Hal tersebut kerap saya lihat dalam sosial media. Seseorang membeli suatu produk yang sudah dimiliki dengan kegunaan serta jenis yang sama hanya karena marketing yang menarik dari merek terbaru atau adanya trend dalam sosial media. Seringkali overconsumption ini terjadi setiap peluncuran produk baru saat para influencer melakukan marketing di sosial media untuk menarik audience. Dari hal tersebut, konsumen akan tertarik untuk membeli dan terjadi terus menerus. Kebiasaan ini dapat mengarah pada hedonisme, tidak hanya membuang-buang uang namun juga membuang-buang produk yang dibeli karena tidak semua dapat digunakan hingga masa pakai atau kadaluarsanya habis.
Perilaku toxic ini mulai dinormalisasi oleh masyarakat Indonesia karena banyak yang menerapkan hal tersebut, faktor terbesarnya adalah para influencer. Masyarakat pun terpengaruh dan akhirnya meniru gaya hidup seperti itu. Overconsumption tidak hanya berpengaruh buruk untuk keuangan namun juga bumi karena yang kita beli tidak dapat diolah kembali sehingga hanya akan merusak lingkungan. Overconsumption jelas tidak normal karena kita tidak butuh sesuatu yang berlebihan hanya karena ingin memenuhi keinginan. Pada akhirnya kita tetap dapat hidup dengan baik dan berkecukupan tanpa memiliki semua keinginan itu. Pentingnya membedakan suatu kebutuhan dan keinginan serta bijak dalam melakukan tindakan.
Setiap orang memiliki pilihan dan hak dalam hidupnya. Masyarakat bebas memilih suatu keputusan, bertindak, dan menggunakan uang selagi hal positif dan tidak merugikan sekitar. Overconsumption sudah memiliki dampak yang buruk pada pribadi masing-masing bahkan terhadap bumi. Oleh sebab itu, untuk bumi dan lingkungan yang lebih baik, tetap bersih, dan terjaga, mari bersama-sama hindari overconsumption.