Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Implementasi Budaya Siri’ dalam Pemerintahan Masa Kini

3 Mei 2012   02:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 399 0
Siri’ merupakan norma kesopanan dalam tataran masyarakat Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa hal yang dianggap tidak boleh dilakukan atau bahkan dibicarakan karena dianggap sebagai suatu hal sifatnya privasi dan akan hanya mendatangkan aib bagi orang tersebut. Singkatnya Siri’ juga disebut sebagai rasa malu atau harga diri. Menurut Hamid Abdullah : Siri’adalah jiwa mereka, manusia Bugis akan bersedia mengorbankan apa saja demi tegaknya Siri’. Bahkan Siri’ sudah merupakan inti kebudayaan Sulawesi Selatan. Menjadi inspirasi dari setiap gerak langkah orang-orang Bugis kapan dan di manapun dia berada. Sebagai inti kebudayaan, Siri’ jelas tampak dalam karakter dan kepribadian orang-orang Bugis. Meski begitu, ada kecenderungan Siri’ mengalami penyempitan makna dan makin kabur aplikasinya di tengah masyarakat sendiri.


Menurut para pemimpin masa lampau, salah satu tindakan yang dapat menyebabkan peperangan adalah perbuatan yang menimbulkan Siri’ terhadap seseorang keturunan ningrat. Seseorang yang Mate Siri’ atau hidup tanpa harga diri dan tidak melakukan sesuatu mengatasinya akan dipandang hina oleh masyarakat dan dianggap tidak berguna bagi masyarkat. Oleh karena itu, pembuangan dianggap lebih baik daripada suatu pengucilan yang sangat menghina di tengah-tengah masyarakat Bugis. Bahkan mereka lebih baik ‘mati’ sekalian di negeri orang daripada harus pulang ke kampung halaman dengan menanggung malu.

Dewasa ini, arus globalisasi yang semakin kuat mulai menggerus pula nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang ada pada masyarakat daerah Indonesia, salah satunya nilai Siri’ dari Suku Bugis itu sendiri. Di samping kuatnya difusi kebudayaan positif seperti kemajuan teknologi, pendidikan namun, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) juga ikut diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan Hindi-Belanda di bawah tanduk kepemimpinan (Verenigde Oost-indische Compagnie) VOC. Hal ini jelas mempengaruhi sistem budaya-politik di Indonesia, karena diperkenalkannya istilah korupsi yang berarti akan berdampak pada penyalahgunaan wewenang atas pengambilan hak orang lain, ditambah diiming-imingi dengan sejumlah uang yang sangat besar dan tidak terawasi dengan baik, tetntunya akan mengubah konsepsi nilai budaya yang telah mengakar turun-temurun –karena pada dasarnya manusia itu bersifat pragmatis, tidak peduli nilai budaya apa yang telah menghambatnya dan orientasi tinggi terhadap hasil.



Sebut saja beberapa kasus korupsi dan ketidakjujuran lainnya yang ada dalam sistem pemerintahan Indonesia, padahal tak sedikit pula para pemimpin dan pejabat di daerah maupun pusat yang berasal dari Suku Bugis, yang notabenenya seharusnya menjunjung tinggu nilai Siri’ tersebut. Budaya Siri’ yang menjadi prinsip orang-orang Bugis nampaknya tidak dapat bertahan lama di saat lingkungan dan tekanan budaya yang tinggi untuk tidak mematuhi nilai budaya yang bijak tersebut. Padahal relevansi antara Siri’ dengan pengimplementasian kinerja pemerintahan sangat diperlukan menyangkut budaya untuk jujur, tidak korupsi, taat aturan dan tidak menindas pihak yang lemah merupakan sendi positif kehidupan masyarakat Bugis yang universal.



Keterikatannya budaya Siri’ dalam sistem pemerintahan Indonesia seharusnya diperlukan dan harus dipertahankan mati-matian oleh para pejabat dari Suku Bugis sehingga kearifan lokal budaya tetap terpelihara dan sistem pemerintahan berjalan dengan baik. Meskipun sulit untuk mempertahankan nilai Siri’ di tengah-tengah lingkungan yang sudah menganggap ‘rasa malu dan harga diri’ bukan pedoman hidup, tetapi itulah agenda besar yang harus direkonstruksikan ulang dan ditanamkan secara kuat kepada orang-orang Bugis yang hendak memasuki dunia pemerintahan. Lebih lagi, ini bukanlah masalah yang ada untuk orang Bugis saja, namun semua masyarakat Indonesia. Entah mereka yang tidak peduli atau tidak tahu terhadap ketidakjujuran tersebut. Singkatnya, apapun yang terjadinya, orang Bugis sebenarnya memiliki budaya Siri’ yang seharusnya dapat menjadi pelindung atas masalah-masalah di sistem budaya-politik Indonesia dan tinggal bagaimana caranya untuk membakarkan semangat Siri’ itu di zaman yang dinamis ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun