Berhubung pulsa internet saya habis, maka tadi malam (Selasa malam, 21 Februari 2012) saya asyik memelototi TV. Karena tak suka sinetron saya pun mengganti-ganti saluran TV, dan akhirnya tertarik acara Indonesia Lawyer Club di TVOne. Untuk apa nonton? Yah, sekadar ingin tahu di balik kasus Angie dan Nazar.
Saya sebenarnya bisa menikmati acara ini awalnya saat lalu lintas pembicaraan masih tertib. Ada nara sumber yang menyampaikan pendapatnya dan ada pengacara yang mengacungkan tangan ingin menanggapi. Namun acara menjadi terganggu dan tak menarik lagi saat ada pengacara yang saya lupa namanya yang mengakui berkali-kali dihubungi keluarga Angelina Sondakh untuk menjadi pengacaranya, namun si pengacara ini menolak. Nah saat menyampaikan bahwa dia menolak untuk jadi pengacara Angie, tiba-tiba Hotman Paris menimpali dengan kata ..."honor?". Tentu saja ucapan Hotman ini membuat si pengacara tersinggung dan menjawab " Jaga etika Anda, walau Anda kaya raya haruslah tahu sopan santun dan etika, jangan memotong pembicaraan, saya tak seperti Anda yang segala sesuatunya berdasarkan uang!". Nah mulailah Hotman Paris terus merecoki ucapan nara sumber yang sedang ditanya Pak Karni Ilyas.
Padahal apa yang disampaikan si pengacara ini bagus. Tentang untuk apa mereka sibuk menuduh Angelina Sondakh bohong, sementara pengacara Nazarudin telah melaporkan kalau Angelina bohong/bersaksi tidak jujur. Bukankah ucapan itu wajar?
Demikian juga saat Bapak Permadi diberi kesempatan oleh Pak Karni untuk menyampaikan pendapatnya dan beliau bercerita tentang Angie yang dikenalnya sebagai perempuan smart, flamboyan, enerjik, dan ceplas-ceplos. Namun di persidangan yang tampak Angie yang berbeda bukan Angie yang sebenarnya yang seperti dikenal Pak Permadi. Lagi-lagi Ruhut Sitompul menimpali ucapan Pak Permadi dengan mengatakan kalau Pak Permadi sudah tua hingga bisa lupa atau apalah kata-kata yang tak layak diucapkan elite partai. Kalau memang Pak Permadi sudah tua apa urusannya? Bukankah dalam penyampaian pendapat bukan masalah tua atau muda tapi bagaimana pendapat mereka apakah layak disimak atau asal bicara?
Untunglah Pak Permadi sigap menjawab dengan menyatakan "Penonton lebih percaya pada yang saya yang tua ini, dari pada kepada Anda!". Bagi saya itu ucapan yang jitu, karena saya sebagai penonton di rumah juga lebih respek terhadap pendapat Pak Permadi dari pada Ruhut Sitompul.
Apakah memang kelakukan Ruhut Sitompul dan Hotman Paris menunjukkan sisi sebagian orang Indonesia yang tak bisa berdebat dengan cerdas dan alih-alih menentang pendapat malah menyerang pribadi lawan bicara?
Barang kali sebagian kecil dari kita suka berbuat demikian, jika beda pendapat bukan disikapi dengan hati terbuka dan kepala dingin namun dengan cara menjatuhkan/menyerang pribadi lawan bicara kita.
Saya yang mengajar materi diskusi di kelas 8 SMP, jadi teringat kalau dalam pembelajaran ini diajarkan cara-cara menyampaikan persetujuan dan pertentangan pendapat yang santun. Rasanya apa yang saya sampaikan di depan kelas dan coba dipraktikkan siswa akan menjadi sia-sia jika mereka menonton acara ini dan beranggapan demikianlah cara berdebat/berdiskusi. Memprihatinkan.
Marilah kita belajar menerima perbedaan pendapat dengan hati jernih. Tidak marah /emosional dalam menanggapi pendapat yang beda, tetap berkepala dingin dan bukannya berkobar-kobar mengajak "padu". "Padu" itu kata dari bahasa Jawa yang maksudnya suka bertengkar hebat hingga didengar tetangga. Bahkan bisa juga bertengkar hebat dengan tetangga hingga bisa saling mendiamkan berhari-hari. Bagi saya "padu" itu memalukan tapi ternyata bagi sebagian pengacara "padu" itu ya satu-satunya cara membela klien di televisi dan membela partai di televisi walau sangat memuakkan bagi penontonnya. Sadarkah kau Bang Hotman dan Bang Ruhut? Kalian sangat memuakkan!..........
BUDE BINDA
Rabu, 22 Februari 2012