Banyak artikel yang ditulis di Kompasiana maupun di media massa cetak dan elektronik lainnya yang ditulis berkenaan dengan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Tugu Tani, Jakarta, hari Minggu 22 Januari 2012 yang lalu. Dugaan sementara yang dilontarkan pihak kepolisian di media massa terkait dengan penyebab kecelakaan adalah adanya penggunaan obat-obatan terlarang dan konsumsi minuman beralkohol oleh pengemudi. [caption id="" align="alignright" width="307" caption="Alat detektor alkohol lewat nafas (sumber: autoguide.com)"][/caption] Banyak pihak juga mengusulkan diadakannya razia penggunaan alkohol bagi para pengemudi, misalnya dengan detektor tiup untuk mengetahui besarnya kadar alkohol dalam nafas pengemudi. Tapi sebelum razia itu dapat dilakukan, nampaknya banyak yang tidak tahu bahwa
di negara kita belum ada peraturan tentang kadar alkohol dalam darah pengemudi. Jika perangkat lunak (baca: peraturan)nya belum ada, apakah ada gunanya membeli alat-alat detektor alkohol lalu melakukan razia? *** Pada dasarnya alkohol memang dilarang diperdagangkan secara umum di negara kita. Namun di sisi lain, sudah menjadi fakta pula bahwa konsumsi alkohol semakin menjamur di kota-kota besar dan mulai ikut berkontribusi sebagai suatu penyebab kecelakaan lalu lintas. Peraturan yang tegas diperlukan tidak hanya di
hulu, di sektor perdagangan minuman beralkohol, namun juga di
muara, misalnya pada sektor keselamatan berkendara. Tertib lalu lintas di Indonesia bersumber pada
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan . Pasal 106 UU ayat (1) menyebutkan:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Selanjutnya penjelasan pasal dan ayat ini menyebutkan:
Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan. Terkait dengan konsumsi alkohol, dari pasal 106 ayat 1 dan penjelasannya ini dapat disimpulkan bahwa: "setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena meminum minuman yang mengandung alkohol (atau obat-obatan) sehingga mempengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan." Dengan kata lain,
seorang pengemudi boleh meminum minuman yang mengandung alkohol (atau obat-obatan) sejauh hal itu tidak mempengaruhi konsentrasi dan kemampuannya dalam mengemudikan kendaraan. Pertanyaannya: sejauh mana alkohol tidak mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan seseorang dalam mengemudikan kendaraan? Berapa kadar alkohol dalam darah atau dalam nafas seorang pengemudi yang dapat ditolerir? ***
Suatu halaman internet merangkum kadar alkohol (
Blood Alcohol Concentration atau
BAC) yang diijinkan dalam mengemudikan kendaraan di berbagai negara di dunia. Indonesia tergolong sebagai negara di mana alkohol tidak diijinkan (
alcohol prohibited), tapi pada saat yang sama Indonesia juga tergolong sebagai negara di mana tidak ada peraturan yang mengatur kadar alkohol dalam mengemudi (
NL=no BAC limit). Di Singapura, kadar alkohol diatur dalam
Road Traffic Act (
Chapter 276) sebesar 35 mg alkohol per 1 liter nafas atau 80 gram alkohol per 1 liter darah pengemudi. Di Jepang kadar tersebut adalah 30 gram/liter (nafas). Contoh lain: di Spanyol, negara di mana minuman beralkohol merupakan bagian dari keseharian, kadar alkohol di atur dalam Undang-Undang Keselamatan Jalan (
Ley de Seguridad Vial). Untuk pengemudi
biasa kadar alkohol dalam nafas adalah 0,25 mg/liter dan dalam darah adalah 0,5 gram/liter. Di Spanyol, peraturan ini lebih ketat diberlakukan untuk pengemudi profesional seperti supir bus, supir truk dan untuk pengemudi pemula (yang baru mendapat SIM di bawah 2 tahun): 0,15 mg/liter (nafas) dan 0,3 gram/liter (darah). Angka-angka yang dituangkan dalam undang-undang keselamatan jalan di negara-negara tersebut pada umumnya
harus dihafal mati oleh mereka yang ingin mendapatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Adakah Anda pernah mendapat soal tersebut pada saat ujian mengambil SIM di Indonesia? ***
KEMBALI KE ARTIKEL