Pragmatisme politik dapat menjadi salah satu cara membaca dinamika politik menjelang pilpres 2014-2019. Berbagai partai politik berkoalisi dengan sejuta alasan pembenarnya. Ada yang mengklaim berkoaliasi atau tepatnya bekerja sama tanpa syarat, sementara yang lain diprediksi membangun koalisi di atas kepentingan bagi-bagi kekuasaan hanya karena wujudnya yang terlalu gemuk. Sementara itu, pergerakan politik Rhoma Irama dan Mahfud MD menjadi fenomena politik tersendiri yang harus dijelaskan persis ketika keduanya “menyeberang” ke kubu lawan. Konsep pragmatisme politik dapat menjelaskan fenomena-fenomena ini. Dalam tradisi filsafat, pragmatisme dipahami sebagai pemikiran yang menolak gagasan bahwa pikiran manusia dapat menjelaskan, merepresentasikan atau memotret realitas secara objektif dan apa adanya. Kaum pragmatis justeru berpendapat bahwa pikiran tidak lebih sebagai instrumen untuk memprediksi, bertindak dan memecahkan masalah. Pemahaman atas realitas atau fenomena hanya bisa dibenarkan jika menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (utility).
KEMBALI KE ARTIKEL