Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

FS si Manusia Unggul

15 November 2022   10:38 Diperbarui: 15 November 2022   10:42 204 1
Pada tanggal 8 Juli 2022, Ferdy Sambo yang pada saat itu memiliki jabatan sebagai Kadiv Propam Polri membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Ferdy Sambo yang pada kala itu memiliki pangkat Irjen Pol, melaporkan adanya pelecehan seksual dan kontak tembak. Laporan pertama yang dibuat oleh Ferdy Sambo ialah laporan adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau yang dikenal sebagai Brigadir J kepada istri dari Ferdy Sambo yaitu Putri Chandrawati. Laporan kedua yang dibuat oleh Ferdy Sambo ialah adanya tembak-menembak antara Bharada E dengan Brigadir J, sehingga karena kontak tembak tersebut mengakibatkan Brigadir J menghembuskan nafas terakhirnya karena luka tembak dan kejadian tersebut berlangsung di kediaman Ferdy Sambo.

Laporan Ferdy Sambo yang telah diterima oleh pihak kepolisian, diproses secara hukum dengan dilakukannya proses penyidikan mengenai laporan yang diterima oleh kepolisian dari Ferdy Sambo. Berdasarkan proses penyidikan yang telah dilakukan, ditemukan adanya beberapa kejanggalan terkait kasus tembak- menembak yang terjadi antara polisi yang bernama Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau yang dikenal sebagai Bharada E karena memiliki pangkat Bhayangkara Dua dengan Brigadir J. Dalam proses penyidikan, ditemukan juga bahwa tidak adanya bukti bahwa Brigadir J melakukan pelecehan seksual kepada Putri Chandrawati.

Ferdy Sambo menuturkan bahwa ia kecewa dengan Brigadir J yang dapat berbuat sekeji itu terhadap istrinya, mengingat Brigadir J telah diperlakukan secara istimewa dibanding ajudan lainnya. Setelah ditelusuri lebih dalam, penyidik menemukan kejanggalan dari cerita yang diceritakan oleh Ferdy Sambo kepada pihak kepolisian, mulai dari hasil otopsi jenazah Brigadir J, uji balistik di rumah Ferdy Sambo dan lainnya. Hal tersebut tentu menimbulkan keraguan dari cerita yang dituturkan sebelumnya oleh Ferdy Sambo selaku pelapor. Tidak sampai disana, barang bukti CCTV juga banyak yang hilang dan rusak.

Ferdy Sambo pada akhirnya mengaku sebagai dalang pembunuhan Brigadir J, karena Brigadir J telah melakukan pelecehan terhadap istrinya yaitu Ibu Putri Chandrawati. Ferdy Sambo juga menambahkan bahwa beliau yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J hingga tewas, saksi juga mengatakan bahwa Brigadir J telah mengangkat kedua tangan tanda menyerah namun Ferdy Sambo tetap memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Selang beberapa detik setelah Ferdy Sambo memberikan perintah penembakkan yang disaksikan beberapa orang, Bharada E menodongkan pistolnya dengan jarak dekat kepada Brigadir J yang sudah berlutut dan mengangkat tangan. Hal ini dilakukan oleh Bharada E karena beliau adalah bawahan dari Ferdy Sambo sehingga Bharada E tidak mungkin untuk menolak perintah dari atasannya. Selain itu, Ferdy Sambo juga ternyata yang membuat atau memanipulasi cerita seolah-olah terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E, ditambah lagi dengan perusakan barang bukti CCTV dan lainnya yang tentunya menghalang-halangi proses penyidikan dan penyelidikan.

Hingga saat tulisan ini dibuat, proses persidangan Ferdy Sambo masih berlangsung, namun dapat dilihat beberapa poin penting yang tercantum dalam surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang antara lain:

1. Dakwaan pertama, Pasal 340 Subsidair Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 KUHP, yang berarti Ferdy Sambo didakwa atas Pasal pembunuhan berencana atau pembunuhan biasa yang dilakukannya berkaitan dengan Pasal penyalahgunaan kekuasaan, hal ini didasarkan atas dugaan Ferdy Sambo yang dengan sengaja dan/atau dengan direncanakan melakukan atau menyuruh melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J karena diduga telah melecehkan Ibu Putri Chandrawati, yang sejatinya tidak ditemukan adanya bukti terkait pelecehan dalam tubuh Putri Chandrawati yang dilakukan oleh Brigadir J. Sementara itu, Ferdy Sambo adalah polisi yang berpangkat Irjen Pol dan sedang menjabat sebagai Kadiv Propam yang diduga melakukan penyalahgunaan kekuasaan ditinjau dari Ferdy Sambo yang secara langsung memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J atas dasar perintah.
2. Pada dakwaan kedua, Ferdy Sambo dijerat dengan Pasal 49 Subsidir Pasal 48 ayat (1) KUHP jo. Pasal 33 dan 32 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 55 KUHP. yang didasarkan atas perbuatan Ferdy Sambo karena jabatannya memerintahkan anak buahnya untuk menghapus, merusak, menghilangkan barang bukti elektronik (CCTV) dengan tujuan untuk merusak dan menghilangkan barang bukti, sehingga menganggu jalannya proses hukum.
3. Pasal 223 Subsidair Pasal 221 ayat (1) jo. Pasal 55 KUHP, yang didasarkan atas segala perbuatan Ferdy Sambo karena atas dasar jabatannya, yang Ferdy Sambo telah lakukan adalah termasuk tindakan menghalang-halangi proses penyidikan atau penuntutan. Dugaan atas pasal ini ditinjau dari bagaimana Ferdy Sambo memberikan sejumlah uang atau barang atas dasar penyuapan kepada beberapa bawahannya agar mereka dapat memberi keterangan palsu atau tutup mulut atas kasus yang sebenarnya terjadi.
Fenomena kasus hukum yang telah dijabarkan diatas, dapat dilihat melalui kacamata Filsafat Manusia dalam Ilmu Psikologi. Friedrich Nietzsche seorang filsuf asal Jerman mengemukakan adanya teori mengenai manusia unggul, manusia unggul yang dimaksudkan oleh Friedrich Nietzsche bukanlah manusia yang unggul dalam kemampuannya melainkan manusia unggul ialah manusia yang dilahirkann oleh alam yang mampu hidup dan bertahan karena adanya seleksi manusia (human selection) melalui kecerdasan yang terus menerus di perbaiki (eugenic foresight) dan pendidikan manusia sendiri yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat, Friedrich Nietzsche juga mengemukakan bahwa hal-hal yang menyusun invidu yang unggul, kuat, dan baik ialah intelektual, kehormatan, dan kebanggaan diri. Menurut Friedrich Nietzsche dalam kehidupan manusia, kekuatan ialah kebajikan utama sedangkan kelemahan ialah keburukan yang memalukan. Friedrich Nietzsche menuturkan bahwa manusia yang melakukan segala tingkah laku karena mengikuti kehendak dan membuatnya kurang memiliki kekuatan untuk hidup dan bertahan ialah manusia bodoh yang jauh dari manusia unggul.
Friedrich Nietzsche dilahirkan dan dibesarkan dengan keluarga yang taat agama Kristen dan dididik oleh Ibu yang lembut, sehingga Friedrich Nietzsche membenci anak yang nakal. Beberapa kejadian dalam hidupnya berhasil membuatnya jadi kehilangan Tuhan dalam kekristenannya dan membuat Tuhan baru baginya. Dalam konsep manusia unggul, Friedrich Nietzsche telah meniadakan Tuhan atau menganggap Tuhan sudah mati dan mengganti Tuhan dengan manusia unggul. Friedrich Nietzsche percaya bahwa kehendak memang ada dan mempengaruhi, setiap individu memiliki kehendak untuk berkuasa dan berkehendak. Dalam perkembangan terhadap teorinya, Friedrich Nietzsche memiliki suatu sudut pandang untuk menilai tingkah laku manusia dalam mencocokannya terhadap manusia unggul yang disebut sebagai moralitas. Friedrich Nietzsche membagi moralitas tersebut menjadi 2 (dua); herren moral dan heerden moral.

Friedrich Nietzsche dalam penilainnya terhadap tingkah laku manusia, mengemukakan adanya herren moral yang berarti moral tuan dan heerden moral yang berarti moral budak. Moral budak menurut Friedrich Nietzsche ialah ketidakmampuan mereka yang diangkat menjadi hakikat sikap baik dan lahir dari sentimental orang lemah terhadap orang kuat sehingga individu dengan moral budak merendahkan sikap-sikap orang kuat (moral tuan), individu dengan moral budak memiliki sikap; rendah hati, pengorbanan diri, altruisme, dan beberapa sikap yang dimiliki oleh moral dalam Kristiani (dunia dan daging ialah simbol kejahatan); damai, baik hati, lemah lembut, cinta kasih. Moral tuan yang diterima oleh Friedrich Nietzsche ialah moral yang digunakan sebagai standar pada zaman Romawi, moral tuan yang dimaksud ialah ungkapan kehendak untuk berkuasa; kejantanan, keberanian, kerja keras, cinta pada kekuasaan, fokus pada pengembangan dirinya, kehendak untuk menang dengan melakukan segala cara.

Dalam kaitan antar teori yang dikemukakan oleh Friedrich Nietzsche dan kasus hukum yang sedang dijalani Ferdy Sambo terletak bagaimana Ferdy Sambo berusaha untuk menetapkan kekuasaannya (jabatan). Ditinjau dari teori Friedrich Nietzsche yang mengemukakan bahwa moralitas budak ialah individu yang memiliki sikap lemah, dianggap memiliki sikap lemah karena mereka melindungi sikap egoisnya dibalik altruisme. Individu dengan moralitas budak cenderung berlindung dibalik norma-norma dan aturan yang dibuat dalam dunia non- metafisis atau dunia dalam kehidupan sehari-hari, mereka melindungi sikap lemah (baik hati, lemah lembut, altruisme) dan membuat kedok bahwa sikap lemah mereka ialah kebajikan.

Dalam beberapa poin dakwaan yang telah dikeluarkan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum), dapat dibuktikan secara langsung bahwa Ferdy Sambo bukanlah seseorang yang memiliki moralitas budak. Ferdy Sambo memiliki moralitas tuan yang dekat dari manusia unggul karena Ferdy Sambo mengejar atau mempertahankan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri dengan memanfaatkan jabatan. Moralitas tuan ialah individu yang dapat mengendalikan dan berkuasa atas dirinya sendiri seperti Ferdy Sambo yang mau mempertahankan kekuasaannya dengan mengendalikan situasi sesuai dengan nilai-nilai yang telah dibentuk sebagai kedok kelemahan dari moral budak. Ferdy Sambo yang merasa bahwa Brigadir J telah menodai, menghina, dan mencoreng martabat keluarganya takut bahwa hal tersebut akan berpengaruh pada pandangan orang lain mengenai jabatannya sehingga dia mengambil langkah berani untuk mempertahankan reputasi yang telah dibangun dengan berbagai jerih payah dan waktu yang panjang.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus hukum yang dijalani Ferdy Sambo dengan kaitannya mengenai teori yang dikemukakan oleh Friedrich Nietzsche ialah manusia unggul merupakan individu yang dalam pencapaian kesuksesannya mereka mampu bekerja keras, mempunyai dorongan keras dari segala arah, dan mempunyai kehendak yang berusaha mencapai segala kesuksesan. Berdasarkan teori yang telah dijabarkan oleh Friedrich Nietzsche , perbuatann Ferdy Sambo dalam kasus hukum yang sedang dijalani termasuk dalam klasifikasi teori manusia unggul karena Ferdy Sambo sangat mencintai kekuasaan, bekerja keras untuk mencapai kekuasaannya, dan memiliki langkah berani dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaannya. Hal tersebut dalam ditinjau secara langsung bagaimana Ferdy Sambo adalah polisi yang memiliki kekuatan super atas kekuasaanya di ranah kepolisian.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun