Lima belas tahun sudah bayu tidak pernah lagi berjumpa dengan teman SMA nya, rutinitas kerja yang berada di luar kota selalu menjadi kambing hitam dari pertemuan dengan teman lamannya. Setamat SMA bayu langsung melanjutkan kuliah di negerinya Hiroko (red. Jepang. diambil dari judul novelnya NH Dini), hampir 10 tahun bayu hidup di luar negeri hingga akhirnya ia kembali ke tanah air dan bekerja di perusahaan minyak lepas pantai. Dengan pertemanan jejaring sosial, bayu akhirnya menemukan teman lamanya kembali. Reuni akbar angkatan pun digelar, bayu nampak sudah tak sabar lagi ingin bertemu kangen dan nostalgia dengan teman SMA nya.
Apalagi di SMA bayu menemukan cinta pertamanya, nindy. Jalinan kasih bayu dan nindy telah menorehkan buku harian selama di SMA. Hampir seluruh teman-temannya tidak menyangka ketika nindy meminta putus ke bayu, bagaimana tidak mereka tampak sangat serasi dan harmonis, tidak ada perbedaan diantara mereka. Pernah suatu kali mereka dinobatkan “king-queen” nya SMA.
Namun tidak kali ini....
---------------
Bayu telah siap dengan setelan kemeja kotak-kotak berwarna putih dan celana panjang berwarna coklat tua.
“ma... ayo, nanti keburu macet jalanan” teriak bayu kepada istrinya yang tengah merias diri.
“lima menit lagi, pa...” balas nita, istri bayu yang telah dinikahinya sejak tujuh tahun yang lalu dan telah mengkaruniai dua orang putri kembar.
“dina, papa ajak tunggu di mobil ya ma?” balas bayu
“iya... ini udah selesai koq” sapa nita, “buru-buru amat sih si papa...” nita sambil menggandeng dini.
Dina yang lebih dekat dengan bayu, selalu akrab dengan papanya dan sedikit berkesan agak tomboi. Sedangkan dini lebih dekat dengan mamanya, nita.
“bi... titip rumah ya... kita nanti gak makan di rumah” kata nita kepada bibi, pembantu di rumah keluarga bayu dan nita.
“iya non...” jawab bibi
---------------
Hampir satu jam lebih mereka menghabiskan waktu dalam kemacetan, sebenarnya jarak dari rumah sampai ketempat reuni tidak terlalu jauh, paling-paling jika tidak macet hanya lima belas menit. Inilah realita kehidupan kota megapolitan, Jakarta.
“mama mau turun dulu? Biar papa cari parkir” tanya bayu
“sama-sama aja pa...” balas mama
Dalam perjalanan dari tempat parkir ke dalam ruang pertemuan, hati dan perasaan bayu tampak tak menentu arah, antara senang, gelisah dan penasaran, singkat cerita reuni berjalan dengan meriah. Sanking meriahnya dan serunya bertemu dengan teman lama, sampai-sampai bayu melupakan nita dan kedua putri kembarnya. Nita tak ambil pusing dengan tingkah pola nya bayu, dia pun memakluminya, terkadang jika nita sedang arisan dan reuni dengan teman-temannya juga seperti itu. Beruntung tempat reuni bayu dan teman SMA nya juga menyediakan arena permainan buat anak-anak, sehingga tidak terlalu bosan dan jenuh bagi anak-anak.
“yu... bayu?”
Suaranya sangat familiar sekali di telinga bayu, dengan perlahan-lahan bayu menolehkan kepalanya kebelakang
“ehh... nindy? Nindy ya?” sapa bayu
“masih ingat kamu yu?” balas nindy malu-malu
“apa kabar kamu?” bayu menjabat tangan nindy, disertai cium pipi kiri kanan.
“sama sapa kamu yu?”
“ada ama keluarga... gak tau lagi kemana mereka”
“anakmu udah berapa?”
“baru dua, kembar”
“kamu sendirian aja dy?”
“seperti yang kamu liat....”
“suamimu? Gak ikut?”
“nggak...”
“anak, gak kamu ajak?”
“aku belum punya anak, yu...”
“oooo.....”
Lambat laun teman-teman yang tadinya sedang bercegkrama dengan bayu mulai menyingkir, seolah memberi kesempatan untuk mereka berdua mengenang cinta lama. Tak terasa separuh waktu reuni telah dihabiskan berdua, bayu mulai menikmati kenangan lamannya, nindy seperti tak ingin lepas dari bayu. Tanpa disadari, nita dan kedua putri kembarnay menghampiri bayu.
“pa...”
“eh... kenalkan ini istriku, dan anakku”
Nindy menjabat tangan nita dengan dingin, tak terkecuali dini dan dina.
“lucu ya... anak-anak mu” saut nindy ke bayu. Belum sempat bayu menjawab, dini sudah merengek minta pulang. Waktu dua jam di tempat perkumpulan para orang tua bukan waktu yang ideal dan singkat bagi anak-anak.
“pulang pa...” sambil menarik-narik tangan bayu
“iya... ayuk nak...” balas bayu
“kita pamit dulu ya... ini kartu nama ku, kali-kali aja perlu buat urusan bisnis” kata bayu. Hati kecilnya, mungkin saja nurusan bisnis menjadi nisbis... Bayu, nita dan putri kembarnya mulai berpisah dengan nindy dan mereka mulai menyatu kembali dengan keramaian reuni hari itu... tak lama kemudian batang hidungnya nindy pun sudah tak tampak lagi dari pandangan mata bayu.
Di tengah perjalanan pulang, bayu menyetir mobil bak orang linglung dan melamun
“dari tadi mama perhatiin papa nyetirnya kayak orang bingung. Napa ?” tanya nita
“ah.. nggak koq. Biasa aja” jawab bayu
“nindy siapa pa?”
“temen sebangku papa”
“temen sebangkunya papa bukannya mas ari?”
“ari kan waktu SMA tingkat akhir. Waktu baru masuk papa ama nindy” jawab bayu dengan santai. Hati kecilnya, mulai gelisah.
“bukan mantannya papa ya?”
“udah deh ma.... jangan mulai...”
“loh... koq papa marah? Kan mama cuman tanya?”
“bukan, ma... hanya teman sebangku. Yang kebetulan deket”
“mantan pacarnya papa juga gak masalah. Kan udah mantan, kecuali papa masih mengharap...”
“ma... bisa kita ganti topik?”
Sepanjang perjalanan pulang hanya diam dan membisu yang tercipta diantara bayu dan nita. Tidak pernah nita secemburu ini, biasanya nita selalu acuh terhadap semua teman-temannya bayu. Namun tidak kali ini, sepertinya suaminya masih menyimpan sebuah misteri dengan nindy. Siapa sih nindy sebenarnya?
---------------
Hari pun berjalan begitu cepat, tak terasa sudah di penghujung pekan. Tiba-tiba suara hp bayu gerdering diikuti dnegan getaran.
Nindy menelpon? Tanya bayu dalam hatinya. Ada apa ini?
“halo ndy...”
“halo yu... lagi sibuk?”
“nggak, lagi siap-siap mau pulang. Napa?”
“kamu ada waktu gak? Aku mau ngasih proposal kerjasama nih dengan kantormu. Kali aja aku bisa masuk sebagai vendor dikantormu”
“boleh, kapan?”
“kapan aja kamu ada waktu. After office hour juga boleh”
“ya udah, ketemu di blitz cafe aja gimana? Daerah menteng” dalam hati bayu berkata galau, kenapa juga musti di cafe yang menyimpan banyak kenangan. Pikiran ku ini kemana sih.... padahal jalan menuju blitz cafe sangat macet. Kenapa musti blitz yang terucap??
“ok, aku paling sejam lagi sampe sana”
“ok nindy, sampe nanti”
---------------
Satu jam lebih bayu menghabiskan waktu diperjalanan agar sampai di blitz cafe, setibanya nindy sudah hadir disana seorang diri. Dengan pakaian kantor nampak begitu anggun dan mempoesona. Hatinya bayu makin berdetang kencang, seperti tengah mengalami puber kedua.
“sori, agak telat. Jalanan macet banget”
“gak papa mas.... mau minum apa?”
Mas? Sejak kapan nindy memangil aku mas? Semumur-umur tidak pernah aku dipanggil mas, dalam hati bayu.
“sama aja ama kamu, keliatannya seger”
“orenge juice nya satu lagi ya mas”
Tak bersuara, hanya saling pandang diantara mereka....
“kamu makin cantik aja ndy...” bayu mengawali percakapan, “sudah lama kita gak ketemu”
“ahh... mas, baru juga minggu lalu” balas nindy
Dua jam sudah bayu dan nindy menghabiskan waktu berdua di cafe yang menyimpan banyak kenangan indah sewaktu SMA. Di cafe ini dulu bayu mengatakan cinta pada nindy, dan di cafe ini pula nindy memutuskan hubungan dengan bayu. Cafe yang menyimpan sejuta kenangan bersama, hampir tiap malam minggu sebelum nonton bioskop, cafe ini menjadi saksi bisu cinta kasih mereka.
---------------
Hari demi hari, esok, lusa, tulat, tubin telah mereka lalui bersama dalam sebuah cinta yang semu. Bagi bayu cinta yang ingin dia bagikan pada dua wanita masa lalu dan saat ini, namun tidak bagi nindy, yang tengah menghadapi perceraian dnegan suami yang dia nikahi dua puluh tahun lebih tua darinya. Rasanya lebih pantas disebut hubungan ayah dan anak, ketimbang suami istri. Namun apa mau dikata, jika harta dan uang lebih berkuasa dari segalanya. Berjalannya dengan waktu, uang juga yang tak mampu membeli cinta dan kebahagiaan.
Kini, nindy tengah asik bermain dengan cinta dimasa lalunya, cinta pertama, cinta yang tak pernah mudah untuk dilupakan. Begitu pun dnegan bayu, kian hari kian terperangkap kedalam sandiwara cinta dan perselingkuhan. Beruntung bagi nindy yang tidak dikaruniai anak, dengan status janda kembang tak sulit menemukan cinta dan pasangan berikutnya. Namun tidak bagi bayu, kian hari mulai kian berani bersilat lidah, dengan 1001 alasan untuk menghabiskan malam bersama nindy.
“mas... mungkinkah kita bersama lagi seperti dulu waktu?” tanya nindy pada bayu dalam pelukan erat.
“kan udah ini bersama...” balas bayu sambil mengecup kening nindy
“aku serius mas... aku ingin menggantikan posisi nita” balas nindy, sambil merebahkan kepala di pundak bayu.
“huffhh...” bayu menghela nafas, sembari menarik selimut menutupi wajahnya
“mas... jangan menghindar donk. Aku gak mau ngelepas mas untuk kedua kalinya” pinta nindy
“dulu aja kamu ninggalin, sekarang...”
“udah mas... jangan dibahas lagi. Aku memang pernah melakukan kesalahan terbodoh dalam hidupku. Makanya aku sekarang gak mau ngelakuin kesalahan serupa. Walaupun aku harus berbagi cinta dengan nita”
“iya sayang... tidur dulu, besok pesawat kita pagi. Sesampainya di jakarta aku akan bicara dengan nita”
Malam pun kian larut, nindy telah terlelap dalam balutan lengan bayu, sementara bayu masih terjaga dalam tidurnya, sembari memikirkan kata apa yang akan dia ucapkan kepada nita setibanya esok di jakarta.
---------------
Pesawat yang ditumpangi bayu dan nindy telah mendarat di bandara soekarno-hatta. Mereka pun berpisah didalam bandara kedatangan. Bayu yang di jemput oleh supir pribadinya langsung menuju pulang ke rumah. Sementara nindy telah menghilang diantara keramaian penumpang yang baru saja tiba.
Setibanya di rumah, bayu di sambut hangat oleh kedua putri kembarnya, buah tangan pun telah berpindah ke dini dan dina tak terkecuali nita, agar tidak timbul kecurigaan.
“papa mau makan siang?”
“nanti aja ma... papa mau mandi dulu” jawab bayu singkat, seraya ingin menyudahi pembicaraan.
“gimana pa meetingnya di singapore?”
“lancar ma... papa mandi dulu ya. Masih capek”
Tak ada kecurigaan yang tampak di wajah nita. Walaupun sebenarnya nita telah menyadari perubahan sikap dan sifat sejak tiga bulan belakangan ini. Namun, nita berusaha untuk tetap percaya pada suaminya.
“pa... hp nya bunyi terus nih... mau di angkat atau nggak?” teriak nita dari luar pintu kamar mandi
“biarin aja ma... paling dari kantor” balas bayu
“windywati, pa...”
Dalam hati bayu berkata. mampus gue, kenapa nindy telepon? Ada apa dia telepon sekarang. Aku harus ngomong apa ama nita. Udah biarin aja dulu deh.
Sekeluarnya bayu dari kamar mandi, nita memberi telepon genggam suaminya.
“ditelepon aja dulu pa... sapa tau ada yang penting” kata nita
“biarin ajalah... paling cuman urusan sepele” balas bayu
“urusan sepele kow misscall sampe 3 kali” balas nita
Belum sempat dijawab pertanyaan istrinya, telepon genggam bayu telah berdering lagi untuk yang ke 4 kalinya. Dan kali ini bayu tidak bisa mengelak lagi
“halo...” jawab bayu
“ada apa?” menjawab dengan nada tegas, agar tidak menimbulkan kecurigaan di depan istrinya, nita.
“ya sudah nanti saya mampir ke kantor kalau sempat” bayu pun menjawab dengan ala kadarnya, agar tidak menimbulkan kecurigaan yang berlebihan di hadapan istrinya. Sejak tiga bulan terakhir ini bayu sangat pandai bermain sandiwara, entah karena didasari perselingkuhannya atau memang berbakat menjadi aktor.
Telepone pun di tutup, dengan menekan tombol bergambar gagang telepon berwarna merah.
“kenapa pa? Dari kantor?” tanya nita
“iya, papa di suruh ke kantor ada urusan penting” balas bayu
“koq mendadak?”
“namanya juga urusan penting ma...”
“urusan ato urusan?”
“mama ini apa sih? Papa pulang koq malah di jutekin!” suara bayu pun mulai meninggi
“koq papa malah marah sih? Kan mama cuman tanya!” balas nita
“nanya apa nuduh?”
“Siapa yang nuduh? Kalau papa gak ngerasa ya nggak usah marah donk! Akhir-akhir ini papa kelakuannya aneh!”
Bayu hanya diam, dan meninggalkan nita sendirian di kamar. Pintu pun di tutup keras, bak angin yang menutut kencang “brrakk”. Tak ada komunikasi yang terucap diantara mereka, bayu menyibukakn diri dengan menonton berita di tv, sambil sesekali memainkan track pad di telepon genggamnya. Sementara itu, nita tengah larut bermain dengan putri kembarnya.
---------------
Keesokan harinya, bayu pergi beraktifitas di kantor seperti biasanya. Dan seperti biasanya juga, bayu makan siang dengan nindy, dan dilanjutkan dengan ngopi sore sembari makan kue ringan di sebuah cafe yang berada di mall. Kali ini bukan di blitz cafe, kebetulan nindy minta ditemani belanja pakaian di mall. Bayu tak bisa menggelak ketika nindy mengajaknya untuk makan malam, sebelum mereka akhirnya berpisah dan pulang kerumahnya masing-masing. Setibanya dirumah, bayu masih disambut hangat oleh nita dan kedua putri kembarnya.
“nggak makan malam pa?” tanya nita
“udah kenyang! Tadi makan ama kolega di luar” balas bayu
“papa mau mandi? Mama siapin anduk dan air panasnya ya...”
“gak usah ma... papa masih mau nonton tv dulu”
“papa mau mama buatin teh?”
“ma... bisa gak mama diam sebentar? Papa capek! Papa pusing! Papa butuh ketenangan”
Tak ada suara yang keluar dari bibir nita, semua niat baiknya berbuah rasa pahit, sepahit kopi yang belum di tumbuk. Nita tidak langsung meninggalkan ruang keluarga, nita mencoba mendekatkan ke dini dan dina yang kebetulan duduk bersebelahan dengan bayu.
“dini... dina... ayuk bobo. Udah malam lho.... besok kan sekolah” kata nita
“ya... mama, baru aja ketemu ama papa” balas dina
“ayo... udah jam setengah sepuluh lo....” balas nita
“dina ama dini bobok ya... besok kita main lagi” kali ini bayu memintanya dengan penuh memohon
“tapi besok papa pulangnya jangan malam lagi ya....” balas dina
“iya... dini kangen ama papa. Udah lama kita gak jalan bareng lagi” jawab ini
“iya... sekarang kalian bobo dulu ya... sini papa cium” bayu pun memeluk erat kedua putri kembarnya dan mencium pipinya.
Setelah nita menidurkan dini dan dina, nita langsung berpindah ke kamar tidurnya. Didalam kamar, nampak bayu belum juga beranjak tidur, tengah asik bermain-main dengan track pad di telepon genggamnya.
“pa... maaf kan mama jika selama ini mama banyak kekurangan....” nita pun mencoba mengawali pembicaraan dan menutup kisah kemarin yang kurang baik. Namun sayang, hanya disambut dingin oleh bayu “hmm...”
“pa... seandainya papa mau menikah lagi, mama ikhlas koq. Mama siap menjadi saksinya, mama siap membagi cinta papa dengan wanita lain. Asalkan papa jujur dengan mama”
Gelegar hati bayu mendengar pernyataan dari istrinya, entah itu merupakan kata hatinya atau justru kalimat jebakan untuk mengetahui hubungan bayu dan nindy.
“mama bicara apa sih?”
“mama bicara kejujuran pa... mama tidak mempermasalahkan kalau papa memiliki wanita lain. Atau justru papa ingin menikah lagi dengannya. Mama ikhlas koq, mama tidak akan meminta cerai, mama capek liat papa bermain kucing-kucingan dengan mama”.
Bayu berusaha untuk tenang, tak ada kata yang terucap, hanya mencoba berpikir sebijak mungkin. Apakah ini suatu kesempatan untuk mengutarakan tentang hubungannya dengan nindy atau justru perangkap?
Hingga akhirnya, bayu pun meninggalkan nita tidur sendirian dengan sebuah pertanyaan yang tidak terjawab oleh bayu.
---------------
Keesokan paginya, seperti biasa bayu berangkat kerja lebih awal dari biasanya. Kali ini bayu telah merencanakan sarapan di dekat kantor bersama nindy. Untuk menghindari kecurigaan rekan sejawatnya, bayu mampir kekantor dulu sambil mengabsen kehadirannya. Bayu pun menyempatkan diri membuka email dengan laptopnya. Alangkah terkejutnya bayu, ketika melihat ada selipan secarik kertas putih diantara laptopnya. Dari siapakah ini? Siapa yang menaruhnya? Hati bayu mulai resah, dan isinya
Papa yang tercinta
Sudah hampir 7 tahun mama tidak pernah menulis surat, apalagi surat ini untuk oarang yang mama cintai. Mama mau bercerita sedikit, dulu sebelum kita menikah dan masih pacara, kita suka bertukar-tukar diary. Tiap hari gantian siapa yang cerita, hari ini mama, besok papa, begitu pun seterusnya. Tak terasa kita telah berbagi cerita selama 2 tahun, dan tadi malam setelah papa tidur terlelap, mama membuka kembali diary kenangan kita dulu. Jauh ketika masalah dan problematika rumah tangga belum hadir.
Mama baca tulisan papa, ketika papa dulu pernah bercerita tentang nindy, cinta pertamanya papa. Mama juga baca tulisan papa tentang semua mantan pacarnya papa, tapi pa... yang paling menarik ketika papa melamar mama di cafe blitz, malamnya papa menulis semua perasaan papa di buku diary ini. Tanpa papa sadari, papa dulu juga pernah mengutarakan cinta pertamanya di cafe blitz dengan wanita yang berbeda.
Papa yang mama cintai, apakah dia wanita yang 3 bulan terkahir initelah mengusik hati dan pikiran papa? Apakah kehadiaran mba nindy di acara reuni tempo hari sudah membutakan mata papa? Sampai-sampai mama harus begbagi kebahagiaan dengan mba nindy?
Papa yang mama cintai, seandainya memang benar dialah orangnya. Mama rela... mama ikhlas... mama tidak minta cerai, mama juga tidak meminta harta gono-gini, mama juga siap menjadi saksi nikah papa.
Namun, yang perlu papa ketahui bahwa papa memiliki dua orang putri. Pernahkah papa bertanya padanya apa reaksinya jika mereka memiliki dua orang ibu? Atau entah kemudian hari justru merekalah yang ikut merasakan seperti yang mama rasakan.
Papa yang mama cintai, mama sudah kehabisan air mata untuk bersedih. Mama juga sudah bisa mengobati luka hati. Kini saatnya mama menatap masa depan dengan dengan kebahagiaan papa.
Dulu papa pernah menulis di diary kita, mungkin papa lupa “ketidaksempurnaan kecil yang membuat hubungan kita menjadi sempurna”. Mama baru menyadarinya kini, mungkin kehadiran mba nindy bisa menjadikan keluarga kita sempurna, walaupun harus membagi cinta.
Papa yang mama cintai, masih ingatkah papa dulu pernah menulis di diary kita. Papa ingin sekali menjadi seperti merpati, karena merpati lambang kesetiaan dan keabadian. Merpati yang terbang diangkasa selalu ingat pasangan dan rumahnya, karena merpati tak pernah ingkar janji.
Papa yang mama cintai, jika memang benar adanya, bawalah mba nindy ke rumah. Kenalkan pada mama, dini dan dina
Papa yang mama cintai, pernah pada suatu malam dina berkata. Ma... dina ingin seperti papa, yang menjadi panutan banyak orang
Dari mama yang mencintai papa
Gelegar hati bayu membaca surat dari nita, istrinya. Mata yang sebelumnya kering, kini telah berubah bak mata air gurun di siang hari. Bayu tak pernah menyangka istrinya ternyata jauh lebih bijaksana dan lebih memberikan panutan bagi kedua putrinya ketimbang dirinya. Direbahkannya badan bayu di kursi kulit, sesekali bayu menolehkan ke foto keluarga yang terletak disudut meja kerjanya.
Buru-buru bayu mengambil telpon genggamnya yang berdering,
“halo, ndy...”
“aku lima menit lagi sampe di lobby, kamu turun ya....” sapa nindy dari balik teleponnya.
“ok”
Makin tak menentu pikiran bayu, ia menyadarii kesalahannya bermain api dengan mantan kekasihnya, namun di sisi lalin ia tak dapat memungkiri perasaan hatinya saat ini.
Sesampainya bayu di lobby, bayu hanya menunggu semenit sebelum mobil nindy tiba. Bayu pun melanjutkan perjalanan dnegan nindy ketempat reto yang khusus menyediakan sarapan pagi, kebetulan letaknya hanya beberapa blok dari kantornya bayu. Setibanya, mereka langsung memilih tempat duduk yang menghadap keluar. Belum nampak terlalu ramai pengunjung yang datang, apa karena tanggal tua, jadi lebih memilih sarapan dengan membawa bekal dari rumah. Kali ini bayu sedang tidak berselera untuk sarapan, hanya memilih kopi hitam. Berbeda sekali dengan nindy, semangat makannya kian menggebu-gebu.
“tumben mas cuman pesan kopi” tanya nindy
“masih kenyang” balas bayu
“dibawain bekal ya? Ama nita” balas nindy
Galau hati bayu ingin mengatakan kepada nindy, tentang perasaan yang tengah dialaminya. Bayu ingin sekali menyudai permainan sandiwara ini. Tapi ia belum siap mengutarakannya,
“ndy... maaf mas harus bicara tentang hubungan kita. Sepertinya kita sudahi saja hubungan terlarang ini. Maaf jika mas mengambil keputusan secepat ini” tegas bayu
“napa mas? Istri mas tau ya?”bukankah mas sudah janji mau mengatakan kepada nita tentang hubungan kita?” balas nindy
“iya, mas sudah cerita. Dan makin mas cerita, mas makin mengerti seberapa besar cinta nita kepada keluarga mas” jawab bayu
“bukannya mas ingin mengecewakan kamu, tapi sejak awal hubungan kita sudah salah. Kita bertemu pada saat yang tidak tepat. Kita berlanjut karena terbawa emosi masa lalu.” Terang bayu kepada nindy
“mas bohong... munafik!” tetesan air mata nindy seperti sudah tak terbendung lagi.
“mas punya anak, yang gak mungkin mas bisa sakiti perasaannya” jelas bayu sambil memegang tangan nindy
“nindy, cinta tidak harus memiliki. Tapi biarlah kita berdua yang mengenangnya, akan lebih indah dari pada memiliki tapi justru dikemudian hari berubah menyakiti satu sama lain” jelas bayu kepada nindy
“aku kini sadar betapa sakit dan hancurnya hati mas bayu, ketika dulu aku meninggalkan mas dan menikah dengan mas budi” balas nindy
“sudah lah.... aku tidak pernah dendam dan mengunggkit atas pilihan kamu dulu...” jawab bayu
“aku yang salah... memasuki keluarga yang bukan milikku lagi” sambil menghabiskan roti sarapan pagi dan secangkir teh latte, nindy mengusap air matanya.
“ayuk kita pulang mas... nindy antar mas ke kantor”
“nindy bisa nyetir? Atau mas aja yang nyetir?”
“gak usah mas. Nindy masih sanggup”
Di tengah perjalanan menuju kantor bayu, nindy yang tak fokus menyupir mobilnya sempat beberapa kali hampir menyerempet mobil lainnya. Sesampainya di depan kantor bayu, sengaja nindy memakir mobilnya yang agak berjauhan dari pintu lobby.
“maaf mas, jika kehadiaran nindy tidaklah tepat. Nindy tadinya mau ngasih tau kabar, gak tau bagus atau justru jelek buat mas bayu”
“apa ndy?”
“nindy udah telat tiga minggu mas... ini hasil lab nya”
Astaga... cobaan apalagi yang harus aku tanggung ya Tuhan. Dalam hatinya bayu yang tengah berkecamuk. Tak ada ekpresi bahagia dari wajah bayu, hanya penyesalan yang termata dalam.
“jangan disesali mas.... nindy anggap ini adalah kado yang terindah yang pernah mas berikan. Nindy tidak menuntut pertanggung jawaban mas, nindy hanya ingin menyampaikan bahwa ada titipan cinta di rahim nindy dari mas bayu” jawab nindy
“ndy... kita bicara lagi nanti sore, kamu pulang aja dulu ke rumah. Nanti abis pulang kantor mas jemput kamu di rumah. Gak ada masalah yang tak dapat di pecahkan” balas bayu, sambil memberikan ketenangan pada nindy
“sudahlah mas... gak ada lagi yang harus dibicarakan”
“masih ada nindy”
“tunggu mas di rumah nanti sore, ya...”
Mereka pun berpisah, nindy melanjutkan perjalanan pulang menuju ke kantornya, sementara bayu telah memasuki gedung kantornya. Setibanya di ruang kerjanya, bayu makin gelisah dan tak menentu. Keputusan apa yang akan diambilnya? Bagaimana dia harus menjelaskan kepada nita dan kedua putrinya? Sepanjang pagi hingga menjelang siang, bayu hanya menghabiskan dengan melamun dan melamun. Suara dering telepon genggam memecahkan lamunana bayu, ditekannya tombol gagang telepon berwarna hijau,
“halo”
“selamat siang, dengan bapak bayu?”
“iya benar. Dari siapa ini?”
“apakah benar bapak kenal dengan ibu windywati?”
“kenal, dengan siapa ini?”
“saya AKBP boy preasetya, bisa minta kehadiran bapak di RS Jakarta?”
“ada apa dengan nindy?”
“mohon bapak tenang, setibanya di sini akan kami jelaskan. Ibu mengalami kecelakaan lalu lintas”
“baik saya akan kesana!”
“terima kasih, selamat siang”
Buru-buru bayu meninggalkan kantor dan memesan taksi yang sudah standby di depan lobby. Taksi biru pun segera meluncur cepat ke rumah sakit, beruntung jalanan pada siang itu belum terlalu padat. Taksi pun berhenti tepat di depan ruang gawat darurat rumah sakit. Bayu pun dijemput oleh beberapa petugas polisi yang tengah menunggunya, dan langsung membawa menemui nindy.
“dengan bapak bayu?” tanya polisi boy prasetya, diikuti dengan jabat tangan singkat
“iya benar. bagaimana dengan istri saya pak?” balas bayu pada boy. Istri? Ahh... masa bodolah yang penting nindy selamat, dalam hati bayu berkata demikian.
“bapak mohon tenang, kondisi ibu sangat kritis. Beliau mengalami kecelakaan yang cukup serius, sekarang ibu tengah menjalani operasi” jelas boy prasetya
“bagaimana kejadiannya pak?” tanya bayu pada polisi bernama boy prasetya
“itu yang sedang kami selidiki oleh petugas kami dilapangan” jawab boy prasetya
Sekitar sepuluh menit berselang, keluarlah beberapa dokter untuk menemui bayu, perwakilan dokter yang menangani nindy pun berbicara dan menjelaskan bahwa kini nindy telah pergi untuk selamanya berserta janin yang dikandungnya. Nindy menderita patah tulang belakang akibat mobil yang dia kemudikan hilang kendali dan masuk kedalam kolong truk gandeng.
---------------
Keesokan harinya bayu mengantar jenasah nindy ke peristirahatan terakhirnya didampingi oleh nita. Bayu nampak begitu kehilangan kekasih gelapnya. Dalam pelukan nita, bayu mencurahkan seluruh emosinya. Tak akan menyangka ia akan kehilangan nindy secepat ini, tepat begitu ia menyudahi hubungan gelapnya selama ini. Sementara itu nita tampak berusaha menerima prilaku sementara bayu, nita yang tabah menerima kenyataan pahit. Sesekali nita menenangkan kesedihan bayu dengan pelukan dan genggaman erat tangannya.
Sepulangnya mereka dari tahlilan pada malam harinya....
“ma... papa sudah baca surat dari mama, papa minta maaf atas kelakuakn papa. Begitupun dnegan nindy, agar dimaafkan semua perbuatannya agar arwahnya tenang di akhirat nanti” bayu diam sejenak sambil mengusap air mata sisa dari kesedihannya, “ketika selesai baca surat mama, papa sudah mengakhiri hubungan papa kemarin dengan nindy. Namun nyatanya Tuhan menjawab lain”.
“pa... mungkin jawaban Tuhan ini yang terbaik untuk kita dan putri kita. Mari kita tutup lembaran lalu, dan memulai dengan lembaran baru” jawab nita
---------------
Di setiap tahun-tahun berikutnya nita selalu memberi kesempatan pada bayu untuk berjiarah ke makam nindy. Sekedar mengirimkan do’a dan menyirami pusaran makamnya.
“pa... apakah nanti jika mama sudah tidak ada lagi, papa akan tetap mengirimi do’a dan menyirami makam dengan menaburkan bunga seperti yang papa lakukan ke mba nindy?” tanya nita pada suaminya, bayu.
“merpati tak pernah ingkar janji ma...” balas bayu
“... Tiada ingkar tiada dusta
Terucap janji
Selamanya cinta
Menyatu di dalam kalbu
Kau kusayangi
Hanyalah dirimu di dalam hidup ini
Ooh.. Tuhan karuniamu
Mampukah kuterima semua suratan ini ...”
(Paramitha Rusady)