Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Menengok Wajah Literasi Indonesia

24 April 2020   14:15 Diperbarui: 16 Juli 2020   11:48 247 0

Dewasa ini, masyarakat Indonesia masih saja dikenal sebagai masyarakat yang memiliki budaya baca rendah, misalnya pada tahun 1993, UNESCO telah mencatat bahwa 84 % penduduk Indonesia sudah dapat membaca dan menulis, tetapi jika dilihat dari budaya baca masyarakat masih rendah.

Berdasarkan data dari (BPS), pada tahun 2006,dengan data  penduduk dengan usia 10 tahun yang menonton TV berjumlah 85,86 % dan yang sedang membaca surat kabar sebanyak 18,94%.

Terakhir pada tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk yang menonton TV mencapai 91, 68 % dan yang membaca surat kabar berjumlah 17,66 %, bentuk huruf mulai A hingga Z, melainkan sebuah kemampuan dalam menyampaikan ide dan gagasan melalui sebuah media tulisan kemudian menjadi sebuah bacaan bagi orang membaca. Ironisnya,pemahaman seperti ini masih sangat dangkal dikalangan masyarakat Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membentuk budaya baca di Indonesia adalah dengan memaksimalkan peran perpustakaan untuk dimanfaatkan  dan dikelola secara baik sesuai kebutuhan  pemustaka.

Apa itu ? Perpustakaan merupakan pusat informasi, harus  memiliki dokumentasi yang berperan untuk medorong tumbuhnya minat  baca masyarakat. Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 pasal 4  menyebutkan bahwa keberadaan perpustakaan bertujuan untuk meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam hal ini, perpustakaan berfungsi sebagai sarana pembelajaran sepanjang hidup ( long life education ) yang tidak terbatas. Ada sebuah anggapan bahwa kemajuan suatu bangsa berbanding lurus dengan keadaan perpustakaannya. Keberadaan perpustakaan tersebut  menjadi sebuah gambaran dalam perpektif kemajuan suatu negara salah satu  tolak ukur yang diharapkan, maka untuk memajukan dibutuhkan perhatian menjadi pusat informasi menjadi fungsi layanan  referensi dan serta menyiapkan karya cetak dan rekam sesuai kebutuhan  kearifan lokal yang tersedia. mengambarkan kearifan pemerintahnya.

Menggambarkan masyarakat yang maju adalah sebagai wujud dari masyarakat yang semangat untuk mendapatkan pengetahuan baru, guna meraih kualitas  hidup yang lebih baik .Misalnya di negara-negara besar  seperti  Negara Amerika  maupun negara besar lainnya. Keberadaan perpustakaan dan pendanaan perpustakaan selalu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintahannya yang berkuasa disana. Karena dari  perhatian penuh terhadap perpustakaan oleh pemerintahnya, maka dapat dipastikan perpustakaan itu dapat memfasilitasi masyarakatnya untuk berbagai kebutuhan.

Di Indonesaia, sebenarnya sudah banyak berdiri perpustakaan yang tersebar di berbagai daerah sampai ke tingkat desa, bahkan banyak komunitas masyarakat tertentu banyak yang sudah  menyediakan  seperti ; pojok baca, gubuk baca,rumah pintar dan lain sebagainya. Hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan jumlah perpustakaan  dan berbagai sudut baca di Indonesia menjadi salah satu kekuatan besar yang bisa merubah Indonesia menuju lebih baik, apabila dikelola  dan dimanfaatkan secara baik oleh masyarakatnya.

Dalam upaya ini, diperlukan adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat dan lembaga yang ada, sinergi ini bisa diwali dari pemerintah, misalnya dengan membuat program-program khusus terkait  dengan penegembangan perpustakaan dan pengembangan pemanfatan literasi untuk kesejahteraan.

Selain itu yang tak kalah pentingnya yaitu regulasi dari pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan perpustakaan dan pemanfatan literasi untuk kesejahteraan, karena hal  regulasi seperti ini sangat diperlukan jika suatu program dapat berjalan efektif, efisien dan mencapai sasaran yang diinginkan. Regulasi yang telah dibuat perlu dijalankan dengan sungguh-sungguh, dan bukan hiasan belaka. Misalnya dengan tidak menjadikan perpustakaan sebagai tempat transit bagi para aparat pemerintahan yang bermasalah, selain itu , regulasi tersebut hendaknya juga memuat bahwa setiap intansi pendidikan di tingkat sekolah,SD,SMP,SMA,SMK wajib menyediakan biaya minimal 5 % dari anggaran total anggaran pendidikan di sekolah, guna pengembangan perpustakaan dan pengembangan budaya literasi para siswa.

Upaya seperti ini sangat diperlukan dalam pengembangan perpustakaan. Mengingat keberadaan tehnologi informasi semakin berkembang dan sarana harus disiapkan mengingat kondisi saat ini,peran tehnologi menjadi skala prioritas menjadi layanan digital, jika secara  kwalitas melek huruf masyarakat Indonesia harus segera di tingkatkan, salah satunya melalui perpustakaan.Bila tidak, maka kita akan dilanda dua kebutuhan.yaitu, yaitu buta aksara dan kebutuhan  tehnologi informasi.

Jika keberdaan perpustakaan di Indonesaia terus diperhatikan, baik dari kalangan pemerintah, akedemisi maupaun masyrakat, maka kedepanya Indonesia akan menjadi sebuah negara yang maju, berpendidikan dan berkarakter.

Gambaran Kondisi Literasi di Masyrakat

Para pegiat literasi menyatakan pemustaka bukannya malas membaca karna pada prinsipnya kekurangan bahan bacaan yang menarik, menurut aktivis Pustaka bergerak anak-anak tidak membaca buku karena pelbagai faktor

 Pertama, akses ke buku sulit. Bila mereka disodori buku-buku yang sesuai, maka mereka bakal senang hati membaca. Ini terbukti ketika tahun 2016, aktivis Pustaka Bergerak masih berusaha keras 'berburu' anak-anak untuk mau membaca buku. Namun kini anak-anak pelosok sudah bisa merasakan asyiknya membaca buku, gantian aktivis Pustaka Bergerak yang diuber anak-anak. 

Tak jarang, anak-anak itu 'membegal' aktivis yang berusaha mengedarkan buku pinjaman ke desa lainnya supaya berhenti dulu di desa yang lebih awal dilalui.

"Relawan kita yang mestinya bergerak ke desa B, di tengah jalan di desa A bisa dibegal oleh anak-anak untuk disuruh berhenti. Anak-anak dulu dikejar-kejar, tapi sekarang mereka yang mengejar-ngejar relawan," kata Nirwan.

Hingga kini, relawan Pustaka Bergerak yang terdaftar berjumlah 15 ribu orang. Jumlah itu dirasa masih kurang untuk ukuran luas wilayah dan jumlah anak-anak Indonesia. Perlu lebih banyak lagi pejuang literasi di pelosok Provinsi Papua dan Papua Barat. Jumlah 15 ribu orang relawan belum mampu memuaskan minat baca anak-anak  seluruhIndonesia.

"Sangat kewalahan kita. Anak-anak ini kalau sudah menyala rasa ingin tahunya, maka mereka akan kehausan membaca buku," kata Nirwan.

Faktor kedua yang menyebabkan minat baca Indonesia rendah, yakni bukunya jelek-jelek. Jadi bukan salah orang Indonesia-nya yang malas membaca, tapi salahkan bukunya yang kebanyakan tidak menarik.

Untuk meningkatkan budaya literasi,  kesuksesan harus memiliki beberapa program untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakatnya melalui gerakan budaya literasi dan setiap kabupaten/kota.di Indonesia "Program menerapkan budaya membaca dan menulis secara berkelanjutan, baik di sekolah, dan di perguruan tinggi, maupun di masyarakat," .

Gerakan ini mewajibkan masyarakat, siswa, mahasiswa, dan semua penduduk  membaca minimal 15 menit dalam sehari dan program gerakan literasi harus dimotori Dinas Pendidikan dan Dinas perpustakaan.

Melalui gerakan literasi dan berharap, kemampuan literasi Indonesia akan semakin meningkat sehingga generasinya akan semakin siap menghadapi persaingan.dan juga pertumbuhan perpustakaan semakin meningkat, untuk meraih itu semua kepedulian pemerintah setempat dalam pengelolaan harus di ikuti dengan tenaga-tenaga yang sudah berpengalaman dalam bidang literasi perpustakaan, kesuksesan layanan literasi harus menyiapkan beragam jenis koleksi yang ditempatkan diperpustakaan sesuai kebutuhan masyarakat dan diperelukan inovasi dalam pengelolaan literasi supaya tidak menimbulakan kebosanan pengguna, untuk melahirkan itu semua masyarakat yang berkontrubusi mendirikan layanana literasi dan bentuk desainnya sebagai tempat aktivitas literasi ,pemerintah daerah khusunya mendukung, inilah satu model rangka menaikkan minat baca  masyarakat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun