Baru pukul setengah empat sore. Masih ada waktu setengah jam lagi bagi Onah untuk berdandan. Hari ini Onah berulang tahun yang ke-17, sebuah momen yang diyakini sebagai pintu gerbang bagi anak manusia menuju kedewasaan. Onah mematut diri di depan kaca. Dari kaca memantul wajahnya yang jelita. Alis, hidung, dan bibirnya yang harmoni, mewarisi wajah Paijo ayahnya. Sementara rahang dan tulang-tulang tubuhnya yang kokoh, jelas mewarisi Paijah, ibunya. Dengan punggung jari-jari tangan kanannya, Onah mengusap lembut wajahnya. Halus..., tentu saja. Sebab sedari haid pertama, Ijah sudah mengajarkan bagaimana putri tunggalnya itu merawat wajah dan tubuh secara alami. Ijah menyarankan supaya Onah rajin cuci muka, tapi jangan terlalu sering. "Kalau habis dari luar, ya harus cuci muka. Kalu mau tidur malam, juga tuh...cuci muka. Kalau habis pake make-up, cuci muka. Trus, bagusnya pakai sabun muka, jangan sabun mandi. Oya, pakai air hangat bagus tuh. Lebih baik cuci muka daripada sering-sering pake toner. Jangan terlalu percaya sama produk-produk kosmetik yang katanya bisa memutihkan. Kamu harus bener-bener milih yang bener, jangan sampai salah, bahaya ke depannya. Kalau mau bersih, pake aja tepung kanji dilarutin sama air," begitu pernah Ijah menasihati. Untuk urusan tubuh supaya tetap singset, Ijah menyarankan supaya putrinya itu gemar berolahraga, memperbanyak makan sayur dan buah, serta tidur dan makan teratur. "Kalau mau menghilangkan kehitaman di lutut dan siku pakai aja buah alpukat, itu bisa mencerahkan bagian-bagian tubuh yang bewarna lebih gelap. Begini caranya, belah dua alpukat yang sudah matang, hilangkan dagingnya dan ambil kulitnya, gunakan sisi dalam kulit untuk digosokkan pada siku atau lutut," saran Ijah di lain waktu. Maka jadilah kini, sosok Onah yang ranum. Seperti kembang, ia mulai mekar yang harumnya tercium oleh perjaka-perjaka di perumahan tempat keluarga Onah bermukim. Hari ini Onah genap 17 usianya. Seperti pesan emak dan bapaknya, Onah belum memiliki pacar sepeninggal Hendry. Lantaran sikapnya yang terkesan jual mahal itulah, membuat para pemuda kian penasaran. Keruan saja, begitu tahu Onah mau merayakan ultahnya yang ke-17, para perjaka itu dengan ringan tangan membantu segala keperluan untuk memeriahkan acara ultah Onah. "Gue iuran tenda," ujar Toto anak juragan ojek. "Gue sih bangku ama kursi dah," Maing yang anak makelar tanah tak mau ketinggalan. "Trus siapa yang nyediain kue ultahnya," Tuti, karib Onah, memancing nyali para pejantan. "Ya deh, bagian gue," Rony yang ibunya punya jasa catering gak mau kalah set. Ijah yang melihat peristiwa itu dari balik nako seminggu yang lalu, saat Inah membentuk panitia kecil buat ultahnya, cuma senyum-senyum. Nah, jadilah Ijah tak mengeluarkan biaya banyak untuk memestakan si Onah putrinya. *** Onah masih di sana, di depan cermin sambil mematut diri. Kini kedua tangannya menyusuri leher, pundak. Sampai di dada, kedua tangannya berhenti sejenak. 'Hmmm... tak kelewat besar, juga tak terlalu kecil. Pas..' batin Onah sambil senyum. Kedua tangan Onah berhenti di perut yang juga berukuran ideal. Onah membayangkan, kelak jika telah bersuami, di perutnya itu bakal berdiam bayi-bayi yang lucu, bayi-bayi yang akan tumbuh besar dan meriuhkan keluarganya dengan tawa dan canda. Saat tangan Onah hendak turun lebih jauh ke bawah, tiba-tiba suara Emaknya terdengar, "Onah!... kawan-kawanmu mulai datang!"
KEMBALI KE ARTIKEL