkirkan mobil dengan kegembiraan yang tulus. Kiri, balas ke kanan, mundur dikit lagi, stopppp. Setelah itu, selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?. Waduh ..... luar biasa. Dan bahkan saat sedang berpuasa, wanita ini tetap menghidangkan kopi untuk peserta rapat, kopi nikmat karena diseduh beserta kasih sayang dan dihidangkan dengan hati dipenuhi kegembiraan. Seperti kata Ebiet G Ade, Tuhan ada di sini di dalam hati ini.
Tuhan lebih mudah ditemukan di Jalan Sudirman dari pada di rumah ibadah.
Melihat kebesaran Tuhan juga janganlah ke rumah-rumah ibadah. Di situ yang kau jumpai hanya pria berjenggot dan bersorban, atau pria berjubah hitam berdasi putih, hanya itu.
Tetapi pergilah ke gunung Bromo, ke gua, ke tengah laut, ke hutan, atau singkatnya pergilah kea lam yang dibuat langsung oleh tangan Tuhan. Tataplah gelegak magma dan percikan pijar api di kawah Bromo, atau dudklah tenang dan damai di dalam gua gelap, bisa juga dengarkan deburan ombak laut yang bergulung, atau rasakan dan biarkan angin dingin hutan menyusup ke dalam nadi darahmu, atau nikmati sinar yang menerobos dari celah daunan di hutan.
Tuhan lebih mudah ditemukan di alam, dari pada di rumah ibadah.