Jika upah 2015 di DKI Jakarta sesuai dengan kesepakatan pemerintah adalah sebesar Rp. 2.700.000,- mengapa buruh menolak? Apakah kurang? Saya yakin jika tipikal buruh "ngotot" tsb diberi upah Rp. 60.000.000,- sebulan pun tidak akan cukup! Jika GAYA HIDUP dan POLA PIKIR buruh tsb tidak dirubah. Menghabiskan uang Rp. 60.000.000,- kurang dari 1 bulan itu mudah sekali. Belikan motor sport 250 CC, masih sisa Rp. 4.000.000,- lalu belikan Helm dan Pakaian Perlengkapan Berkendara. Habis dehhh... Kembali ke Ada Apa Dengan Buruh? jika buruh tersebut single alias bujang alias belum kawin, saya yakin cukup. Tetapi bagi buruh yg sudah kawin alias bekeluarga? Bisa jadi Pas2an atau Kurang. Nah permasalahannya adalah jika kurang, apakah ada aturan kewajiban perusahaan menanggung seluruh beban hidup keluarga si buruh?? Jika ada perusahaan seperti itu, saya mau jadi buruh! Â Kembali lagi, Ada Apa Dengan Buruh?! GAYA HIDUP dan POLA PIKIR "buruh ngotot" ; Gaya hidup dan Pola Pikir buruh tsb dipengaruhi oleh beberapa faktor. Saya tidak mau membahas faktor-faktor tersebut, tetapi ada satu faktor yg saya mau bahas yaitu Faktor "NAFSU TIDAK TERUKUR ; Faktor "NAFSU TIDAK TERUKUR" tersebut yg membuat buruh tidak puas, tidak bersyukur dengan upah yg diterimanya dan tidak memakai upah hasil kerjanya tersebut dengan bijak. Akibat Nafsu Tidak Terukur, Semua yg di "inginkan" itu di beli! Contoh; Kemampuan buruh seharusnya paling top bayar cicilan kreditan motor sebulan adalah Rp. 580.000 selama 26 Bulan, karena "Lapar Mata dan Gengsi" belilah motor Sport 150 CC keluaran terbaru, buat gagah2an.... Jadilah cicilan kredit perbulan Rp. 1.180.000,- itu pun 36 Bulan. Belum lagi bayar kontrakan, belum lagi biaya kebutuhan hidup, belum lagi biaya perawatan kendaraan, belum lagi pajak kendaraan per tahun, belum lagi bahan bakar, belum lagi harus setor ke keluarga. Coba saja dibayangkan..... apakah cukup?? Jika sudah tidak cukup, apakah perusahaan yg harus tanggung beban? Apakah perusahaan yg disalahkan? Ingat!! Menjadi buruh adalah KEPUTUSAN dan Beban biaya hidup pun adalah HASIL dari KEPUTUSAN. Jika karena GENGSI Â supaya dipandang KEREN di pandangan orang lain, tetaplah HARUS UKUR KEMAMPUAN! Kalo tidak mampu?!! Ya Terima....Syukurilah yg ada....
Perusahaan memiliki permasalahan sendiri, permasalahan yg buruh tidak tahu.... Jangan berpikiran sempit dan picik! Yg menuduh perusahaan selalu mau untung besar dan sudah untung besar! Ada hal2 yg tidak diungkapkan perusahaan kepada buruh, misalnya persaingan lokal dan luar negeri (hantaman produk luar negeri dgn produk yg nyaris sama), kenaikan harga bahan baku, daya beli pasar terhadap produk perusahaan, nilai susut investasi, permasalahan pajak dan beacukai, kenaikan suku bunga kredit dan nilai tukar rupiah, dsb. Apakah buruh mengetahui secara detail mengenai hal2 tsb?? Apakah buruh bisa memberi solusi?
Belajarlah bijak dalam setiap mengambil keputusan. Keputusan yg baik menghasilkan sikap, perilaku dan kehidupan yg baik.... Bersyukurlah.... Sebab banyak masyarakat di daerah2 lain dan bahkan di luar negeri yg mau jadi buruh dgn gaji yg diterimanya dan siap menggantikan posisi para buruh yg gaya dan pola pikirnya mengikuti "Nafsu Tidak Terukur".