Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mau Merasakan Nikmatnya "Anu" ? Tipu Diri Anda

12 Juni 2014   16:25 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:05 47 0
Pernahkah kita menipu diri selama hidup kita sampai detik ini ?. Siapapun dari kita mau tidak mau harus bersinggungan dengan faktualitas kehidupan dengan beragam respon dari dalam diri kita. Respon dalam menanggapi setiap stimulus kehidupan setiap hari juga mewarnai perjalanan hidup kita di dunia ini. Dalam ranah lebih dalam, terpikirkah oleh kita bahwa kita perlu menipu diri kita agar beberapa fenomena kehidupan ini bernilai dan berharga bagi diri kita, serta memberikan manfaat relaksasi bagi kesumpeg'an (kebingungan) diri kita dalam mengahadapi kompleksitas problematika hidup.

Setiap manusia tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas yang bila dinalar dengan logika, memang memerlukan pembalikan pemikiran untuk merealitaskan aktivitas tersebut menjadi sesuatu yang benar-benar memberikan stimulus positif atau negatif terhadap diri kita. Aktivitas-aktivitas tersebut bisa secara sadar kita lakukan, bisa juga kita hadapi secara tak sadar, tergantung situasi dan kondisi yang menjadi impuls pemikiran kita. Misalnya saja saat melihat film, agar memberikan stimulus entah itu positif atau negatif terhadap diri kita, mau tidak mau, kita harus menipu diri kita dengan menjadikan film tersebut sebagai bentuk realitas yang seolah terjadi pada saat bersamaan kita melihat film. Pun, sama halnya ketika kita menonton pertandingan sepak bola. Kita tidak akan mampu memberikan respon berteriak "gooooolllll, hore" atau "hallah" atau misuh (jawa) ketika kita tidak menjadikan tontonan pertandingan sepak bola itu merupakan realitas yang terjadi dalam benak pikiran kita. Kita tidak akan pernah pula merasakan asyik dan nikmatnya ketika bola berhasil digolkan oleh pemain idola kita.

Hal yang seperti demikian, menuntut pikiran kita untuk tidak sadar namun dalam taraf yang normal. Karena meskipun kita dalam kondisi tidak sadar bahwa hal itu bukanlah realitas dalam diri kita yang sebenarnya, kita masih bisa berpikir secara normal dan impulsif. Buktinya, mungkin banyak orang di sekitar anda yang mampu dengan jeli menjelaskan kelemahan dalam pertontonan film tersebut, atau, ada sebagian orang di sisi anda yang mampu menganalisa kenapa Atletico Madrid kalah melawan Real Madrid. Lha, dalam ranah inilah pikiran kita hendak diajak untuk menikmati kehidupan ini dengan menipu diri sendiri.

Jika kita tidak menipu diri sendiri, maka hidup kita tidak akan mampu menikmati setiap aktivitas-aktivitas tersebut. Kita tidak akan merasakan indahnya seni dan budaya karya manusia. Tanpa menipu diri, tontonan film hanyalah berupa gambar yang bergerak dalam pita magnetis atau dalam piringan kaset CD, begitu pula tayangan sepak bola tak lebih tampak seperti anak kecil yang dengan riangnya saling berebut bola untuk dimasukkan ke dalam gawang. Inilah kemampuan manusia dibandingkan dengan mahluk yang lainnya, mampu menikmati hal fiktif yang ditransformasikan dalam bentuk realitas sehingga menghasilkan produk berupa respon bahwa stimulus yang diberikan adalah fakta-fakta yang harus "dipaksakan" logis menurut pikiran, posisi dan kondisi.

Dengan demikian, untuk dapat merasakan nikmatnya "anu", yaitu karunia Tuhan, kita juga diberikan ruang-ruang yang dikhususkan bagi kita untuk menipu diri agar nikmat "anu" tersebut tersampaikan dan merasuk kepada diri kita melalui budaya manusia serta karya sastra dan seni, yang sebenarnya juga merupakan pengejawantahan adanya Tuhan sebagai sang Maha Pencipta dan keberagaman cerita hidup manusia dan semua mahluk semesta ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun