Saya terilhami menulis tentang pergaulan bebas yang dilakukan anak dengan sepengetahuan orang tua dari tulisan Saudara Valentino berjudul Kehamilan Remaja yang Tidak Diharapkan. Jika dalam tulisan Om Valen tentang remaja hamil yang kebingungan, takut dan akhirnya melakukan aborsi ilegal yang berbahaya, maka kasus yang menimpa murid-murid saya sedikit berbeda.
Anak-anak yang masih belia ini memang sedang mengalami masa pubertas pertamanya (siswa SMP rentang usia antara 11-17 tahun). Beberapa dari mereka sudah mengenal pacaran, ada juga yang masih lugu, malu-malu dan memang belum berpacaran. Yang berpacaran ini ada yang berpacaran sendiri tanpa sepengetahuan orang tua, namun ada yang sudah dilamar/bertunangan.
Pada siswa yang sudah bertunangan, bisa sejak kelas 7, kelas 8 atau kelas 9 SMP, orang tua tahu dan bahkan merestui pacaran anaknya ini. Di daerah tempat saya mengajar yang masuk wilayah pegunungan anak yang cantik apa lagi kalau orang tuanya kaya (punya sawah atau ladang yang luas) anak gadisnya akan cepat dilamar orang walau masih ingusan/remaja.
Sayangnya orang tua permisif dengan membolehkan calon suami si anak untuk tidur di rumah mereka bahkan tidur dengan anak gadisnya sebelum mereka menikah. Pada kasus ini jika terjadi kehamilan orang tua turut berperan karena membiarkan anak gadisnya berhubungan seks pra nikah.
Mengapa orang tua ada yang sepermisif itu? Menurut pengamatan saya karena pemahaman dan penerapan agama mereka yang sangat kurang.
Kasus terbaru siswi yang bernama Erina, usai libur semester satu tidak masuk sekolah. Tiga orang teman sekelasnya yang datang ke kantor TU (Tata Usaha), mengabarkan kalau Erina sudah hamil 3 bulan. Mbak Eni karyawan Tata Usaha yang dilapori teman-teman Erina, terkejut dan shock. Saya yang baru datang, segera dia beri tahu "Bu, ada anak hamil". "Siapa?". "Erina!". "Hemmm pantas saja....". Mbak Eni heran karena saya tidak terkejut. Saya sudah menduga anak ini sudah berhubungan seks, gara-gara Mbak Rini teman Tata Usaha yang lain mengomentari payudara Erina yang terlalu besar untuk anak seusianya. Saya perhatikan payudara anak ini memang besar tak wajar juga terlihat sudah kendur. Erina siswa kelas 9 yang mestinya sudah mulai sibuk les menghadapi ujian. Namun justru dia ke luar dari sekolah karena hamil dan dinikahkan oleh orang tuanya dengan calon suami yang telah menggaulinya dengan sepengetahuan orang tua.Tragis ya?
Dua tahun lalu, ada siswi kelas 9, sebuat saja bernama Tiarmi yang dinilai kurang semangat belajarnya dan sering membolos les/tambahan pelajaran. Guru BP pun memanggil Tiarmi untuk mengetahui masalah yang dihadapinya. Ternyata dari percakapan dengan guru BP, ketahuan kalau Tiarmi telah berhubungan seks dengan tunangan/calon suami. Bahkan calon suaminya ini telah tinggal di rumah orang tuanya untuk membantu pekerjaan Bapak Tiarmi di sawah dan kebun salak. Bahkan saat ditanya sudah berapa kali dia melakukan hubungan seks dia menjawab lupa (artinya lebih dari satu kali bahkan mungkin berkali-kali, sampai lupa). Itulah rupanya yang menyebabkan semangat belajarnya menurun. Toh lulus atau tidak lulus selesai SMP ya terus nikah. Bahkan kata teman-teman yang mengajar kelas 9 saat itu konsentrasi belajarnya sangat menurun. Untunglah Tiarmi lulus dan tidak hamil saat masih bersekolah.
Miris, orang tua seolah tutup mata terhadap pergaulan bebas anak gadisnya bahkan merestui dengan membolehkan calon suami tidur di rumah mereka dan sekamar dengan anak perempuannya yang masih di bawah umur. Tak heran heran siswa yang ke luar/drop out dari sekolah untuk menikah hampir ada setiap tahun. baik karena hamil mau pun tidak. Padahal usia mereka belum cukup untuk menikah. Tampaknya petugas KUA kong kalikong dengan orang tua mau pun pihak desa. Tak heran pula di daerah saya bertugas, banyak terjadi perceraian. Usia pernikahan yang masih muda, menjadi penyebabnya. Saat mengahadapi masalah dengan suami/istri orang tua masih turut campur. Mereka juga belum cukup dewasa dalam menghadapi masalah rumah tangga (percekcokan, ekonomi, mendidik anak dan seterusnya).
Tingkat pendidikan orang tua yang masih rendah menjadi penyebab pernikahan di usia muda dan pergaulan bebas atau seks pra nikah yang dilakukan anaknya. Selain faktor religius yang kurang.
Semoga di masa mendatang kisah dan kasus seperti Erina dan Tiarmi terus berkurang, syukur-syukur tak ada lagi.
BUDE BINDA
Banjarnegara, Sabtu 21 Januari 2011