Maka, tidak mengherankan bahwa kisah penemuan kedua unsur ini saling terkait. Niobium ditemukan pertama kali pada 1801 oleh kimiawan Inggris Charles Hatchett, dalam mineral yang dikirim dari sebuah tambang di Massachusetts. Mineral itu terdiri dari oksida besi dan zat asing.
Setelah melakukan analisis kimia, Hatchett menyimpulkan bahwa zat misterius itu adalah oksida dari unsur logam yang sebelumnya tidak diketahui: "salah satu zat logam yang menahan oksigen dengan keras kepala." Setelah berkomunikasi dengan para ilmuwan Amerika tentang mineral tersebut, Hatchett memutuskan untuk menyebut mineral itu "Columbite" dan unsur "Columbium," sebuah nama puitis dari Amerika Serikat yang baru terbentuk, Columbia.
Setahun kemudian, kimiawan Swedia Anders Ekeberg menemukan dan menamai Tantalum, tetapi pada 1809, kimiawan Inggris yang berpengaruh, William Hyde Wollaston, mengusulkan bahwa Tantalum dan Columbium adalah satu dan sama.
Baru pada 1844 kebingungan itu teratasi, ketika kimiawan Jerman Heinrich Rose membuktikan bahwa Columbite mengandung 2 unsur yang berbeda. Pada 1844, hanya 3 tahun sebelum kematian Hatchett, Rose memberikan unsur non-Tantalum itu nama "Niobium," berdasarkan nama dewi Yunani Niobe, putri Tantalus.
Terlepas dari analisis dan penamaan Rose yang definitif, para kimiawan cenderung menggunakan Columbium dan Niobium secara bersamaan, sampai pada 1950, Badan Internasional Kimia Murni dan Terapan (International Union of Pure and Applied Chemistry/IUPAC) menetapkan bahwa unsur ke-41 seharusnya hanya disebut Niobium. Kenyataannya, beberapa ahli metalurgi dan insinyur (khususnya di Amerika Serikat) masih menggunakan nama alternatif Columbium dan simbol Cb.