"Panggil saya Pak Djung! Saya orang Vietnam berbahasa Indonesia" laki-laki tua berkacamata dan berjaket katun hitam menyapa kami.
Aku mengangguk. Ia menjulurkan tangan kanan, tangan kirinya diangkat tinggi sambil memegang bendera kecil, bendera orange bertuliskan logo perusahaan agen tour.
Ia Nguyen Tien Dung (64) secara formal masih aktif sebagai militer tetapi karena situasi sudah terbilang aman dan usia mulai lanjut aktivitasnya mulai berkurang. Ia hidup berdua bersama istri yang dicintainya karena semua anaknya sudah berumah tangga, cucunya saja bahkan sudah kuliah. Untuk mengisi hari-harinya yang terasa mulai suntuk, berbekal kemampuan bahasa Indonesia dan hoby berkelakar, Pak Djung pun menjadi pemandu wisata.
"Selamat datang di Hanoi, ibu kota Vietnam. Tapi ini untuk besok, pagi ini kita 3 jam menuju Ha Long untuk menikmati keindahan alamnya."
Ia mulai bekerja untuk kami di atas bis yang mulai bergerak meninggalkan bandara NOI. Alih-alih menjelaskan tentang obyek wisata yang akan dikunjungi ia lebih banyak bercerita tentang kehidupan sosial warga Vietnam. Negeri yang dalam sejarahnya pernah tak henti dilanda perang yang membuat Vietnam tertinggal dalam segala hal.
Sejak jaman kekaisaran, China ingin merebut Vietnam menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya. Warga vietnam  melawan hegemoni China tersebut dengan berperang hingga ribuan tahun  yang berakhir dengan hadirnya Perancis yang kemudian ratusan tahun menjajah Vietnam. Sialnya sejak merdeka tahun 1945, Perancis datang lagi ke Vietnam dengan melakukan agresi militer. Vietnam pun melawan dengan mengangkat senjata sampai tahun 1954. Yang paling tragis adalah perang melawan Amerika juga dengan negara tetangganya Kamboja.
Perang melawan Amerika ini adalah perang yang tidak masuk akal bagi bangsa Vietnam. Ini perang perseteruan imperialis Amerika melawan kubu sosialis gabungan antara China dan Unisoviet tetapi melibatkan bangsa Vietnam. Perang yang paling banyak menelan korban.
Setelah perang berakhir dengan mediasi Perancis ayah angkatnya selama beratus tahun, perang menyisakan banyak kisah pilu. Tak ada keluarga yang tidak kehilangan anggota keluarganya akibat perang. Paling tidak satu orang gugur dan terbanyak 12 orang. Begitu juga tentara Unisoviet, China dan tentu saja militer Amerika. Tak kurang dari 4 juta "indo" lahir di Vietnam sebagai ekses perang selama 21 tahun melawan Amerika. Pemerintah Vietnam mengambil kebijakan untuk mengirim semua "indo" itu ke Amerika tetapi tidak untuk semua ibu-ibunya Vietnam yang  telah mengandungnya. Akibatnya terdapat jutaan janda tanpa menikah ini menjadi merana. Tragis.
Tak hanya banyak jatuh korban jiwa, perang di Vietnam pun menyisakan jutaan janda. Sisa penduduk pasca perang di penghujung tahun 80-an hanya tinggal 40 jutaan saja, nyaris menjadi bangsa yang punah. Akhirnya pemerintah Vietnam mengambil kebijakan yang unik. Kebijakan yang hanya ada di Vietnam, mungkin tak terpikirkan oleh semua pemimpin negeri di mana pun, kapan pun. Janda-janda boleh kawin tanpa harus menikah. Saat ini penduduk Vietnam tidak kurang dari 95 juta. Fantastis!
Bayi yang lahir dari perkawinan tanpa menikah resmi tersebut disusui dan dipelihara oleh negara sampai usia 18 tahun. Sedangkan kepada musuh perang pemerintah meminta warganya untuk menghapus luka lama dan memandang masa depan yang lebih baik.
"Kami diminta untuk memaafkan" kata Pak Djung.
"Bapak dan ibu bisa rasakan sendiri kami sangat wellcom dengan orang asing termasuk kepada warga Amerika yang mau berkunjung ke Vietnam" ia menambahkan.
Kata-kata Pak Djung tentu bukan isapan jempol, suasana keamaman yang kondusif mendorong investasi asing terutama dari Korea, Jepang, Taiwan deras mengalir ke Vietnam. Industri-industri besar banyak dibangun di Vietnam. Begitu juga sarana insprastruktur dan akomodasi banyak dibangun. Vietnam telah menjadi negara padat modal. Hotel berbintang dan apartement mewah kini mulai menjamur di Vietnam. Gedung pencakar langit pun seperti berlomba saling meninggi. Saat ini Vietnam menduduki salah satu negara yang terpesat pertumbuhan ekonominya.
"Kami negeri sosialis, tetapi yang tampak dalam praktek sehari-hari sudah sangat kapitalis. Untuk menghancurkan komunisme sepertinya tidak harus diperangi secara fisik, jaman akan menggilasnya. Saat ini saja paham sosialis atau komunisme di seluruh penjuru dunia sudah runtuh." kata Pak Djung lagi.
Aku ingin belajar dari bangsa Vietnam, bangsa yang memaafkan. Kadang memaafkan orang yang telah melukai itu jauh lebih perih dari luka itu sendiri. Tetapi, harus disadari bahwa tak ada yang paling membebaskan daripada saat memutuskan untuk memaafkan.
Terima kasih Pak Djung.