Pemerintah sendiri dalam mengatasi masalah terpelik di negara ini masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Justru selama ini yang mengungkap kasus-kasus korupsi adalah LSM-LSM, malahan beberapa waktu yang lalu, salah satu anggota LSM terkemuka di Indonesia yang mengawasi khusus masalah korupsi, ICW (Indonesian Corruption Watch) yang mendapat pengakuan internasional atas jasanya mengungkapkasus korupsi yang dilakukan oleh salah satu lembaga negara.
Sebenarnya masih banyak lagi kasus korupsi di negara ini yang belum terungkap, dari korupsi puluhan juta sampai trilyunan rupiah. Lalu pemerintah telah merumuskan UU Anti Korupsi yang terdiri dari empat unsur penting, yaitu unsur penyalahgunaan wewenang, unsur memperkaya diri sendiri atau korporasi, unsur merugikan keuangan negara dan unsur pelanggaran hukum. Kalau terjadi tindak korupsi, pelakunya langsung bisa dijerat dengan tuduhan atas empat unsur tersebut.
Pengertian lain tentang korupsi dirumuskan oleh Robert Klitgaard yang merumuskan bahwa korupsi terjadi karena kekuasaan dan kewenangan tidak diimbangi dengan akuntabilitas (pertanggung jawaban), sehingga dapat dirumuskan:
C = M + D – A
Corruption = Monopoli + Diskresi - Akuntabilitas.
Dalam pengertian lain, Korupsi (dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Sementara dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Pada dasarnya Koruptor, tidak dapat di lihat dan ditandai langsung dengan mata telanjang, Namun dapat sedikit dimaknai dari perubahan pola hidup, perilaku dan perubahan penampilan. Atau lihat dari mata. Karena kegelisahan si koruptor dapat di urai dari tatapan matanya, pandang dalam-dalam, ajak bicara tentang pekerjaan yang sedang diselesaikan, pasti matanya selalu gelisah, blingsatan, tidak fokus, karena otaknya dipenuhi dengan berbagai masalah, kadang terlihat grogi dalam menjawab, kata-katanya mengambang, tidak tegas, sering membelokkan pembicaraan. Bagi yang paham tentang dalamnya mata, disitu pasti dapat terlihat. Dia sedang menyimpan sesuatu. Semua orang tahu, mata tidak dapat menipu. Keadaan ini khusus untuk koruptor sejati, berbeda dengan orang yang dituduh koruptor, tidak segelisah itu. Maka Lawan Korupsi Dengan Nurani. ****