Menuju arah pantai selatan Gunungkidul (cq. Pantai Indrayanti) dari Kota Yogyakarta yang berjarak kurang lebih 70 km, dihadapkan beberapa pilihan. Di antaranya bisa menempuh jalur umum yaitu melewati Jalan Wonosari > Piyungan > Hargodumilah atau Bukit Bintang > Patuk > Hutan Bunder > Wonosari > ke kanan/selatan ambil kawasan Karangrejek > belok kiri/timur menuju Hargosari > Bintaos > Tepus > nah di sini sudah banyak papan penunjuk arah lokasi-lokasi wisata pantai.
Setibanya di lokasi wisata Pantai Indrayanti hari Minggu pagi kemarin, kesan awalnya > ya ampyun… berjejal banget kendaraan dan pengunjungnya. Wisata pantai yang tergolong baru (3 tahun lalu) dan telah diekspos di mana-mana ini ternyata mirip-miriplah dengan Pantai Kuta atau Legian di Bali > hanya saja belum tergarap optimal dan masih dalam pengembangan di sana-sini. Sementara itu pengunjung lokal nampak lebih mendominasi arena wisata untuk menikmati suasana liburan di pantai berpasir putih ini.
Memasuki pantai Indrayanti yang suasana dan lingkungannya cukup bersih ini memberikan kenyamanan tersendiri. Tidak terlihat sampah berserakan di lokasi wisata, penghijauan sekitar wilayah pantai juga memberikan hawa sejuk. Pendek kata, berkunjung ke obyek wisata ini > memberi kesan tersendiri, dibanding wisata pantai lain yang berada di wilayah provinsi DIY yaitu indah, alami, bersih, tersedia akomodasi berupa restaurant dan penginapan, fasilitas wisata pantai seperti gazebo, payung untuk berteduh, bermain layang-layang, hingga jetski yang bisa disewa per 15 menit bertarif 250 ribu menyusuri pinggiran laut selatan seputar kawasan wisata.
Di antara spanduk-spanduk yang sekaligus berfungsi sebagai pengumuman atau peringatan bagi para pengunjung, hanya larangan mandi di laut ini yang tampak tidak pernah ditaati pengunjung, sehingga jika pada suatu ketikanya ada bahaya mengancam > tentu menjadi persoalan baru dan menambah repotnya tim SAR setempat.
Di tengah padatnya pengunjung wisata, salah seorang yang ikut mengelola kawasan pantai ini, Suradal sempat penulis wawancarai. Ia mengatakan bahwa “setiap hari minggu atau hari libur obyek wisata dipadati pengunjung. Kebanyakan yang datang ke sini wisatawan lokal-lokalan Om. Kalau para turis asing biasanya datang di luar hari minggu/hari libur,” ungkapnya.
“Sedangkan kalau pengunjung mau istirahat bermalam juga disediakan beberapa tempat/penginapan dan restoran, tinggal pilih mana yang disuka. Harga penginapan per-malam mulai Rp 350 ribu ke atas. Persyaratan pasangan menginap di sini > harus suami isteri yang sah,” tambahnya. Penulis pun bersama kawan-kawan sambil manggut memeroleh informasi aktual tersebut.
Merasa sudah puas jalan-jalan mengitari lokasi pantai Indrayanti dan mengingat suasana siang semakin berjejal pengunjung > maka rombongan memutuskan untuk pindah lokasi, mencari suasana baru agar refreshing lebih nyaman.
Lagi-lagi diperoleh rekomendasi dari mas Suradal > kita berempat menyusuri jalan ke arah timur sekitar 4,5 km > di tempat inilah ditemui lokasi aman, nyaman, bersih, berhawa laut segar alami, angin sepoi-sepoi dan sepi pengunjung > yaitu wisata Pantai Poktunggal. Tempat wisata ini tergolong baru, wisata yang dikelola warga setempat mulai beroperasi 3 bulan atau resmi dibuka menjelang lebaran lalu.
Hanya sayangnya, jarak sekitar 1 km mencapai pantai > dari jalanan aspal kita harus melewati lorong-lorong corblok dan jalan bebatuan yang relatif sempit. Jika berpapasan dengan pengendara mobil lain > maka salah satu sebaiknya memberi kesempatan supaya sama-sama memenuhi kepentingan.
Nah, memasuki area Poktunggal, sepertinya kita merasakan sesuatu yang berbeda, obyek wisata yang masih kinyis-kinyis ini belum banyak dijamah manusia. Pengunjung tidak berjejal seperti di pantai Indrayanti.
Sesaat kendaraan diparkir, wong_anteng buruan buka pintu kendaraan dan menjauh diri untuk mengambil gambar/pemandangan baru di lokasi. Beberapa hasil jepretan sederhana, dapat dilihat berikut:
Uhuy... benar-benar menarik pantai ini. Namun kurang lengkap jika belum menemui tokoh setempat yang bisa diwawancarai. Pak Katam yang mula pertama berhasil ditemui untuk ngobrol perihal sejarah menyebutkan, “Poktunggal itu berasal dari kelompok tunggal,” yaitu kelompok yang merintis dan mengelola tempat wisata ini.
Sementara itu, Pak Kardi (nelayan) dan isterinya yang membuka usaha warung makan di sisi barat area wisata mengatakan, “Poktunggal berasal dari kata tuk tunggal, yaitu satu-satunya tuk (sumber mata air) yang berada di sebelah warungnya. Tuk ini berada di bawah pohon ambal, yang airnya bersih kini diambil menggunakan pompa untuk memenuhi kepentingan bersama. Hal senada, di-iyakan oleh bu Warto, yang suaminya setiap hari selalu mengawasi lokasi wisata ini.
Dari perbincangan dengan beberapa tokoh setempat, diperoleh gambaran bahwa ikon obyek wisata pantai Poktunggal adalah > sumber air di bawah pohon Ambal, juga di pantai ini ada tanaman langka dilestarikan atau disebut pohon Duras, dan yang menarik bagi wisatawan tentunya sunset.
Di tengah hamparan pasir putih nan bersih, sunyi sepi disertai desir angin laut semilir > bisa menyewa payung dan alas duduk/tikar sambil menikmati hidangan kuliner lokal untuk bersantai di pantai Poktunggal. Kita bisa duduk-duduk di bawah pohon atau menyewa tenda/payung pantai sambil berbincang ringan melepas lelah kerja sepekan, lupakan pikiran penat/rumit, ditemani musik alam berupa deburan ombak pantai. Dan yang sangat beruntung tak ada sinyal telekomunikasi sehingga modem internet tidak berfungsi, hape offline.
Seusai makan/minum siang barengan, berlaskan tikar sewaan sambil sesekali menikmati kudapan lantas kita pun sepakat untuk leyeh-leyeh. Kita bersepakat untuk diam, wong_anteng semakin anteng, ikutan kriyep-kriyep sementara kawan-kawan sudah pada tidur pulas di alam terbuka.
Asyik memang refreshing di alam terbuka pantai Poktunggal ini, tidak terasa sore menjelang petang kita habiskan waktu di tepi laut, namun saya dan kawan-kawan harus segera pulang setelah seharian otak beristirahat. Sambil bergegas mengemas barang bawaan, kita bayar semua biaya fasilitas kenyamanan wisata, lantas kita menuju kendaraan sekaligus mohon pamit kepada Pak Kardi, Bu Kardi, dan Pak Katam yang telah banyak membantu kami di lokasi wisata aman dan nyaman ini. Sambil berjabat tangan beliau berkata, “selamat jalan dan jangan lupa berkunjung ke sini lagi,” ucap pak Kardi.