Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Catatan Sore

25 Januari 2011   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:12 83 1
dia menatapku dengan tajam menghujam

terasa bagai serpihan kaca yang menyayat syaraf bekuku

perlahan namun ragu ku balas dengan sinar ragu

ah desisku, ''kenapa Tuhan memberiku perasaan pemalu""

rasa menjadi kaku, aku tak kuasa menginjak tanah ini.

pandangku berkunang, perutku mual terlilit sulit.

pertahanku tak kuat menahan sinar sayatan sang makluk surga.

aku berlari sekencang kencangnya, melewati lembah menuruni tebing terjal.

tak lagi kurasakan sakit, semua nampak mudah tak bertepi, tapi kadang juga abstrak tanpa wujud bukti

sepi, sudah keceraikan sebelum sempat mengikat.

hangat, hilang tertelan panas.

dingin. ada namun sudah beku membatu.

di mana? di antara pajangan buangan.

lagi patung patung berjejer manjadi penghalang, waktu menerorkan roman canda

menghilang dibalik keremangan kesucian yang bangga di gadaikan.

semua demi sesuap rasa kenyang.

curahan hati para makluk gunung, ramai pekiknya, damai impinya, adil sabdanya.

lari semakin berlari semakin tak bersembunyi.

dulu dulu sekali, aku berpikir. andai kotaku ini rimba belantara.

sungguh hebat para leluhurku.

meratakanya, membangunya, merawatnya, tanpa menyakitinya.

tak ada tanah becek yang panas tiada henti beronani dengan asap penuh bisa.

tanah, angin, panas menjadi sahabat yang di hormati selayaknya saudara sedarah.

tiada murka menguasai, tiada maksud keji berpoligami.

kacau kacau.

generasi berbeda, berganti, kehormatan hanya sebatas pakaian jadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun