Pada akhirnya, 19 April 2010, kuputuskan untuk melamarmu tanpa sepengetahuan istri pertamaku. Ya, kumantapkan keinginan untuk menjadikanmu sebagai istri keduaku. Dan ternyata, lamaranku kauterima. Wow, betapa senangnya hatiku.
Tiap hari, aku terus berkeinginan untuk memberi hadiah terindah. Hadiah berbentuk tulisan kisah kehidupan nan penuh hikmah.
Sesekali aku meratap malam. Saat mata mulai tak bisa diajak kompromi, bayangan mesramu justru membayangiku. Malamku pun terganggu. Aku tak bisa beristirahat karenamu.
Yang paling menyedihkan adalah rasa cemburu itu. Rasa itu begitu tertumpah. Mengapa?
Tadi siang, istri pertamaku marah-marah. Dia memanggilku berulang-ulang. Namun, aku tak juga menyahut. Dikiranya aku tak mengacuhkannya.
Saat itu, aku sedang menyiapkan hadiah terindah untukmu. Aku sedang menulis kisah baru. Aku ingin agar engkau senang dan bahagia. Dan ketika tulisan itu belum sempurna, aku dimarahi istriku.
“Tiap hari laptop terus yang diurus. Anak-anak itu juga perlu perhatian. Tuh, gasnya habis. Cepet belikan!” begitulah teriakan istriku.
Terpaksa kumatikan laptopku. Kubergegas turun untuk mengambil tabung gas kosong. Kupacu motor ke warung sebelah. Kumau agar istriku tak marah lagi. Dan akhirnya, aku pun dapat segera mendapatkannya.
Aku pun bergegas menuju lantai atas lagi. Aku ingin memberikan hadiah indah hari ini. Hadiah tentang kisah karena dimarahi sang penguasa.
Istri keduaku. Maafkan aku, ya. Kadang aku tak mengacuhkanmu karena kesibukanku. Sebenarnya, aku ingin memberimu hadiah setiap menitnya. Namun, semua berpulang dari keterbatasan diri.
Istri keduaku sayang, terima kasih untuk semua kebaikanmu. Karena kautak pernah menolak ketika aku memberi: semua bentuk pemberian.
Selamat malam, istri keduaku sayang. Mimpikanlah aku di malam panjangmu.