Demam berdarah merupakan penyakit menular yang menimbulkan tantangan karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Kasus demam berdarah meningkat setiap tahunnya meskipun program pencegahan dan pemberantasan DBD berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada 1968 menjadi 0,87% pada 2010 tetapi angka kesakitan masih belum menunjukkan angka penurunan. Hal ini, dikarenakan gejala demam berdarah mirip pada demam biasanya seperti suhu tubuh naik, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan dan keringat dingin walaupun terdapat kasus dimana tanda seperti mimisan, gusi berdarah, dan petechiae namun fase demam naik turun atau siklus pelana kuda ditemui pada kasus demam berdarah sehingga masyarakat terlambat menyadari penyakit DBD. Oleh sebab itu, penderita DBD memerlukan diagnosis yang akurat dan cepat yang tentu di beberapa daerah yang masih sulit diakses fasilitas medis akan terkendala.
Kebiasaan masyarakat umum khususnya indonesia yaitu menggantung pakaian di rumah ternyata memiliki resiko 6,29 kali lebih besar untuk terkena DBD dibandingkan masyarakat yang tidak menggantung pakaian, tempat menggantung pakaian di rumah merupakan salah satu tempat favorit nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus untuk berkembang biak setelah menghisap darah kemudian menularkan pada individu lain. Peranan perubahan iklim seperti peningkatan suhu global dan pola curah hujan pun semakin memperluas habitat nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus, hal ini jelas menjadi tantangan dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi pengendalian demam berdarah. Kurangnya edukasi menjadi tantangan terbesar pada masyarakat seperti usia <15 tahun yang sebagian adalah usia sekolah pada beberapa penelitian ditunjukkan sebagai rentang usia yang rawan terkena demam berdarah.
Peran kesehatan masyarakat pada kasus demam berdarah ini adalah sebagai edukator untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang DBD. Edukasi dapat bermula dari membiasakan masyarakat untuk menutup tempat penampungan air dan tidak menimbun barang bekas di rumah untuk menghindari jentik nyamuk atau pelaksanaan upaya PSN-DBD dalam bentuk gerakan 3M plus. Pengendalian vektor seperti kegiatan pengasapan, penggunaan insektisida, dan pengelolaan lingkungan juga tenaga kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan dengan bekerja sama dengan pemerintah lokal dan organisasi non pemerintah untuk memastikan pelaksanaan program dapat terlaksana dengan efektif dan konsisten. Kerjasama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas menjadi kunci untuk mengurangi beban penyakit ini dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat mengurangi dampak Demam Berdarah.
KATA KUNCI : Berdarah, Demam, Kesehatan, Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
dr. Rizal Fadli (2020). Demam Berdarah. [online] halodoc. Available at: https://www.halodoc.com/kesehatan/demam-berdarah?srsltid=AfmBOooW0AUeiTVdLt7lb1xsv7GaVhUIXykxTZjZRy00YV3hrMoqeQ7j [Accessed 12 Sep. 2024].
Farmakologi, B. (2014). Demam Berdarah Dengue (DBD). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Medula, [online] 2(2). Available at: https://media.neliti.com/media/publications/152633-ID-demam-berdarah-dengue-dbd.pdf.
https://herminahospitals.com/id/branch/hermina-depok (2024). Harus Tahu, Bedanya Demam Berdarah dan Demam Biasa. [online] Herminahospitals.com. Available at: https://herminahospitals.com/id/articles/harus-tahu-bedanya-demam-berdarah-dan-demam-biasa [Accessed 12 Sep. 2024].
Yogi (2024). Epidemiologi Demam Dengue. [online] Alomedika. Available at: https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/demam-dengue/epidemiologi.
Yunita, J., Mitra, M. and Susmaneli, H. (2012). Pengaruh Perilaku Masyarakat dan Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(4), pp.193--198. doi:https://doi.org/10.25311/keskom.vol1.iss4.28.