Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Mestinya Kita Malu dengan Mereka

22 Februari 2012   01:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:21 917 7

Mestinya kita memelihara rasa malu dan itu mungkin perlu menjadi sebuah keharusan. Rasa malu perlu dibangkitkan agar kita tidak lagi berbuat sesuka hati. Setidak-tidaknya rasa malu memang berfungsi untuk mengendalikan diri agar kita berperilaku santun. Oleh karena itu, perlulah kiranya kita belajar kepada semua orang yang memiliki kelebihan. Terlebih orang itu sudah berkenan berkunjung dan membantu kita dengan penuh jiwa keikhlasan.

Kemarin (Selasa, 21 Februari 2012), saya dibuat malu oleh serombongan Sragen International Workcamp 2012. Mereka adalah Ahn Si Yean (Korea), Kim Jin Young (Korea), Jean Eun Hee (Korea), Jeong Jaeuk (Korea), Kim Eui Yang (Korea), Chun hSein Chen (Taiwan), Hong Yin Leung (Hongkong), Yu Ying Chea (Taiwan), Karel van Den Berg (Belanda), Ervigan Ragil (Indonesia), Intan Maulida Lazuardini (Indonesia), dan Ratri Wulandari (Indonesia). Mereka terlihat sedang bekerja bahu-membahu mengecat dinding tempat makan di SD Unggulan Aisiyah Gemolong Sragen, tempat anakku menimba ilmu.

Waktu itu, saya ingin menjemput ananda karena ia mengikuti ekstrakurikuler komputer di sekolahnya. Di sekolahnya itu, ananda mengikuti dua jenis ekstrakurikuler, yaitu badminton dan computer. Ekstrakurikuler badminton dilaksanakan pada setiap Rabu dan komputer dilaksanakan setiap Selasa. Sebagai orang tuanya, saya berusaha memberikan fasilitas cukup agar perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik ananda dapat teraih secara seimbang. Sekitar jam 15.00, saya sudah tiba di sekolah ananda. Saya pun menunggu di area sekolah sambil membaca kompasiana.

Tiba-tiba, saya dikejutkan oleh kedatangan orang-orang asing. Waktu itu, saya mengira bahwa mereka adalah turis Museum Sangiran. Pada 16 Februari 2012 lalu, Sangiran telah diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tentunya Sangiran akan menjadi magnet untuk kunjungan wisatawan local dan mancanegara. Maka, saya tidak terlalu memerhatikan rombongan para bule itu.

Namun, saya mulai curiga karena rombongan itu menuju ruang makan SD Unggulan Aisiyah Gemolong. Mereka terlihat membawa cat. Lalu, rombongan itu mulai mengeluarkan beberapa kaleng cat dinding. Mereka mulai terlihat menata beberapa cat itu di atas meja dapur. Lalu, beberapa mereka mulai mengencerkan cat itu. Dan terlihatlah mereka mulai mengecat dinding sepanjang ruang makan tersebut.

Saya pun belum beranjak dari tempat duduk. Saya merasa penasaran dan ingin mengetahui aktivitas mereka. Oleh beberapa guru SD Unggulan Aisiyah, saya pun diperkenalkan dengan mereka. Lalu, saya pun menyalami satu per satu rombongan itu sambil memerkenalkan diri. Dan sungguh itu menjadi suatu kesempatan yang teramat membahagiakanku.

Selanjutnya, saya berusaha mengorek informasi tentang kegiatan rombongan Sragen International Workcamp 2012. Untuk mendapatkan informasi selengkapnya, saya berusaha menemui ketua timnya. Oleh rekan-rekan guru SD Unggulan Aisiyah Gemolong, saya dipertemukan dengan leader rombongan, yaitu mbak Ratri Wulandari, seorang mahasiswi Prodi Bahasa Inggris Universitas Negeri Semarang (Unes).

Dari penjelasan Mbak Ratri diperoleh informasi bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan kedua di SD Unggulan Aisiyah Gemolong. Saat ini, terdapat tiga rombongan yang sedang mengadakan kegiatan di Sragen, yaitu di SMP 1 Gemolong, SMA Negeri 1 Gemolong, dan SD Unggulan Aisiyah Gemolong. Kegiatan ini diorganisasi oleh Dejavato, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkantor di Semarang Jawa Tengah. LSM ini memusatkan perhatiannya ke bidang pendidikan dan kepedulian social.

Rombongan itu berstatus mahasiswa asing. Mereka berasal dari sejumlah negara, seperti Polandia, Jerman, Perancis, Hongkong, Korea, Taiwan, Amerika dan lain-lain. Mereka memanfaatkan liburan di negaranya untuk melakukan bakti sosial. Perlu diketahui bahwa mereka memiliki dua kesempatan dalam setahun untuk mengadakan kegiatan serupa ke berbagai negara di dunia. Kegiatan ini murni berbentuk bakti sosial dengan memberikan bantuan kepada masyarakat dan lembaga pendidikan.

Satu hal yang membuatku terperangah adalah keikhlasan. Mereka merelakan uangnya untuk mengadakan beragam kegiatan. Semua kegiatan dibiayai mereka tanpa dibantu oleh pemerintah setempat. Sejak tiket penerbangan dari negaranya menuju Indonesia (pulang-pergi), paspor dan visa, biaya hidup, biaya penginapan, biaya kegiatan serta biaya-biaya lain ditanggung mereka secara mandiri. Mereka tinggal di Indonesia tak kurang dari 2 minggu atau 15 hari. Jelas mereka memerlukan biaya yang teramat tinggi tetapi mereka tetap melaksanakan kegiatan dengan penuh suka cita.

Kadang saya merasa malu dengan keberadaan mereka. Pada saat mereka - rombongan mahasiswa mancanegara itu - begitu bersemangat melatih anak-anak kita, justru kadang kita bermalasan. Kita enggan belajar dan membelajarkan pendidikan kepada anak-anak kita. Maka, alangkah baiknya jika kita bersegera menumbuhkan rasa malu dan memilikinya. Malu karena kedatangan mahasiswa asing yang justru lebih peduli daripada sikap kita.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun