Apakah "drama" pengadilan Setya Novanto, terdakwa kasus e-KTP sebagaimana yang kita saksikan di Pengadilan hari ini, 13 Desember 2017, dapat dijelaskan berdasarkan kajian berpikir kritis? Jika ya, dalam arti apa pengadilan dan argumen yang dibangun para penasihat hukum Setnov di seputar isu sakitnya klien mereka dapat dikategorikan sebagai argumen ad misericordiam? Tulisan sederhana ini adalah upaya awal saya untuk menjawab pertanyaan ini. Tanggapan pembaca akan membantu saya menyempurnakannya lebih lanjut.
KEMBALI KE ARTIKEL