Sosok Jokowi memang benar-benar fenomenal. Di antara kemiskinan figur pemimpin, Jokowi tampil dan menampilkan diri sebagai pribadi terpimpin. Layak menjadi teladan karena dicintai rakyat. layak mendapat promosi karena memang Jokowi berprestasi. Dan layak diperhitungkan oleh para lawan politik yang begitu ambisius untuk menguasai kursi jabatan. Tak cukup dengan sindiran, bahkan kampanye negative pun dilakukan.
Menyimak beragam tulisan di media, baik cetak maupun elektronik, saya benar-benar tak menyangka. Jokowi yang Cuma wong ndeso dari Solo ternyata mampu menghentak dan menghentakkan degub jantung banyak orang yang mengaku dirinya jago. Jika lawan politik menggunakan cara-cara kotor seraya memancing perhatian dengan beragam isu, Jokowi adhem-ayem saja menanggapi beragam isu itu. Dan isu terbaru adalah kopiah.
Sungguh lucu dan teramat lucu, sebuah kopiah dihubung-hubungkan dengan penghinaan kepada suatu kaum atau etnis. Kopiah itu adalah asesoris yang konon melambangkan kesalehan seorang lelaki muslim. Kopiah dikenakan karena dirinya merasa memiliki kharisma sebagai pribadi relijius. Maka, banyak orang menggunakan kopiah untuk menutupi borok atas beragam kasus berdosa yang melibatkan dirinya.
Cobalah kita menengok perilaku para terdakwa dan terpidana. Semasa masih bebas, mereka bebas melampiaskan nafsu atas dunia. Dengan kewenangan dan kesempatan yang dimiliki, mereka berusaha meraup duit sebanyak-banyaknya demi memuaskan nafsu keduniaan. Sekali-dua kali mungkin mereka bisa selamat dari pengamatan manusia. Namun, Tuhan Maha Melihat dan pasti tidak akan membiarkan nafsu itu terus merugikan banyak orang. Maka, dibukalah aib orang itu. Ditangkaplah oknum pejabat itu. Dan dibawalah orang itu ke meja hijau untuk memertanggungjawabkan perbuatan dosanya.
Ketika telah nyata-nyata tertangkap, perilaku oknum itu berubah 180 derajat. Semasa masih bebas, oknum itu mungkin tak pernah menyentuh air wudlu. Ketika masih bebas berkeliaran, oknum itu mungkin tak pernah menunaikan salat. Dan ketika masih menjabat, oknum itu tak pernah terlihat mengenakan kopiah. Namun, sungguh tak masuk akal. Begitu diseret ke depan hakim, para terdakwa itu mengenakan kopiah, jenggot, atau jilbab. Mungkin ia ingin dilihat sebagai orang yang sudah saleh. Saleh apanya?
Jokowi tidaklah berlaku demikian. Antara kata dan perbuatan berusaha dijalankan secara bersama. Cobalah kita tengok sejarah pemerintahan Kota Solo. Pernahkah kita membaca berita tentang keterlibatan Jokowi pada tindak korupsi? Jika toh tersiar kabar tentang korupsi di pemerintahan Kota Solo, itu dilakukan oleh bawahannya. Dan Jokowi telah berjanji untuk tidak melindungi semua bawahan yang nyata-nyata terlibat kasus korupsi. Berita terbaru tentang itu adalah kasus korupsi pungutan di Terminal Tirtonadi Solo. Jokowi tak mau melindungi anak buahnya. Kini, sebagian pejabat Terminal Tirtonadi mulai disidang, diputus, dan dimasukkan penjara.
Tidak hanya itu. Dalam tatarankehidupan social kemasyarakatan, Jokowi nyaris membuat semua warga terharu. Adalah kebiasaan Jokowi yang suka blusukan alias keluyuran ke gang-gang sempit untuk menemui warganya tanpa protokoler. Warga bebas menyampaikan keluhan. Bahkan, Jokowi sering membagi uang kepada warga sekadar untuk menyenangkan mereka. “Tidak tega rasanya saya dating tanpa meninggalkan apa-apa” ucap Jokowi dalam hati (mungkin).
Kini, Jokowi berusaha tampil ke pentas politik lebih besar. Jokowi akan berusaha meyakinkan warga Jakarta. Bahwa dirinya adalah pemimpin yang diinginkan warga Jakarta. Jokowi datang dan tidak berambisi pribadi. Namun, Jokowi dating menawarkan solusi atas beragam problem yang dimiliki Jakarta. Sebagai warga negara Indonesia, Jokowi merasa berkewajiban menata Jakarta karena Jakarta adalah Indonesia (mini). Jika Jakarta baik, tentu semua tamu akan mendapat kesan positif atas Indonesia. Dan itu pun berlaku sebaliknya.
Agaknya banyak media membaca niat baik itu. Hamper semua media memberitakan segala tindakan Jokowi. Maka, Jokowi benar-benar kian tak terbendung dan menguasai media. Jelas media memang berusaha mengfungsikan diri sebagai agent of change. Meskipun media tidak boleh berpihak kepada kepentingan pribadi, Jokowi adalah sumber berita yang layak diberitakan karena memang kepribadian Jokowi sangatlah baik. Jadi wajar jika hamper semua media memberitakan kebaikan Jokowi. Karena itulah, kadang Jokowi diuntungkan karena tidak perlu membayar iklan kampanye. Kampanye paling efektif adalah tindakan nyata. Lalu, apakah kita masih akan terjebak dengan sindiran Jokowi kepada para pengguna kopiah itu? Jika kita tersinggung dengan ucapan Jokowi, berarti kita justru perlu berterima kasih karena Jokowi telah menyadarkan kita.
Teriring salam,
Sumber gambar: Sini