Ia tak kenal lelah untuk mengayuh becaknya sambil menyapa dan akrab kepada pengguna jasanya itu. Namanya saja usaha, tentu ada untung ruginya. Tak jarang ia menerima pengguna jasanya yang terlalu kejam menawar ongkos ketetapannya, tak sering pula ia justru tersenyum simetris sebab pengguna jasanya itu memberikan ongkos berlebih kepadanya. Memang terasa nikmat hidup ini baginya, meskipun hanya sekedar tukang becak, tetapi ia berusaha menjalaninya dengan penuh lapang dada.
Meski ia selalu hidup di jalanan menunggu dan mengantar pengguna jasanya, ia bersyukur kepada Tuhan sebab ia masih diberi hidayah untuk tetap beribadah kepadaNya. Pagi, siang, sore, dan malam, ia mengayuh roda becaknya yang berat itu sambil mampir ke setiap masjid dan musholah dimana pun ia temui. Maka tak heran, banyak orang yang tak sealamat dengannya juga tampak tersenyum jika bertemu dan bersua. Memang, kegigihannya itu membuat semua orang kagum kepadanya. Ini bukan kebetulan menurutnya, sebab ia menyakini jika ia mendekat kepadaNya, insya Allah Tuhan juga mendekatkannya kepada rezeki yang halal dan saudara dan sahabat yang baik hatinya.
Suatu ketika ia merenung, ia berpikir tentang hari tuanya yang tak lama lagi baginya untuk kembali menghadap Tuhan. Ia memegang wajahnya yang keriput itu, ia memegang tangannya yang penuh dengan saluran pembulu darah yang lemah itu, ia berkaca pada kaca becaknya, bahwa rambut kepalanya yang sudah beruban sangat banyak. Ia sudah tua, renta, dan tak berdaya guna lebih. Sedang anaknya yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, tak ia harapkan bahwa anaknya akan menjadi seorang tukang becak sepertinya, ia selalu berdoa agar anaknya kelak menjadi pembesar negara yang baik dan berbudi luhur.
Suatu ketika ada kejadian yang sangat tak dapat ia lupakan. Ketika pengguna jasa becaknya berbicara tentang becaknya, "Pak, becak bapak bagus penuh hiasan yang Islami, saya suka..", begitu celetuk pelanggan setia becaknya itu. Namun jawabnya, "Becak saya biasa saja kok, Pak..ini becak warisan bapak saya dulu, daripada tidak digunakan, saya gunakan saja dan saya beri hiasan-hiasan dan lafal-lafal ini,..". Sahut pelanggannya, "Oh, begitu, bagus Pak...".
Hari demi hari ia lalui sedemikian rupa sehingga ia tak pernah merasakan penat dan panasnya jalanan metropolitan itu. Dan sampailah pada suatu saat ia mendapat sebuah musibah besar. Karena becaknya sudah tua dan lebih tua darinya, tak tersangka remnya jebol sehingga ia dan becaknya bertabrakan dengan sebuah truk buah durian. Becaknya terseret dan masuk jurang, sementara ia terkapar dan tangannya patah. Sontak, anak dan istrinya pun terkaget dan langsung ke tempat kejadian, ia menangis histeris di tempat itu, ia tak kuasa menahan air matanya meleleh saat suaminya itu terkulai lemas setengah bernyawa itu. TKP pun ramai dan segera membawa pak Gurem ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan penanganan serius terhadap lukanya.
Namun, malang nasibnya kini. Ia sudah dipanggil oleh Tuhan penciptanya. Tepat jam 10.00 WIB hari jumat, seluruh kampung mengumumkan kepergiannya dari dunia fana. "Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun..telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak Gurem bin Hasanul basri, pada jam 10.00 hari jumat, almarhum akan disemayamkan hari ini ba'da sholat jumat berjama'ah, semoga amal beliau diterima oleh Allah SWT, diampuni segala dosanya dan keluarganya yang ia tinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan oleh Allah SWT, al fatihah...", begitulah irama pengumuman pak Gurem yang sudah tiada.
Setelah disemayamkan, sesak tangis masih terdengar di rumah keluarga pak Gurem sebab kebaikannya dalam mengayomi keluarga dan anak-anaknya tak pernah lekang hingga detik kematiannya. Namun, tepat tujuh hari kematiannya, anaknya yang pertama pada malam sebelumnya bermimpi bertemu pak Gurem. Ia melihat dalam mimpinya, wajah pak Gurem tampak hitam kelam dan gosong seperti terkena bara api. Tetapi tiba-tiba ada yang datang dari kejauhan seorang yang berbaju serba putih dan bercahaya, lalu ia cium kening wajah bapaknya itu sehingga wajah bapaknya tampak berseri-seri. Maka terdapat suara entah darimana datangnya terdengar oleh anaknya itu dalam mimpinya.
"Hai fulan, tahukah engkau siapa orang yang datang kepadamu itu ?"
"maaf, saya tak tahu siapa beliau itu.."
"dialah Muhammad, nabimu.."
"lalu kenapa saya dicium oleh beilau ?"
"tahukah engkau, mengapa aku menyuruhnya mencium wajahmu ?"
"saya tidak tau.."
"sebab engkau sangat mencintainya, tahukah mengapa engkau ku ampuni kesalahanmu ?"
"saya tidak tahu..."
"dahulu aku melihat rapor harianmu berwana merah,..tetapi dosamu itu ku ampuni sebab karenamu yang menempel lafal Sholawat atas kekasihku di becakmu, lalu setiap orang membacanya di dalam hatinya, itulah mengapa dosamu ku ampuni..."
"oooh...begitu toh, ya matur sembah nuwun Gusthi Allah,...itu sebenarnya becak peninggalan bapak saya dulu, daripada tidak bermanfaat saya pakai dan saya hiasi dengan lafal Sholawat, begitu Tuhanku..."
"lhoooo....jangan malah ceritain aku toh, wong aku ini lebih tau daripadamu, aku sudah tahu sebelum kau mengetahui.."
"maaf Gusthi Allah..."
"Ya, dosamu sudah aku maafkan, sekarang menantilah kiamat datang untuk menuju surgaku, ok bro...deal ? deal ?"
"ok Gusthi Allah, saya sangat deal.."
Langsung anaknya pun terbangun dan menceritakan mimpinya kepada ibunya.