“Terimakasih Mas,” ucapnya lembut. Entah sudah berapa kali ia menitikkan air mata. Mushaf masih dalam keadaan terbuka di atas meja kayu, beberapa lembar basah oleh tetesan air mata. Bidadari di hadapanku tak mampu menyembunyikan tangis bahagia. Meski masih terbata-bata, aku menyimak alunan huruf demi huruf yang terbaca.
KEMBALI KE ARTIKEL