Cahaya bulan seperti jemari ibu yang mengusap anak-anak rambutku, yang memelukku dalam dingin dan membelaiku dalam tangis
Sepotong sajak yang pagi tadi kutulis dikertas bekas bungkus gorengan itu masih melekat dalam benakku. Ibu, batinku berulangkali memanggil nama itu. Ada sebuah kepedihan yang aneh, seperti anehnya merasa kehilangan sesuatu jika sesuatu itu tak pernah kita miliki. Bagaimana mungkin merasa kehilangan kalau kita tidak pernah memiliki ?
Begitulah, setiap kali aku mendengar kata “Ibu”, rasa kehilangan yang aneh itu segera menyergapku. Aku kehilangan seorang ibu tapi aku juga tak pernah merasa memiliki seorang ibu. Aku merindukannya sementara aku pun tak pernah bertemu dengannya. Sehingga aku tidak tahu pasti apa arti kata “ibu”.
Seringkali aku berpikir bahwa aku adalah Adam yang lahir tanpa ayah dan ibu. Karena satu-satunya orang yang aku kenal sebagai keluarga hanyalah Pak Seno. Penjaja teh botol itulah yang wajahnya selalu menyapaku sebelum tidur. Seringpula ia berkisah, kisah tentang jaya nusantara lama, atau berdongeng tentang panah-panah sakti arjuna, bercerita tentang bawang merah dan bawang putih, hingga suatu waktu ketika ia berbicara tentang Malin Kundang, kurasakan air mataku mengalir.
“Kasihan Ibu itu, kebaikannya dikhianati anaknya sendiri. Anak yang durhaka itu pun dikutuk jadi batu…”cerita Pak Seno malam itu.
“Tapi Pakde, apa ada ibu yang tega mengutuk anaknya menjadi batu ?”
“Ada Nduk, karena anaknya luar biasa durhakanya seperti Malin yang durhaka itu.”
“Pakde, apa saya anak yang durhaka ?”
Pak Seno menatapku. Aku tahu ia terkejut.
“Kenapa ibuku tidak pernah datang kesini dan menjengukku, apakah aku telah durhaka kepadanya, Pakde ?”tanyaku yang semakin deras mengucurkan air mata.
Pak Seno mengusap air mataku, sementara ia sendiri mulai menangis. Akhirnya saat itu, cerita tentang diriku pun mengalir darinya. Sebuah cerita yang kemudian menjadi sembilu bagi hatiku.
“Kamu harus tabah ya Nduk !”nasihat Pak Seno waktu itu.
Ya, aku harus tabah menerima kenyataan ini. Bahwa aku adalah anak yang dititipkan ketika bayi, aku adalah anak yang dibuang, aku adalah anak haram yang tumbuh dalam belaian jemari kasar pengasuhku, Pak Seno.