Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Para pengemis di Tanggerang rebutan angpao sebesar Rp 5.000, dimana hati para penguasa

23 Januari 2012   15:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:32 127 1
Angpao sudah dikenal sejak jaman dahulu kala saat Lebaran Thiong Hua, Angpao saat ini tidak lagi berarti memberi uang kepada sanak saudara yang belum menikah, namun banyak para Thiong Hua juga membagi-bagikan rejeki kepada rakyat tidak mampu pada saat imlek. Seperti hari ini salah satu Kelenteng di Tanggerang membagi-bagikan angpao untuk pengemis sebesar Rp 5.000.

Demi mendapatkan uang lima ribu rupiah,para pengemis rela berdesak-desakkan dan yang menyedihkan para pengemis ini umumnya adalah para manula. Bayangkan uang sejumlah lima ribu rupiah di zaman semakin susah ini, apa yang kita belikan dengan uang sebesar itu? mungkin untuk membeli makan di rumah makan saja tidak cukup. Namun bagi para pengemis ini uang sebesar Rp 5.000 sangat berarti sampai harus rela berdesak-desakkan. Dimana hati nurani sang Penguasa melihat mirisnya yang dialami rakyatnya yang sangat sulit mencari makan sedangkan sang Penguasa malah menghabiskan uang rakyat untuk membeli kursi seharga 24 juta rupiah.

Saat ini kesenjangan antara sang kaya dan sang miskin makin terlihat dimana sang kaya makin mudah mendapatkan uang untuk membeli yang diinginkannya namun untuk sang miskin semakin sulit mendapatkan satu rupiah hanya untuk mencari makan. Dimana semakin hari peluang sang miskin untuk mendapatkan uang semakin dipersulit, dari seringnya razia yang diadakan Satpol PP terhadap pada pedagang kaki lima, sampai harus adanya bentrok dan tangis antara rakyat sang pedagang dan Satpol PP, padahal Satpol PP hanya menjalankan perintah dan mereka sendiri adalah rakyat jelata juga. Lagi-lagi sang penguasa lah yang memerintahkan Satpol PP untuk menindas pedagang kaki lima.

Selain itu saat ini Pengemis semakin sulit mendapatkan uang dengan adanya ancaman denda bagi yang memberi uang kepada pengemis dengan alasan akan menambah jumlah pengemis di Kota Jakarta. Larangang demi larangan, ancaman demi ancaman, kesengsaraan demi kesengsaraan yang dialami masyarakat namun tidak pernah ada solusi yang diberikan oleh sang Penguasa selain menindas mereka, sedangkan solusi harus dipikirkan sendiri oleh masyarakat.

Padahal sesungguhnya sang Penguasa sendiri mengetahui apa yang menyebabkan kesengsaraan rakyat saat ini, apalagi kalau tidak adanya lapangan pekerjaan yang mampu disediakan oleh Pemerintah. Dimana lapangan pekerjaan yang menjanjikan tidak mampu disediakan oleh sang penguasa, sepertinya UUD 1945 tidak berlaku lagi untuk sang Penguasa di era Demokrasi ini dimana " anak-anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara." Saat ini jangankan untuk memelihara anak-anak terlantar dan fakir miskin malahan uang yang menjadi hak orang-orang tak mampu habis disunat oleh sang Penguasa yang haus akan uang, tak peduli itu uang hak miliknya atau tidak, tak peduli itu uang halal atau haram yang penting bisa menghilangkan haus kerakusannya.

Bukannya sang Penguasa busuk ini tak takut mati, tetapi tidak ada iman yang ada di dalam hati mereka sehingga mereka berpikir uang haram yang mereka dapatkan dibawa untuk naik Haji, dibayar untuk bersedekah, mendirikan panti asuhan dan hal-hal lainnya. Menyedihkan sang Penguasa tak pernah baca al-Qur'an atau Al-Kitab sehingga tak mengerti tentang ilmu agama setelah mereka mati. Menyedihkan sang Penguasa saat ini lebih seperti badut daripada menjadi wakil rakyat. Salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun