Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Tempat Sampah Pak Dokter

26 Februari 2012   12:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:05 237 0
Lubang itu tak seberapa besar. Hanya seukuran dua buah kelapa disatukan. Letaknya diujung parit kering yang terbuat dari batu kali setinggi pinggang anak kecil. Diatas parit itu ada tembok batu bata menjulang setinggi dua meter membatasi kompleks rumah sakit dan perkampungan tempat kami tinggal.

Rumi hampir tak percaya kalau Agus dan Obud kemarin menyebrang tembok melewati lubang sekecil itu. Tetapi kantong pensil lengkap dengan isinya, buku gambara baru, tali sepatu warna warni dan berbagai barang bagus temuan mereka adalah barang bukti yang tak terbantahkan.

"Di tempat sampah itu banyak sekali barang barang bagus yang dibuang. " Demikian cerocos Agus dengan mata berbinar, persis seperti petani miskin menemukan harta karun di hutan. Semua barang temuannya ia pamerkan ke setiap anak dengan sangat bangga . Maklum saja, Ayah Agus hanya seorang buruh tani. Seumur hidup ia belum pernah memegang peralatan sekolah sebagus itu.

Obud juga tak kalah bangganya. Ia memamerkan celengan kaleng bergambar Putri Cinderella hasil temuannya. Obud tahu, celengan itu hanya pantas untuk anak perempuan tetapi ia tak perduli. Sejak hari itu ia berpikir keras untuk mengisinya.

Dan hari ini, dengan rasa penasaran memenuhi dadanya Rumi menyelinap sendiri. Seperti kata Agus, tempat sampah itu ada di balik pagar dinding. Letaknya tepat di ujung parit. untuk bisa ke sana ia harus memasuki lubang sempit itu dan menaiki paritnya.

Rumi yang berbadan agak besar sedikit ragu apakah ia mampu menerobos lubang di bawah pagar dinding itu. Akan tetapi bayangan barang barang mewah ditempat sampah itu membuatnya nekad. Maka dengan susah payah ia kemudian berhasil menembus lubang dengan susah payah , tak peduli dengan bajunya yg kotor karena lumpur dan bebatuan yang menggores kulitnya hingga luka. Sesampai di balik tembok ia mendongak ke atas dan terpana dengan pemandangan sekelilingnya.

Tempat ia berada kini adalah sebuah ujung dari taman yang ditata dengan sangat indah. Parit kering itu hanyalah sebuah hiasan sehingga taman terlihat begitu alami, dengan tepi terbuat dari batu kali dan dibentuk berkelok kelok seperti sungai kecil di kaki bukit. Di tepi parit tumbuh bunga bunga berdaun mungil berderet rapi dan segar. Pelan Rami menaiki parit dan melompat ke atas. Rumput hijau terhampar luas , pohon pohon palem, bunga sepatu dan rindangnya dahlia meneduhi surga itu. Sebuah rumah besar bercat putih tampak sepi. Puluhan burung jalak hitam berparuh merah menciap tumpang tindih dikandang belakang rumah.

Rumi berdiri di tepi parit. Ia masih terpana dengan semua pemandangan itu. Tapi sekejap kemudian ia teringat akan tujuannya semula, tempat sampah dengan barang barang mewahnya.

Rumi bergegas memutar kepala, tempat di mana ia berdiri adalah ujung parit tepat di bawah tembok pembatas , Lokasi di mana seharusnya tempat sampah itu berada . Tetapi tempat itu bersih dan rata. Tak ada bekas galian tanah seperti yang Agus dan Obud ceritakan. Lalu di mana tempat sampah itu ? Apakah mereka berdua berbohong ? Sengaja mengarang cerita palsu ? Tapi untuk apa ? Bukankah barang barang mahal itu sudah cukup untuk menjadi bukti ? Atau mereka sengaja tidak memberitahukannya di mana tempat sampah itu sebenarnya ? Kalau memang demikian, berarti mereka sungguh jahat dan serakah. Mereka tidak ingin keberadaan tempat sampah itu diketahui oleh anak anak yang lain.

Rumi menyandarkan punggungnya di tembok dengan kesal. perjuangannya sia sia. Tapi apa mau dikata, ia tak boleh berlama lama di tempat seindah ini. Jika sang empunya rumah tahu pasti ia bisa ditangkap dan dituduh macam macam. Rumi segera melompat turun ke parit dan berniat kembali keluar melewati lubang yang sama. Tapi tiba tiba ada suara kecil menegurnya.

"hai... Kamu siapa ? "
Rumi terkejut bukan kepalang. Dadanya berdegup kencang lantaran kaget dan takut. Ia segera merunduk dan tak memedulikan suara itu.

"hai... Jangan takut. Aku Maria. "

Suara ramah itu membuat rasa takut Rumi sedikit berkurang. Ia memutar badannya pelan. Dengan malu malu ia mengangkat muka. Dan suara tawa renyah menggema seantero taman.

" Ya ampun, muka kamu kotor, penuh lumpur. Ayo sini aku bantu bersihkan. " suara itu datang dari anak kecil seumuran dengannya. Ia berwajah bulat dan ramah. Rambutnya lebat dipotong poni. dengan masih menahan senyum jenakanya ia mengulurkan tangan untuk membantu Rumi menaiki parit.

"papaku kerja di rumah sakit ini. Mama sedang keluar. Kak Tira dan Kak Josef ikut mama. Aku sama bibi saja. " Celoteh anak itu seperti sudah kenal Rumi lama. Rumi sendiri masih kikuk, apalagi ketika ia disuruh mandi oleh seorang perempaun tua yang dipanggil bibi oleh Maria.

Selesai mandi Maria mengajak Rumi ke kamarnya di lantai atas. Dan di sana Rumi mulai merasa bebas, ia pun dengan polosnya menceritakan semua. Tentang Agus dan Obud serta tempat sampah yang ternyata tak ada itu. Ketika ia selesai bercerita, dilihatnya mata Maria berkaca kaca . Gadis kecil Nan manis itu kemudian memeluk Rumi dengan haru.

Keesokan harinya, di sekolah Rumi kedatangan tamu istimewa. Ia seorang kepala Dokter yang terhormat. Ia datang membawa berkardus kardus alat tulis dan buku sekolah. Maria, menggandeng tangan Dokter itu sambil tersenyum riang.

"ini papaku. " Katanya bangga.

Dokter berwajah teduh itu menatap putrinya dengan bangga . Ada bening air di kedua matanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun