Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hikmah Menjaga Kesantunan Tulisan

26 September 2011   08:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 221 5
Hikmah atau pelajaran akan didapatkan ketika kita melakukan sesuatu. Namun, hikmah itu akan didapat jika kita dapat menangkap makna tersirat dan tersurat di dalamnya. Kadang pelajaran itu berasal dari peristiwa negatif. Namun, seringpula pelajaran itu berasal dari peristiwa positif. Dan saya mendapatkan kedua-duanya siang ini. Keduanya berasal dari peristiwa yang sama: hikmah menulis yang santun.

Sebagai guru, tentunya saya mesti dapat dijadikan teladan bagi anak didikku. Mereka mesti mendapatkan nilai positif atas diri gurunya. Untuk semua itu, saya selalu memberikan pengetahuan dan didikan seraya menunjukkan karya nyata. Atas kebiasaan yang demikian, saya sering mendapatkan SMS dan masukan berharga lain dari para siswa dan mantan siswaku. Betapa saya berbahagia mendapatkan kabar demikian.

Beberapa waktu silam, saya pernah mengirimkan lamaran kepada sebuah lembaga pendidikan tinggi negeri. Saya mengajukan diri sebagai Dosen Tidak Tetap (DTT) di sana. Saya merasa bahwa saya memiliki kecakapan sebagai dosen. Kecakapan yang kadang jarang dimiliki banyak orang. Tak lain adalah menulis. Ya, saya merasa memiliki kecakapan menulis beragam jenis tulisan: artikel, esai, buku, jurnal, dan penelitian.

Selain itu, saya pun kadang menulis tentang kondisi sekolahan ananda. Sebagai sekolah yang relatif baru, saya perlu memberikan kontribusi pemikiran dan sedikit rezeki kepada sekolah tersebut. Saya memberikan beberapa masukan kepada pimpinan sekolah. Pemikiran-pemikiran itu sering berbentuk tulisan tentang sekolah ananda. Beragam usulan pun diterima dengan sangat baik olehnya. Dan tentu saja saya merasa gembira karena usulanku diterima.

Ketika menulis sesuatu, saya hanya bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan. Tidak tebersit sedikitpun untuk menyakiti, memprovokasi, mendzalimi, melecehkan, dan atau merendahkan pihak lain. Saya hanya menorehkan tulisan semata sebatas pengetahuan dan tidak bertendensi selain berbagi. Oleh karena itu pula, saya berusaha menjaga karakteristik tulisan. Saya berusaha menjaga selingkungan bahasa dan jenis tulisan.

Berdasarkan kebiasaan inilah, saya mendapatkan hikmah yang luar biasa. Hari ini saya mendapatkan dua pemberitahuan berbeda. Sebuah pemberitahuan pertama berasal dari perguruan tinggi negeri di Solo. Ternyata, lamaranku untuk menjadi DTT diterima perguruan tinggi negeri tersebut. Besok pagi saya diminta untuk mengikuti rapat pembagian tugas mengajar. Pemberitahuan kedua berasal dari sekolah ananda. Saya diundang ke sekolah ananda untuk mengikuti rapat pembentukan komite sekolah. Ketika saya merenungkan keduanya, saya berkesimpulan bahwa semua berasal dari keterjagaan kesantunan tulisan.

Sebelum kedua informasi tersebut, sebenarnya saya sering mendapatkan banyak penawaran. Saya sering mendapat tawaran untuk menyunting naskah. Kadang saya diminta untuk menulis naskah buku dalam waktu tertentu. Namun, menyunting dan menulis naskah buku tentu berbeda kelihaian yang dibutuhkan. Jika menyunting dan menulis naskah buku memerlukan penguasaan etika berbahasa, menjadi DTT dan anggota komite sekolah memerlukan profesionalisme tingkat tinggi. Atas semua itu, saya mesti rajin belajar tentang profesionalisme sebagai DTT dan anggota komite sekolah.

Begitulah kisahku siang ini. Berulang-ulang saya mengajak diri dan pembaca yang berkenan. Marilah kita berusaha menjaga kesantunan tulisan. Marilah kita menaati rambu-rambu dan atau aturan berkompasiana. Sungguh semua akan berpulang kepada kita. Jika kita menanam padi, insya Allah kita akan menanam padi. Namun, janganlah kita berharap memanen padi jika kita menanam rumput. Kebaikan pastilah akan berbuah kebaikan meski kita mesti bersabar menantikannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun