Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Memakzulkan Demagog Joko Widodo

3 Mei 2015   16:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 249 0
Seperti yang saya perkirakan sejak Desember 2012 ketika menyaksikan ambisi besar Jokowi mencalonkan diri sebagai capres tahun 2019-2024 dengan menunggangi jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, bahwa kepresidenan Jokowi berarti kehancuran Indonesia di segala bidang: keamanan, hak asasi manusia, ekonomi, budaya, hubungan luar negeri, dan lain-lain. Penilaian saya terhadap Jokowi tersebut didasari pada sebuah fakta tidak terbantahkan tentang sosok Jokowi, yakni dia adalah seseorang yang ambisius dan akan menghalalkan segala cara untuk meraih ambisinya, namun tidak memiliki kemampuan untuk memimpin atau menyelesaikan masalah. Kita ambil contoh dari cara Jokowi menyelesaikan masalah banjir akhir tahun 2012 yang diakibatkan oleh jebolnya tanggul Latuharhary, di mana saat itu Jokowi memimpin sendiri usaha perbaikan tanggul selama berhari-hari. Apa yang dilakukan Jokowi ini merupakan bukti bahwa cara memimpin Jokowi adalah micro-management. Akibatnya tentu saja fatal, sebab karena terlalu sibuk di satu tempat, Jokowi justru melupakan satu hal penting: menyelamatkan ribuan warga  yang terperangkap banjir.

http://www.tempo.co/read/news/2013/12/26/083540147/Jokowi-Perbaikan-Tanggul-Latuharhary-Tiga-Hari

http://www.mediacenter.or.id/reports/view/456

Enam bulan kemudian, Jokowi membiarkan warga Pademangan Jakarta Utara terperangkap banjir sementara dia asik-asikan nonton konser musik di Malaysia.

http://www.yiela.com/view/3133642/banjir-tak-kunjung-ditangani-warga-pademangan-ancam-gelar-demo

http://m.kompasiana.com/post/read/641988/3/rakyat-tenggelam-jokowi-nonton-konser.html

Saat itu sulit dibayangkan bagaimana nasib Indonesia di tangan orang seperti Jokowi dengan rekam jejak seperti tergambar di atas, hanya mementingkan diri sendiri; tidak peduli pada nasib dan penderitaan rakyat serta kapasitas memimpin yang sangat rendah. Namun apa lacur, akhirnya Jokowi-JK ditetapkan Mahkamah Konstitusi sebagai pemenang pilpres sekalipun mereka melakukan berbagai kecurangan, seperti menjerumuskan Ketua KPK Abraham Samad agar berpihak kepada mereka dengan iming-iming jabatan cawapres; membuat polisi aktif berpihak melalui Komjen Budi Gunawan, sampai keinginan menyedot data KPU sebagaimana disampaikan Akbar Faisal melalui pesannya yang bocor baru-baru ini; dan KPU melalui Komisioner Hadar Gumay berpihak kepada mereka, entah dengan iming-iming apa.

Walaupun mimpi buruk Indonesia sudah di depan mata, namun saya masih sempat berdoa agar perkiraan saya salah, tetapi harapan ini juga tidak terkabul, karena hanya membutuhkan waktu enam bulan untuk membuktikan bahwa Jokowi adalah pemimpin paling tidak profesional, paling tidak hati-hati, paling anti hak asasi manusia, paling korup dan paling tidak bisa dipercaya di sepanjang sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fakta ini terpampang jelas dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang kian hari kian memuncak dan sekarang sudah terungkap bahwa Jokowi memang benar sekedar perpanjangan tangan dari Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri, atau yang kerap disebut sebagai petugas partai alias Jokowi adalah boneka Megawati.

Kekecewaan rakyat kepada Jokowi dimulai ketika Jokowi kembali memperlihatkan tabiat aslinya yang gampang berjanji tapi gampang pula tidak menepati dalam proses pembentukan kabinet yang menurut janji kampanye akan menjadi kabinet ramping berisi kalangan profesional, namun yang terbentuk malah kabinet super gemuk yang dialokasikan kepada kader-kader partai pengusung. Apabila kursi di kabinet sudah tidak cukup, maka untuk menampung "relawan-relawan pro Jokowi," akan dibuat pos baru seperti Kepala Staf Kepresidenan bagi Luhut Binsar Panjaitan atau sekalian membuka lebar-lebar kursi direktur dan komisaris BUMN untuk dirampok oleh orang-orang pendukung Jokowi. Apabila pos jabatan tidak diperlukan pengusungnya, maka Jokowi akan memberikan proyek besar seperti sonangol kepada Surya Paloh dan Mobnas kepada AM Hendropriyono.

Tidak lama setelah operasi bagi-bagi jabatan dan proyek itu, Jokowi kembali mengecewakan rakyat dengan membuat kebijakan yang menambah beban hidup rakyat melalui penyerahan harga BBM, tarif dasar listrik, kereta api dan berbagai kebutuhan hidup lainnya kepada harga pasar.

Kebijakan dari Jokowi juga lebih banyak asal buat, asal jadi dan tidak dipikirkan terlebih dahulu, misalnya kejadian memalukan ketika Jokowi dengan bangga mengakui dia tidak membaca peraturan presiden sebelum menandatangani, atau ketika dalam acara panen raya dia menyampaikan bahwa tidak akan melakukan impor beras, tapi selang berikutnya, Jokowi malah menandatangani instruksi presiden yang mengizinkan impor beras karena kebijakan larangan impor beras telah menyebabkan harga beras membumbung tinggi tidak terhingga. Belum lagi kejadian memalukan ketika Jokowi membuat pencitraan dengan membagi-bagikan traktor kepada petani, tapi setelah Jokowi pergi, pihak pabrik menarik kembali traktor tersebut karena ternyata traktor yang diserahkan oleh Jokowi kepada petani hanya pinjaman dan hanya untuk kepentingan wartawan untuk mengambil gambar ratusan traktor dan "pemberian" traktor oleh sang presiden kepada petani. Memalukan.

Baru-baru ini asal bunyi Jokowi juga menimbulkan kejadian memalukan bagi wajah Indonesia, karena dengan semangat pencitraan di acara KAA, Jokowi menyampaikan pidato berisi penolakan terhadap Bank Dunia, IMF dan ADB, tapi keesokan harinya menerima hutang besar dari RRC ratusan trilyun dan membantah sendiri bahwa dia anti IMF karena Indonesia masih menjadi debitur IMF. Pernyataan asal bunyi yang dibantah oleh SBY, Wapres Jusuf Kalla, Menteri Keuangan, Bank Indonesia dan IMF sendiri. Mengerikan, presiden malah mengandalkan data yang salah dan menyampaikannya ke depan publik sebagai fakta. Memalukan.

Semangat pencitraan itu juga yang menyebabkan posisi luar negeri Indonesia hancur karena Jokowi gagal melakukan lobi-lobi diplomasi untuk menjelaskan posisi Indonesia terhadap hukuman mati sehingga mengurangi resistensi negara-negara sahabat. Yang dilakukan Jokowi malah membusungkan dada dengan menaikan citra nasionalis dirinya dan bersikap keras terhadap negara-negara tetangga yang warganya akan dihukum mati di Indonesia. Akibatnya fatal, negara Australia, Brazil, dan Perancis sekarang tersinggung dengan ulah Indonesia menghukum mati warga negaranya dengan dalih "ini hukum Indonesia" padahal Jokowi menolak membaca permohonan pengampunan yang dikirimkan oleh para terpidana mati tersebut. Arogansi Jokowi ini tidak pelak lagi menghancurkan reputasi Indonesia di mata internasional.

Tidak sulit diduga, bahwa Jokowi adalah demagog yang dimaksud oleh Mahfud MD, yaitu agitator-penipu yang seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya. Demagog biasa menipu rakyat dengan janji-janji manis agar dipilih tapi kalau sudah terpilih tidak peduli lagi pada rakyat; bahkan dengan kedudukan politiknya sering mengatasnamakan rakyat untuk mengeruk keuntungan. Sikap Jokowi yang pro korupsi terlihat dengan terang benderang melalui caranya mendukung secara diam-diam operasi polri menghancurkan KPK, antara lain dengan memecat Kapolri Jenderal Sutarman dan Kabareskrim Suhardi Alius untuk digantikan dengan Badrodin Haiti-Budi Gunawan sebagai Kapolri-Wakapolri dan Budi Waseso sebagai Kabareskrim; dan terakhir memecat Abraham Samad dan Bambang Widjojanto karena lancang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka rekening gendut.

Kecuali Jokowi diturunkan dalam tempo sesingkat-singkatnya, sulit dibayangkan kehancuran Indonesia di tahun kelima kepemimpinannya. Mengerikan!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun