“Dia itu siapa? Memang dia atasanku? Enak saja menilai pekerjaan teman. Dia guru, dan saya juga guru. Sesama guru mbok jangan saling menilai?” teriak seorang sahabat dan rekan sekantorku. Beragam kata-kata kotor pun keluar spontan dari mulutnya. Dan celakalah dia….!
Marah adalah sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia. Marah akan melengkapi sifat manusia yang tawadzu laksana ada api otomatis ada air. Namun, antara api dan air mempunyai satu perbedaan prinsip: kegunaan.
Api digunakan untuk menjarang air agar panas dan mendidih. Dengan air mendidih itu, manusia dapat menggunakannya untuk beragam keperluan: bikin kopi, air teh, mandi air hangat dan lain-lain.
Sebaliknya, air berguna untuk mendinginkan suhu. Ketika tenggorokan panas dan kering, air dapat menyejukkannya. Ketika badan gatal dan gerah, air dapat menyegarkan. Dan ketika ada kobaran api nan panas, airlah pemadamnya.
Semua orang pernah marah. Sifat itu merupakan reaksi atas tingginya kelabilan emosi. Pada titik kulminasi, marah dapat merubuhkan semuanya: kebaikan si pemarah. Ibarat api, semua dapat dibakarnya dalam sekali kobaran.
Alangkah malangnya orang yang bersifat pemarah. Dia hanya menuruti ego dan kemurkaannya. Dia tidak berpikir panjang akibat yang ditimbulkannya. Dan dia dapat terbakar karena api yang dinyalakannya.
Tuhan sangat mengetahui sifat-sifat kita. Ketika Tuhan tidak hanya menganugerahi sifat itu, tetapi juga melengkapinya dengan sifat lainnya: kesabaran! Sifat itulah yang harus dikembangkan manusia.
Ketika marah, semua menjadi tak terkendali. Semua akan dianggap salah dan yang benar hanyalah dirinya. Semua akan dianggap cacat karena dirinyalah yang paling sempurna. Namun, semua akan sirna ketika itu sudah menjadi abu akibat kobaran api yang dinyalakannya.
Sabar! Sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi begitu sulit diterapkan. Namun, sabar merupakan air dingin yang menyejukkan hati dan pikiran ketika api membakar organ dan otak. Kita adalah makhluk bernalar. Meskipun sedang marah, nalar kita harus berkondisi jalan alias hidup. Akibat kemarahan itu harus dipikirkan.
Tentu kita sependapat bahwa api bertemu api akan menjadikan kobaran semakin sulit dipadamkan. Api bertemu api akan semakin membakar habis semua investasi yang pernah kita tanam. Dan itu berarti kita tidak akan menuai untung. Justru kebuntungan alias kerugianlah yang akan diperoleh. Alangkah malangnya nasib si pemarah.
Menghadapi keadaan separah dan sepanas apapun, hendaknya kita berperilaku sabar. Secara pribadi, saya lebih suka dimarahi daripada dipuji. Ketika dimarahi, itu berarti ada kekurangan atau kesalahan yang saya lakukan. Kemarahan rekan merupakan cermin bahwa rekan dan sahabatku sedang memberikan perhatian sebagai wujud rasa sayang kepada saya.
Saya pernah dilaporkan tentang perilaku yang dianggap pelapor sebagai tindakan negatif. Ada sahabatku melaporkan bahwa saya berperilaku tidak baik. Pada hari berikutnya, saya dipanggil dan dimarahi atasan. Luar biasa kemarahannya. Dan dia memarahi saya memang menjadi tugasnya. Dia itu atasanku!
Waktu dimarahi, ada keinginan saya untuk membantah. Bantahan perlu saya lakukan karena saya merasa tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Namun, situasi tidak mendukung. Daripada terjadi perdebatan, saya mengambil jalan pintas: diam alias sabar.
Semua kata dan kalimat yang sempat keluar, saya dengarkan. Semua saya rekam dalam pikiran saya. Ketika kemarahan itu sudah ditumpahkannya, saya pun berpamitan. Saya hanya minta maaf dan berjanji untuk berperilaku baik. Saya hanya berprinsip: batu ketemu batu justru akan saling menghancurkan. Ketika keduanya hancur, itu tak mungkin dapat disatukan meskipun menggunakan perekat atau semen termahal.
Saya pun bekerja dan berkarya. Satu demi satu hasil pekerjaan saya itu menghasilkan mahakarya. Karya-karya saya ditebar ke seantero daerah. Publikasi media pun membantu saya. Buah kesabaran dan ketekunan itu justru dapat mengubah stigma negatif si pemarah. Sekarang, beliau menjadi sangat lembut dan teramat baik. Beliau sering bertanya kabar dan perkembangan karya-karya saya yang lain. Dan saya berhasil menjadi pemenang tanpa harus mengalahkannya. Dalam ilmu yang saya tekuni, ada ungkapan bijak untuk menjadi renungan kita: mulutmu adalah harimaumu. Suatu ketika, itu dapat menerkammu jika tidak kaukendalikan. Oleh karena itu, jagalah marah Anda agar menjadi pribadi terjaga! (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)