Kegiatan berbicara dapat dilakukan dengan beragam tujuan. Jika memperhatikan tujuan, tentu pembicara akan menempatkan dirinya sebagai penyampai informasi, menghibur, atau memotivasi. Kegiatan itu akan berpengaruh terhadap gaya dan teknik penyampaiannya. Jika bertujuan untuk menyampaikan informasi, pembicara dapat bersuara datar dan tidak terlalu sering melakukan gerakan kinestetik lainnya. Jika bertujuan untuk menghibur, pembicara diwajibkan untuk dapat menampilkan sikap empati dan simpati melalui raut muka dan gerakan anggota tubuh. Jika bertujuan untuk memotivasi, pembicara harus bersuara lantang, jelas, dan sarat makna. Dan itu memerlukan kemahiran tersendiri. Karena kegiatan itu dilaksanakan di depan public atau banyak orang, pembicara perlu mengetahui etika sebagai pembicara. Etika adalah kesantunan atau batasan norma untuk menghormati lawan tutur atau lawan bicara. Menurutku, ada tiga etika yang perlu diketahui dan dipahami oleh pembicara. Ketiga etika itu adalah menjaga konsistensi materi, bersikap jujur, dan menjaga kesantunan.
Etika 1: Menjaga Konsistensi Materi Banyak pembicara gagal menyampaikan materi kepada pendengar karena ketidakkonsistenannya. Maksudnya, pembicara suka berbicara secara serampangan atau tidak terpola. Jadi, pembicara sekadar berbicara. Maka, keasyikan berbicara itu berakibat kepada terjadinya penyimpangan materi. Etika ini terlalu sering terjadi. Dari mana kita mengetahuinya? Cukup dari reaksi peserta atau pendengar. Jika para pendengar itu kurang bergairah mengikuti pembicaraannya, pembicara harus cepat bersikap. Pembicara harus berintrospeksi secara spontan:
mengapa pendengar mengantuk dan tidak memperhatikanku? Jika pembicara tidak menanggapi kondisi ini, pendengar pun akan mengasyikkan diri seraya melakukan aktivitas menyimpang dari materi.
Etika 2: Bersikap Jujur Dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi, tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab. Pada kesempatan seperti ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari peserta. Bagaimana kita mengetahui bahwa pembicara bersikap demikian? Tentu dari cara menjawab pertanyaan yang sering
mbulet atau berbelit-belit. Ini adalah sikap yang tidak baik. Pembicara harus bersikap jujur. Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas, pembicara sebaiknya menyiasatinya dengan menunda jawaban. Pembicara dapat meminta nomor HP atau email penanya. Itu tentu lebih diapresiasi atau dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi. Pendengar itu berasal dari tataran setting yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau mungkin masyarakat awam. Jadi, pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi jika peserta memang bertanya.
KEMBALI KE ARTIKEL