Sepintas tulisan itu tampaknya biasa-biasa saja dan bisa dibilang komunikatif. Artinya siapapun yang membacanya bisa dipastikan memahaminya. Namun, bagi saya, maaf, tulisan itu "ngawur" dan dalam pesan pendek kepada kepala sekolah, saya juga menyampaikan usul agar tulisan itu diganti.
Pada pagi hari pertama UN akan dimulai, saya mendapatkan balasan pesan dari beliau, kepala sekolah saya. Beliau mengatakan bahwa tulisan itu tidak bisa diubah karena tulisan seperti itulah yang diinstruksikan di dalam POS UN 2014/1015. Kepala sekolah saya juga menanyakan apa yang tidak beres dengan tulisan itu. Saya kemudian menyampaikan analisa saya kepada beliau dengan menuliskan 2 pertanyaan berikut:
1. Siapa yang dilarang masuk? - Jawabannya jelas: "selain peserta ujian dan pengawas"
2. Siapa yang tidak diperkenankan membawa alat komunikasi? - Jawabannya? Kalau mengacu pada tulisan itu, jawabannya adalah "selain peserta ujian dan pengawas" (?)
Maka bisa disimpulkan bahwa peserta ujian dan pengawas boleh membawa alat komunikasi. (?)
Selain menyampaikan analisis itu, saya juga menyampaikan kepada kepala sekolah bahwa larangan membawa alat komunikasi bagi peserta ujian dan pengawas sudah tercantum dalam tata tertib peserta ujian maupun tata tertib pengawas ujian bersama dengan larangan-larangan lainnya. Tetapi mengapa larangan membawa alat komunikasi ditulis lagi secara khusus?
"Uneg-uneg" ini saya tulis di sini karena saya sudah prihatin dengan bahasa yang digunakan oleh banyak anak muda sekarang, dan masih ditambah lagi dengan tidak adanya keteladanan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, efektif dan efisien dari mereka yang justru seharusnya memberikannya.