Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

[KYB] Old School Breakers

18 Februari 2013   13:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:06 456 8
Tahun 1985-1986 adalah tahun di mana saya keranjingan breakdance alias tari kejang yang oleh Rudi Badil di radio Prambors Rasisonia dulu disebut sebagai joget pedot, jogetane londho. Breakdance buat saya dan teman-teman dulu bukanlah sekedar tarian. Breakdance juga adalah cara berpakaian, cara bergerak, cara memandang segala sesuatu, dan sebagai... perlawanan! Perlawanan? Ya ini adalah sebuah kisah perlawanan... Sabtu Siang di pertengahan 1985 itu, usailah sudah ulangan umum terakhir kelas 5 SD. Sebagai breakers hal ini ingin kami rayakan dengan mengadakan show dadakan di trotoir di depan halaman sekolah. Sebenarnya pihak sekolah sudah melarang tarian ini di lingkungan sekolah. Alasannya, konon, breakdance bisa menyebabkan konsentrasi siswa ke pelajaran di sekolah menjadi berkurang yang berakibatnya pada rendahnya prestasi belajar seperti ditunjukan oleh hasil nilai EBTANAS, menggoyahkan sendi-sendi ketakwaan siswa maupun sendi-sendi perekonomian bangsa di kelak kemudian hari. [caption id="" align="aligncenter" width="363" caption="Kira-kira begini show di depan sekolahan"][/caption] Tapi kami cuexxx...The show must go on. Teman saya, Indra sudah bawa Mini-Compo (bukan mini kompor, red). Teman saya lainnya, Panca,  sudah bawa kardus bekas tivi yang bakal jadi alas menari. Saya sendiri sudah pakai ikat kepala a la petenis Bjorn Borg dan pakai sarung tangan vespa punya Om saya yang jari-jarinya sudah saya guntingi. Pokoknya kita semua sudah still banget saat itu. [caption id="" align="aligncenter" width="218" caption="Ini petenis Bjorn Borg, bukan Breaker"][/caption] Setelah Panca yang wajahnya mirip Mick Jagger menggelar alas karton bekas kardus tivi, kami pun mulai menari tari kejang dengan iringan kaset dari Mini Kompo milik Indra. Hanya dalam hitungan detik saja, penonton mulai berkerumun yang terdiri dari abang-abang penjual es pudeng (plus anak-anak ayamnya yang berwarna pink), ibu-ibu yang menjemput anak-anak sekolah, supir-supir bus jemputan dan tentu saja anak-anak SD lainnya yang mayoritas nonton sambil makan baslok (baso colok, red.) ataupun permen cecek. Bergantian kami beraksi: Indra, Panca, Alex, Helmi, Erik, Flo, Kandar, Jay dan saya sendiri. Mulai dari gaya moonwalk a la maling kepergok, electric boogey, donkey, spyder, windmill, kelabang, kaki seribu, kecoak, undur-undur sampai baling-baling dan kora-kora maupun bonga-bonga, habis semua kami tampilkan. Ibu-ibu dan remaja putri yang menonton pun semakin riuh rendah, histeris sambil bertepuk tangan dan bersuit-suit tak karuan disela dentuman keras musik breakdance. Jurus keahlian saya adalah headspin alias berputar di atas kepala dengan kaki di udara. Jurus ini sulit bagi breaker kebanyakan, namun buat saya mudah karena saya dulu paling hobby menonton acara akrobat asuhan Pak Tepong di tvri. Saking berbahayanya maka saya selalu berpesan kepada adik-adik pemirsa acara breakdance di depan sekolahan: kids don't try this at home! Tiba jugalah giliran saya memperagakan headspin. Sambil ber-headspin saya memejamkan mata alias mirip biar nggak puyeng... Sayup-sayup sambil berputar kepala di bawah, saya masih mendengar musik dan riuh-rendah penonton. Sambil terus berputar saya mendengar suara musik tiba-tiba menghilang demikian juga suara penonton. Pelan-pelan saya berhenti, membalik badan dan membuka mata...dan.. .....dweeennngg!! Teman-teman saya sudah lenyap, mini compo si Indra juga sudah menghilang, begitu juga sebagian besar penonton. Yang tinggal hanyalah... Suster kepala sekolah berdiri berkacak pinggang di depan mata!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun