Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Membangun Kembali Kota Tua Jakarta

6 Maret 2015   11:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 370 1
Dengan hangatnya perdebatan "dana siluman" yang mencapai Rp 12 triliun, dan ditandai dengan tidak adanya titik temu antara Gubernur Ahok dan anggota DPRD DKI dalam pertemuan di kantor Kemendagri tanggal 5 Maret 2015, ada langkah bagus untuk menenangkan kedua pihak yakni melakukan "time out" atau istirahat sejenak dan memberikan perhatian ke kota tua Jakarta Barat. Sangat terbuka kemungkinan untuk memanfaatkan keberadaan kota tua itu untuk menjadi tempat menarik dan sehat sekaligus memberikan keuntungan besar bagi warga Jakarta. ApalagiGubernur DKI Jakarta (saat masih dijabat Joko Widodo) sudah meresmikan revitalisasi kota tua itu termasuk penggunaan kembali 85 bangunan di kawasan Taman Fatahillah, Jakarta, dengan melibatkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta konsorsium perusahaan swasta. Caranya tidak terlalu sulit, bahkan relatif sederhana; jalan-jalan di kota tua itu ditutup saja bagi kendaraan setiap malam minggu. Dengan demikian setiap pengunjung bisa menikmati kawasan itu dengan berjalan kaki. Kemudian Pemerintah kota Jakarta dapat menyediakan ribuan kursi berikut mejanya. Jika hujan, bisa disiapkan tenda sehingga masyarakat bisa duduk di sana dengan nyaman. Pemerintah kota bisa bekerjasama dengan para pedagang makanan dan minuman agar mereka bisa memanfaatkan kursi dan meja itu untuk menjual produk mereka, sehingga mereka bisa mendapat keuntungan. Seandainya Kota Tua, Jakarta Barat ini ditutup untuk kendaraan setiap malam minggu (mulai pukul 18.00-02.00) dan disediakan kursi dan meja makan yang kuat dan menarik, maka warga akan menikmatinya dan pedagang juga akan menikmati keuntungan yang cukup. Anggaran untuk menyediakan kursi, meja dan mungkin tenda tidak terlalu besar (Sumber foto: Kompas.com/Alsadad Rudi). Agar keamanan di kawsan itu terjamin, maka pemerintah kota bisa bekerjasama dengan satpam dan polisi sehingga benar-benar para pengunjung, termasuk turis asing dapat menikmatinya. Mungkin setiap 20 meter harus ada tiga atau empat orang satpam dan polisi untuk menjaga keamanan. Agar kegiatannya bisa sinambung dan lebih terjamin dibuat saja panitia tetapnya yang diketuai Walik Kota Jakarta Barat dengan dibantu para camat dan lurah terkait agar kegiatan setiap malam minggu bisa berjalan dengan baik dan lancar. Jika diperlukan, nanti bisa saja ditambah menjadi hari Jumat dan Sabtu malam. Jai kalau anak-anak atau keluarga mau jalan-jalan ke kota tua Jakarta, maka kita tahu bahwa mereka hanya duduk bercengkerama sambil menikmati makanan dan minuman di sana. Namun kalau dimungkinkan untuk menyediakan tempat menjual oleh-oleh yang menarik tanpa perlu tawar menawar, maka itu juga sangat baik. Mengenai biayanya sebenarnya tidak terlalu besar. Jika APBD tahun mendatang disisihkan sedikit saja; mungkin jauh kebih kecil dari "dana siluman," mungkin hanya untuk menyediakan sekitar 1.000 kursi x Rp. 500.000 (harga satu kursi dan meja dan tenda), ya hanya 500 juta. Kemudian biaya tenaga kerja mungkin hanya 500 orang x Rp. 100.000 yakni Rp. 50 juta atau Rp. 200 juta setiap bulan atau Rp. 2,4 miliar setahun. Jadi anggaran yang diperlukan untuk membuat tempat menarik di kota tua hanya Rp 500 juta untuk kursi, meja dan tenda serta Rp. 2,4 miliar untukmtenaga kerja setahun, maka hanya sekitar Rp. 3 miliar per tahun. Itu tidak terlalu besar dibandingkan dengan dana siluman itu. Jadi Gubernur dan DPRD tentu dapat menyetujuinya. Seandainya Gubernur dan DPRD DKI dapat menyetujui, maka kegiatan yang tidak terlalu memakan anggaran yang besar itu, tapi dampak sosialnya cukup besar, serta manfaat ekonominya juga untuk mengaktifkan kesejahteraan masyarakat Jakarta sangat terbuka. Kalau ini bisa diwujudkan, maka suasana panas antara Gubernur Ahok dan DPRD DKI untuk sementara bisa didinginkan namun semangat anti korupsi tidak boleh mengendur. Apalagi menurut pengakuan Walikota Jakarta Barat bahwa ada "dana siluman" di wilayahnya berupa penambahan anggaran sekitar Rp 270 miliar (pada hal dia tidak pernah minta; namun saat wali kota berdiri di Kemendagri untuk menjelaskannya kemarin atas permintaan Ahok, H. Lulung langsung buat keributan dan akhirnya pertemuan dihentikan oleh Dirjen Kemendagri tanpa Walikota Jakarta Barat sempat menjelaskan "dana siluman" itu. Kalau sempat dijelaskan berarti jelaslah siapa yang membuat dana siluman itu). Jadi karena kota tua juga kebetulan di wilayah Jakarta Barat, kalaupun Gubernur dan DPRD DKI menyetujui untuk membuat program menarik dengan menutup jalan setiap malam minggu agar pengunjung bisa menikmati di kota tua itu, namun tidak boleh mengandung "dana siluman" sama sekali. Kasihan rakyat, yang tidak punya mobil mewah dan tidak punya rumah serta toko banyak, yang akan menanggung akibat buruknya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun