Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Bila Dahlan Menang Akankah Dinasti SBY Bakal Hilang

8 Januari 2014   19:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 1567 16
Hubungan Dahlan dengan SBY tidak bisa dibilang terlalu lama, tapi juga tidak bisa dikatakan terlalu pendek. Dahlan mengaku sudah mendukung SBY sejak sebelum pemilu 2004 dan selalu satu ide. Hubungan pun terus berlanjut hingga Dahlan Iskan akhirnya berlabuh di PLN tahun 2009. Saat itu Kementrian BUMN menciptakan sejarah baru dengan mengangkat seorang lulusan madrasah menjadi pimpinan tertinggi sebuah BUMN teknik. Tentu atas restu dan persetujuan Presiden SBY.

Dahlan sendiri mengakui, dirinya tidak akan memiliki nama apapun jika tidak diberi kesempatan menjadi Dirut PLN oleh Presiden SBY.

Meski mengaku satu ide, ada perbedaan cukup mendasar diantara kedua pemimpin nasional ini. SBY kerap dituding menciptakan sebuah dinasti baru dalam politik kepartaian di Indonesia. Fakta bahwa beberapa pengurus teras Partai Demokrat masih didominasi keluarga dekat Presiden tentu tak bisa dibantah.

Ada Ibas di posisi Sekjen, Pramono Edhie Wibowo di Dewan Pembina serta sepupu SBY Agus Hermanto dan Sartono Hutomo di posisi Wakil Ketua Umum Partai. Sedangkan SBY sendiri disamping Presiden, juga merangkap Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan Anas Urbaningrum yang mengundurkan diri. Beberapa deretan caleg di daerah pun terbukti memiliki kekerabatan dengan keluarga Cikeas.

Dinasti politik SBY terlihat sangat kuat mendominasi posisi posisi strategis di kepengurusan Demokrat. Tidak heran bila ada yang kemudian mengkritik SBY sedang membangun dinasti politik sama seperti Mega di PDIP.

Bagaimana dengan Dahlan. Dahlan Iskan justru kebalikannya. Tidak ada sama sekali formasi keluarga Dahlan dalam partai apapun apalagi di lingkungan BUMN. Saat abahnya diangkat sebagai Dirut PLN, Azrul Ananda bahkan bernadzar untuk tidak akan menginjakkan kakinya di teras kantor PLN seluruh Indonesia. Sempat pula ada isu Azrul menangani proyek genset PLN. Isu yang dijawab Dahlan dengan gurauan. ”Anak saya memang menangani bisnis genset, tepatnya kaos yang bergambar genset” kata Dahlan. Sebuah tudingan yang ternyata terbukti hanya fitnah belaka.

Meski posisi Azrul sekarang adalah CEO Jawa Pos Group, hal itu tentu sah sah saja karena memang JP adalah perusahaan keluarga, milik Dahlan sendiri. Cerita soal naiknya Azrul ke pucuk pimpinan Jawa Pos pun tidak semudah seperti yang dibayangkan orang. Seperti cerita cerita kebanyakan anak direktur yang dengan mudahnya menggantikan posisi bapaknya yang kaya raya.

Baru setelah Azrul mengancam akan melamar jadi wartawan Kompas, Dahlan pun mau memberi pekerjaan di JP. Bukan langsung top manajemen tapi reporter biasa yang memang harus blusukan tiap hari mencari berita.

Bila sekarang Dahlan ikut Konvensi Capres yang digelar Partai Demokrat tentu sangat menarik untuk dicermati. Bagaimana sikap dan kebijakan Dahlan terkait formasi kepengurusan PD kelak. Tentu dengan asumsi Dahlan lolos konvensi dan berhasil melenggang ke istana. Sebuah kemungkinan yang cukup terbuka lebar mengingat elektabilitas Dahlan untuk saat ini adalah yang paling tinggi diantara 11 peserta konvensi lainnya.

Perlu dicatat, Dahlan Iskan adalah satu satunya peserta konvensi yang berani mengajukan syarat kepada SBY. Salah satunya adalah jaminan bahwa konvensi akan berjalan secara fair, bersih dan jujur. Itu artinya sebesar apapun kewenangan yang dimiliki SBY selaku Presiden dan Ketua Partai dan sebesar apapun hormat Dahlan kepada SBY, Dahlan tetap tidak kehilangan akal sehat dan keberaniannya untuk tetap kritis kepada siapa saja.

Kalau pun benar tuduhan selama ini bahwa Dahlan ewuh pakewuh dan manut sama SBY, mana berani dia mengajukan syarat macam macam kepada Bossnya itu.

Dahlan pun sebenarnya sadar bahwa pilihannya untuk ikut maju sebagai peserta Konvensi Capres Partai Demokrat memiliki tantangan “ Demokrat jadi tantangan bagi saya. Jadi Presiden itu harus sulit. Mau jadi kades, bupati, dan gubernur saja sulit, masak mau jadi Presiden maunya gampangan. Itu tidak adil,” ujar Dahlan. Bila dianggap sebagai sebuah tantangan tentu suatu saat ada yang harus dikerjakan untuk pembenahan.

"Pilihannya hanya dua. Demokrat dihancurkan atau Demokrat diperbaiki. Dan saya memilih diperbaiki, karena saya lihat masih bisa diperbaiki," kata Dahlan.

Dalam posisinya yang sekarang mustahil perbaikan itu dilakukan oleh Dahlan. Dahlan Iskan bukanlah pengurus Partai Demokrat, anggota pun bukan. Hanya sebatas peserta konvensi. Kelak bila lolos konvensi barulah Dahlan otomatis menjadi anggota partai. Begitu memang syarat dan ketentuannya. Sebuah syarat yang ditolak oleh Yusril Ihza Mahendra tetapi Dahlan siap menerimanya.

Kelak saat Dahlan menjadi pemenang konvensi kita akan melihat seberapa besar mesin partai akan all out berkampanye mendukungnya. Apakah Ibas, Ruhut, Bathoegana, dan juga peserta konvensi lainnya seperti Marzuki Ali, Hayono Isman, Pramono Edi dan tentu juga SBY ikhlas dan gigih menunjukkan dukungannya, atau malah melempem seperti ditunjukkan Golkar kepada Wiranto sebagai pemenang konvensi tahun 2004 lalu. Disini Dahlan tentu akan menilai dan berhitung secara cermat.

Catatan Dahlan mungkin sudah dimulai saat kisruh kenaikan elpiji awal tahun ini. Beberapa politikus PD memang dengan lantang menolak kebijakan Dahlan menaikkan harga epiji 12 kg. Meski sama sekali tak mempersoalkannya, penolakan Demokrat ibarat sebuah tamparan keras bagi Dahlan yang merupakan wakil pemerintah secara resmi dalam RUPS Pertamina.

Bila pada pemilu nanti segenap elit PD bisa mendukung Dahlan total, itu menunjukkan bahwa garis komando partai telah bekerja dengan sangat baik. Sekaligus juga menunjukkan bahwa Demokrat siap dan rela mempunyai Presiden baru yang bukan berasal dari elit partai mereka sendiri.

Dalam hal ini tentu Dahlan lebih memilih untuk berprasangka baik kepada SBY yang sudah menggaransi secara total soal netralitas dan dukungan penuh seluruh komponen partai kepada siapapun pemenang konvensi kelak.

Selama inipun dukungan dari arus bawah kepada Dahlan tidak mengecewakan kalau tidak bisa disebut luar biasa. Kunjungan Dahlan ke basis basis PD di Jember, Banyuwangi dan Sumsel menunjukkan hal itu. Jangan lupa pada pemilihan Presiden faktor figurlah yang lebih banyak menentukan dibanding partai dan elit pengurusnya.

Bila Dahlan Iskan berhasil terpilih menjadi presiden RI ke 7, mungkin kasusnya akan sama dengan Jusuf Kalla saat terpilih mendampingi SBY sebagai Wapres 2004 silam.Tidak lama menjabat sebagai Wapres, JK kemudian mampu memenangi persaingan menjadi Ketua Umum Golkar periode 2004 - 2009. Jusuf Kalla pun memiliki power dan legitimasi sangat kuat untuk membenahi dan mengarahkan Golkar agar mendukung program program pemerintah.

Bila Dahlan jadi Presiden, segenap elit PD pasti akan merapat kepadanya. Tanpa harus menjadi ketua umum seperti SBY atau JK, Dahlan akan punya power cukup tinggi untuk merombak dan memperbaiki Partai Demokrat. Menurut Dahlan, cara memperbaiki Partai Demokrat adalah dengan tidak tampil seperti yang ditampilkan partai selama ini. Tidak ada kader yang jadi pesakitan KPK, tidak ada kader yang seenaknya celometan mengumbar perang kata kata di media.

“Demokrat harus bisa menjadi partai moderen seperti yang diimpikan oleh SBY” kata Dahlan. Apakah langkah perbaikan Dahlan juga akan menyentuh gerbong keluarga Cikeas? Tentu kita akan bersama sama melihatnya nanti.

Partai politik dan sebuah perusahaan bisa dikatakan serupa tapi tak sama. Dalam bahasa Dahlan ada 10 persen yang baik, 10 persen buruk sisanya ikut saja ke arah mana angin berhembus. Menurut Dahlan 10 persen yang baik ini harus terus didorong agar tampil ke depan, nanti juga yang 80 persen pada akhirnya akan mengikuti. Mungkin konsep ini pula yang akan diterapkan Dahlan dalam membenahi Demokrat.

Tetapi juga perlu diingat, tidak seperti kewenangan Dahlan sebagai meneg BUMN yang punya otoritas penuh mengganti kapan saja jajaran direksinya, menata dan membenahi sebuah partai ada mekanismenya tersendiri. Kita akan melihat bagaimana nanti Dahlan mampu menjadikan Demokrat sebagai partai moderen yang bersih. Entah seperti apa langkah langkah yang dia lakukan yang jelas tugas negara di atas segalanya. Urusan membenahi Demokrat Dahlan tentu sudah mengantongi cara dan mekanisme tersendiri.

Yang jelas hanya tokoh tokoh yang cakap dan kredible yang boleh masuk dalam jajaran kepengurusan partai. Bagi Dahlan nepotisme hanya dibolehkan dalam dunia bisnis keluarga sebagaimana dia mengangkat Azrul Ananda sebagai penerusnya di bisnis media. Tak ada toleransi nepotisme dalam dunia politik. Itu prinsip bagi Dahlan.

Kelak kita akan disuguhi bagaimana komunikasi politik tingkat tinggi antara Dahlan dan SBY. Dahlan memang sangat hormat kepada SBY. Prinsip Dahlan pemimpin yang baik dulunya adalah bawahan yang baik. Dan bila bawahan yang baik ini sudah lulus dia akan naik jadi pemimpin yang baik pula. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa hormat sekaligus tegas meski kepada mantan pemimpinnya,  siapapun dia.

(Salam)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun