Apalagi kekuasaan untuk kursi bupati, gubernur atau presiden. Tak terbayang berapa belanja politik yang harus dikeluarkan oleh para calon kandidat itu.
Nah, bicara tentang perebutan kekuasaan dan uang, penulis coba menilik soal isu hangat yang berhembus di Pilgub Jateng. Tersiar kabar dua kandidat calon gubernur yang juga pejabat pemerintah provinsi, Gubernur Bibit Waluyo dan Sekda Hadi Prabowo, terlibat perebutan uang sebesar Rp1,5 triliun yang ada di Bank Jateng.
Kabar ini mencuat setelah hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Bank Jateng tidak diumumkan ke publik. Padahal tersiar kabar, kalau bank milik pemerintah daerah itu mendapat kucuran dana sebesar Rp1,5 triliun.
Kabarnya dana sebesar itulah yang kini diperebutkan Bibit Waluyo dan Hadi Prabowo. Mereka membutuhkan dana itu untuk biaya kampanye merebut kursi gubernur yang akan digelar pada 26 Mei nanti.
Apalagi berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi , Bank Jateng termasuk bank yang sering memberikan fee kepada para pejabat daerah. Jadi bukan mustahil, kalau kedua calon gubernur tersebut (Bibit dan Hadi) begitu bernafsu untuk mendapatkan dana kredit dari Bank Jateng sebagai modal kampanye.
Sebagai pejabat gubernur, rupanya Bibit tak ingin saingannya Hadi Prabowo menikmati uang dari Bank Jateng. Bibit yang menjabat sebagai komisaris, lalu mendepak Hadi Prabowo dari posisi komisaris di Bank Jateng.
Cara kotor para pemimpin daerah ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi masyarakat Jateng dalam menentukan pilihannya pada Pilgub nanti. Percaya lah, jika pemimpin sudah menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan, maka kerusakan akan terjadi di masa kepemimpinannya.
Pilihlah calon gubernur yang bersih, bebas korupsi, serta tidak menghalalkan segala cara.