SI Io-begitulah ia dipanggil yang sebenarnya ia bernama Satrio- sedang memecahakan Kode Rahasia R Ng Ronggowarsito-seorang pemikir ramalan Raja kediri Jayabaya- atas Ratu Adil yang di gambarkan dalam 4JJI yang nantinya akan meberikan kesejahteraan Kertosaji.
"Galah itu bernama 'alif' yo!" sebuah bisikan dalam samadinya.
"Galah keadilan memang tak sepicik itu namun galah itu adalah betapa Ia sang Maha Kuasa yang bisa menyatukan hati mereka yang tertidas, menyentuh dengan kelembutan dan tak kan ada sekat lagi antara si kaya- si miskin untuk saling berbagi di dunia."
"Ia bukanlah sang mesias palsu seperti yang selama ini berkuasa menumpuk hutang-hutang yang dibebankan kepada bangsa yang kemudian menjual sebuah gunung penuh emas kepada bangsa lain lalu menyamar dan mengangkat dirinya sebagai Satria Piningit yang selama ini diimpikan- Raden Suharta-."
"Satria Piningit Sejati yang akan merebut galah dari mulut rasekso itu adalah mereka-mereka yang bersatu untuk menghentikan permainan ketidak adilan yang terus menerus menggerogoti bangsa ini."
Mereka itulah manusia-manusia yang memiliki sepak terjang yang tak kan pernah keluar dari Kitab Piwulang yang agung."
Renungan Satrio terkagetkan sebuah suara petir, ia beranjak dari tempatnya. Bersiap-siap puasa itulah yang ia lakukan setiap teringat ketidak adilan -seperti piweling mbok Setio simbahnya-.
"Oh Keadilan mengapa hanya permainan." Keluh Satrio dalam hati.
Piweling dari Mbok Setio, "Peperangan dengan Rasekso itu hanya ada dalam puasa kita cucuku!"
Satrio mengurungkan niatnya untuk mencongkel gigi-gigi korupsi sang rasekso, "Biarlah sang Hyan Angkoso menjelma, walapun entah kapan semoga aku bisa menundukkan rasa tidak sabar ini".