Pada 13 Juli 2021 atau 9 hari yang lalu, Kompas.com menayangkan sebuah artikel dengan judul "Tragedi Terbakarnya Perpustakaan Aleksandria, Banyak Manuskrip Kuno Musnah." Artikel ini menyebutkan bahwa perpustakaan ini dibakar atas perintah Julius Caesar.
Saya memiliki cukup banyak buku terkait Aleksandria dan Perpustakaan Aleksandria di perpustakaan pribadi saya. Sebagai seorang pencinta buku dan perpustakaan, saya pun membaca ulang beberapa buku terkait dan menemukan informasi terkait, terutama sebuah buku berjudul: What Happened to the Ancient Library of Alexandria? (Apa yang Terjadi dengan Perpustakaan Kuno Aleksandria?) yang diedit oleh Mostafa El-Abbadi and Omnia Mounir Fathallah dan diterbitkan oleh Koninklijke Brill NV, Leiden, Belanda, pada 2008.
Salah satu bab dalam buku ini, yang ditulis oleh Jean-Yves Empereur, diberi judul: The Destruction of the Library of Alexandria (Penghancuran Perpustakaan Aleksandria)
Berikut saya sampaikan ringkasan terjemahan saya:
Perdebatan seputar penghancuran Perpustakaan Aleksandria di antara para penulis modern telah mengambil dimensi ideologis yang agak mencolok. Akibatnya, tradisi Barat yang antara lain mengikuti bukti Seneca dan Plutarch umumnya menghubungkan api yang menghancurkan bangunan itu dengan Julius Caesar.
Lucan dan Dio Cassius menceritakan, ketika Caesar dari ketinggian istana kerajaan mencoba untuk mengakali orang-orang Aleksandria yang menyerang, dia membakar kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Timur.
Tindakan ini menyebabkan pembakaran apothiki penuh papirus dan ini telah ditafsirkan sebagai penghancuran Perpustakaan Aleksandria.
Sebagai seorang Apoteker, catatan saya yang menarik tentang apothiki:
Kata Yunani Modern untuk gudang masih apothiki, yang berhubungan dengan kata kerja apo-theto, di mana apo berarti "dari" dan theto berarti "ke tempat," jadi "menyimpan atau menempatkan dalam penyimpanan". Apothiki Yunani juga merupakan asal kata apothecary (apotek) dalam bahasa Inggris kuno, yang sekarang menjadi pharmacy. Jadi apothiki juga menurunkan kata Apoteker melalui bahasa Jerman dan Belanda.
Ada beberapa versi lain tentang penghancuran Perpustakaan Aleksandria, antara lain pada 391 M, melalui dekrit Theodosius, dilakukan pelarangan praktik pemujaan pagan dan penghancuran tempat suci paling terkenal di Aleksandria, Kuil Serapis yang mendominasi kota di puncak sekitar seratus langkah di atasnya. Kuil ini dengan agak sombong disebut Acropolis oleh orang Aleksandria.
Argumen baru apa yang memungkinkan kita menerima teori ini atau itu? Apakah kita perlu membaca ulang teks? Tentu saja sulit untuk membayangkan hilangnya Perpustakaan secara total pada masa Kaisar sejak Strabo, yang, pada 25 SM, memberikan uraian paling rinci tentang Aleksandria kuno, dan menyebutkan Mouseion* dalam paragraf 8, Bab 17 dari bukunya, Geografi, namun ini adalah uraian yang agak singkat, karena tidak menyebutkan kata "Perpustakaan."
*Mouseion (Institusi Muses) Â di Aleksandria adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh Ptolemy I Soter atau mungkin putranya Ptolemy II Philadelphus. Lembaga ini mencakup Perpustakaan Aleksandria. Pada awalnya, Mouseion adalah tempat pembelajaran musik atau syair, sebuah sekolah filsafat dan perpustakaan seperti Akademi Plato, yang juga merupakan gudang teks-teks.
Jika Bab 17 dari buku Strabo itu dibaca secara keseluruhan, dengan semua informasi yang beragam tentang tanah Mesir, terkesan bahwa Strabo bisa saja mengambil dari berbagai sumber sesuai dengan sifatnya.
Tentunya, Strabo menyesali penghancuran Perpustakaan saat dia mendedikasikan sebuah paragraf untuk Mouseion itu.
Hasil logis dari ini adalah, selama beberapa tahun terakhir, orang telah melihat api Caesar hanya membakar gudang, baik manuskrip yang ditujukan untuk ekspor atau papirus kosong, dan bahwa Perpustakaan itu sendiri terlalu jauh dari pantai untuk dinyalakan oleh kapal-kapal yang terbakar.
Jadi, terbakarnya Perpustakaan Aleksandria itu karena kesalahan siapa?
Dari sudut pandang arkeologis, pertama-tama, orang harus mengenali tidak pentingnya jejak fisik Perpustakaan itu sendiri.
Pada pertengahan abad ke-19, ditemukan sebuah kotak granit yang bertulisan Yunani "Dioscourides, 3 volume." Mengingat ketidakpastian era mengenai topografi kota kuno, orang bisa percaya bahwa ini adalah salah satu unit penyimpanan Perpustakaan Aleksandria yang menyimpan karya ahli botani Dioscorides dari Nazarbus.
Tetapi sejak awal abad ke-20 hipotesis ini ditolak dan pada 1908 A. Reinach menegaskan betapa sulitnya menyimpan ratusan ribu papirus Perpustakaan Aleksandria dengan cara ini.
Faktanya, satu-satunya penemuan arkeologis berupa papirus di Aleksandria adalah papirus batu!, berupa patung-patung filsuf atau orator dari abad ke-2 Masehi, yang mengenakan toga dengan seikat papirus di atas capsa; kotak logam dengan kunci yang digunakan untuk membawa papirus itu.
Tidak satu pun dari penggalian yang dilakukan selama lebih dari 1 abad yang telah menemukan papirus.
Ada 1 penyebutan tentang penemuan papirus berkarbonisasi yang ditemukan tapi kemudian dibuang oleh seorang insinyur di Kom el-Dikka pada abad ke-19.
Dengan demikian, satu-satunya harapan adalah menemukan sisa-sisa Perpustakaan itu sendiri, mungkinkah? Mengingat kejadiannya sudah 17 abad yang lalu.