Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Nikmatnya Menjalani Cobaan (Tulisan 3)

22 Juni 2011   14:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 1223 0
Oleh Bude Binda

Aku jatuh dari boncengan sepeda motor sepulang dari sekolah Http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/21/nikmatnya-menjalani-cobaan/.

Aku pun periksa ke  rumah sakit, dirontgen dan ternyata tulang lengan atasku patah Http//lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/21/nikmatnya-menjalani-cobaan-tulisan-2/.

Seusai dirontgen hasil foto rontgennya kuserahkan pada dokter jaga IGD, sambil membuatkan spalk untuk menahan tanganku, aku disuruh minum obat penahan nyeri. "Dok rumah sakit Ortopedi dengan Siaga Medika layanannya dan penanganan bagus mana? Biayanya lebih murah mana?". "Kalau penanganan dan layanan sama, biaya di Siaga Medika ada  paket-paket harga yang bisa dipilih Bu, sebentar saya ada daftarnya". "Ternyata nggak ada Bu, kurang lebih ada yang paket 6,5 juta dan ada yang 8,5 juta".

Saya berunding dengan suami dan minta dirujuk ke Siaga Medika. Sementara sambil saya dipasangi spalk, suami menerima telepon dari istri KS dan KS yang keduanya mengkhawatirkan kondisiku.

Di kasir sempat diminta untuk menahan KTP karena kartu Askesku hilang, namun setelah tanya  biayanya Rp88.000,00 akhirnya dibayar suami.

Kami ke luar dari ruang IGD. Ada kakek-kakek baru datang teriak-teriak kesakitan, diantar anak-anak dan cucunya. Entah sakit apa.

Naik mobil, sudah susah tanganku untuk menutup pintu mobil, minta tukang parkir untuk menutupkan. Kami ke luar dari rumah sakit menuju Banyumas tempat rumah sakit Siaga Medika. Di sepanjang perjalanan ku tahan sakit tanganku yang telah dispalk. Perjalanan yang makan waktu kurang lebih 1,5 itu terasa lama.

Sampai di Siaga Medika kami masuk ruang resepsionis, diterima petugas. "Saya mau periksa Mas, ini foto rontgennya". Dia mengamati foto rontgen, "Ibu siap operasi?". "Siap!", saya jawab dengan tegas.

Aku diantar ke ruang dalam. Di sana dokter IGD mengukur tensi, perawat mengganti bajuku dengan baju rumah sakit. Lengan baju batik merah kesayanganku digunting supaya dapat dilepas...."Mbak ngguntingnya hati-hati, biar bisa disambung lagi". Suamiku menimpali "Sudahlah, beli lagi!". Setelah baju diganti beberapa bagian tubuhku diolesi cairan dan disambung kabel-kabel ke alat pendeteksi jantung. Hup, alat pun dihidupkan dan terdengar suara teratur dan ada kertas hasil pendeteksi jantung. "Ibu kondisi jantungnya bagus" "Alhamdulillah, terima kasih Mbak". Dokter bertanya "Ibu ada penyakit hipertensi atau DM?". "Hipertensi ya, kalau DM sih ada keturunan tapi terakhir diukur gula darah saya 95".

"Terakhir makan jam berapa Bu?" " Saya makan tadi siang jam 1". "Kalau minum?". "Minum aqua sedikit untuk minum obat jam 7". Ranjangku digeser ke ruang persiapan operasi. Suamiku menunggui, dengan duduk di kursi samping ranjang dan tangannya memegang tanganku. Ya Allah Alhamdulillah suamiku sangat sayang padaku.

Sebelumnya saya sempat tanya dokter yang di IGD namanya Dokter Khafid, sedang dokter bedah tulangnya Dokter Arif. Dokter Arif datang menemuiku "Dokter Arif ya?" "Kok tahu?" "Saya sudah tanya". "Ibu makan dan minum terakhir jam berapa?". Kujawab seperti saat ditanya Dokter Khafid. Kutunggu saat-saat operasi dengan berdoa dan berdzikir.

Sesaat kemudian Dokter Arif datang lagi. "Ibu, silakan makan dulu". "Makan Dok, nggak jadi operasi?". "Ibu, dokter anestesinya nggak berani karena Ibu terakhir minum jam 7, ini baru jam 9, kalau tepat 6 jamnya, jam 1 malam kan kondisi tidak fit Bu, besok     bakda Subuh atau jam 7  ya". "Ya sudah kalau begitu, terima kasih Dok".

Tempat tidur dipindah ke ruang lain, agar saya bisa istirahat walau kenyataannya, dengan tangan diinfus saya susah tidur. Alas tidur bukan kasur tapi perlak plastik yang kurang nyaman. Belum lagi suara-suara orang lewat di pintu yang hanya disekat tirai.

Suami ke luar membeli makanan dan minum, sambil menelpon Pak Likku supaya besok pinjam uang ke Bulik yang rumahnya di sebelah rumahku. Paling tidak kami mesti siap 10 juta. Saat ditinggal terasa lama, datanglah Mas Imam membawa nasi goreng dan air mineral. Saya makan disuapi. Tak lama kemudian saya pengin pipis. Waduh...untung WC tidak jauh. Agak repot juga sambil nenteng botol infus.

Tak lama kemudian saya ingin BAB. Kerepotan kedua dimulai. Di kamar mandi melepas celana saja susah, untung kloset jongkok mempermudah BABku.

Kembali ke ranjang mencoba untuk tidur, walau tetap tak bisa. Berdoa, dzikir. Suami tidur di lantai, untung tadi minta selimut 2. Suamiku stress. Dia sempat bilang "Kamu kok mau sih mbonceng?" "Pak KS kenapa naik motornya kencang?" "Gimana biaya operasinya?" . "Sudahlah Mas, ini kan takdir, aku yang sakit saja tabah, kok Mas gitu sih". Akhirnya dia diam.

Jam 12 malam, obat pereda nyerinya sudah tak berfungsi, tanganku terasa sakit dan nyeri. Sementara di sebelah tirai suara pintu dibuka, sandal diseret terus-menerus. Kadang pintu ditutup dengan sangat keras. DDERR......setiap hentakan pintu tanganku ikut Nyerrrr.....tambah ngilu. Kata suamiku paginya ada pasien  kecelakaan 3 orang, satu meninggal dunia.

Akhirnya pagi tiba. Suami menelpon Bulik, juga Bu KS supaya tidak cerita ke Bu Fat teman mengajarnya yang tetanggaku. Kalau orang rumah tahu kan berabe. Bapak sedang gerah (sakit). Aku juga tak mau tetanggaku tahu. Jawab Bulik mau pun Bu Khawa ya. Keduanya mengiyakan. Alhamdulillah.

Jam 8 pagi aku dibawa ke ruang persiapan operasi. Cincin, gelang dilepas untuk disimpan suami. Namun cincin kawin yang sudah kekecilan ternyata tidak bisa dilepas. Maklum berat badanku sejak menikah 12 tahun lalu bertambah banyak.

Masuklah ke ruang operasi, dokter Mahmud dokter ahli anestesi yang akan membius. "Dok, takarannya yang tepat ya?" "Ibu yang yang menyembuhkan  itu Allah, berdoa ya Bu". "Ya Dok, Bismillah hi rohamanirohim.." "Disuntik ya Bu". "Disuntik?" "Di selang infus Bu" "Oke, pelan-pelan Mas, biar nggak sakit". Begitu obat disuntikkan ke selang infus, aku tertidur dan tak merasakan apa-apa sampai dokter membangunkan aku. "Ibu bangun sudah selesai". "Aduh sakit!" . Mas Imam mendekat "Istighfar Mah". "Astaghfirloh hal 'adhim....". Kuucapkan istighfar walau terasa berat karena belum sepenuhnya sadar. "Ini Pak Lik juga sudah datang". "Jam berapa ini Dok?" "Jam 9 Bu".

Aku merasa ranjangku didorong ke ruang lain. Kepalaku masih pusing dan ranjang didorong tanpa perasaan, berkali-kali terantuk. Kepalaku tambah pening. Di ruang ini aku tanganku yang telah dioperasi dirontgen lagi. Kakiku diambli darahnya untuk diperiksa. Karena sangat sakit aku teriak "Aduh lara banget, lara banget.....sakit sekali!". Kesadaranku belum pulih 100%.

Ranjang didorong lagi ke kamar. Barulah aku sadar sepenuhnya. Tadi dokter bilang kalau sudah tidak pusing boleh minum dan makan. "Mas aku sudah tidak pusing, minum". Suami mengambilkan air mineral dengan sedotannya. "Kutinggal sholat Jumat dulu ya?" "Ya". Aku ditinggal sendiri di kamar.

Seusai sholat Jumat di masjid RS, suami menyuapiku makan siang. Duh puasa sejak tadi malam membuat perutku sangat lapar.  Ternyata operasi tadi memasang pen sepanjang 20 cm dengan 6 mur di lenganku, jadi seperti Bionic Women....tanganku ada besinya!

Pasca operasi malamnya aku bisa tidur nyenyak. Keadaan di kamar juga lebih nyaman, tidur beralas kasur, dan ranjang bisa dinaik turunkan. Begitu juga kalau lelah tidur ranjang bisa disetel untuk posisi duduk.

Selesai operasi teman-teman guru rupanya baru tahu kalau aku jatuh, beberapa menelpon, terkejut. "Nggak apa-apa kok Bu,  saya sehat, yang sakit cuma tangannya!".

Hari Sabtu teman-teman datang menengok. Bahkan pengurus komite datang semua 3 orang. Begitu juga Mbok Ali  penjual nasi di waung sekolah langgananku, Mas Pur pekerja bagian kebersihan.

Rombongan kedua teman-teman lebih banyak lagi yang datang, termasuk Ibu Khawa istri Pak KS. "Bu Tuti yang sabar ya? Tapi Bu Tuti sabar banget". Bu Kus datang membawa pesananku bedak Pigeon yang ada cerminnya dan  2 celana dalam. Maklum sejak masuk rumah sakit Kamis sore sampai Sabtu saya belum bedakan dan bercermin. Teman-teman bercanda dan berdoa supaya aku cepat sembuh. Pak Waridi di akhir kunjungannya  berpesan "Bu walau sakit hatinya tetap tenang dan bahagia ya". "Ya Pak, terima kasih sudah berbagi kebahagiaan". Mereka berpamitan setelah mendengar cerita    kronologi kejadiannya dan menghiburku. Mereka semua membantu dengan mengangsurkan amplop. Terima kasih teman-teman telah mendukung dengan kehadiran, perhatian, dan doa.

Hari Jumat kemarin Bu Tri dengan Pak Nasir suaminya juga datang menengok sambil membawa uang yang kupinjam untuk biaya RS.

Kupakai bedak yang dibawakan, susah juga berbedak dengan satu tangan. Mas Imam yang membedaki wajahku. Perawat yang masuk saat Mas membedaki berkomentar "Wah Ibu mesra terus dengan Bapak, Bapak nunggu terus ya Bu". "Iyalah Mbak, kan suami terbaik, dan perawat pribadi teladan". Suamiku sangat telaten merawatku, menyeka, memandikan setelah bisa mandi, menuntun kalau ke belakang bahkan sampai menceboki karena belum bisa kulakukan sendiri. Saat makan menyuapi, mengupas apel dan pir, menyisir rambutku .....duh aku tidak salah pilih dan puji syukur punya suami yang sebaik dia.

Akhirnya hari Minggu usai sholat Dhuhur aku bisa pulang. Datang  tiga adik sepupuku. Mbak Rini dengan Mas Herman suaminya paginya, siangnya Aning dan Mbak Win masing-masing dengan suami juga Iyas anak Aning. Mereka membawa makanan dan buah.

Setelah administrasi beres, biaya dibayar dan beberapa advis seperti banyak makan, makan asupan yang tinggi protein, tidak berpantang dan jangan untuk mengangkat yang berat-berat tangannya, kami pun pulang. Alhamdulillah rasanya lega bisa kembali ke rumah. Tinggal fase pemulihan. Semoga tanganku bisa kembali seperti sedia kala.

Aku selalu bersyukur bahwa kecelakaan yang menimpaku tidak parah. Aku bersyukur keluarga, suami, teman-teman semua mendukung, penuh perhatian. Cinta dari mereka menyembuhkanku dengan izin Allah SWT.

BUDE BINDA

Banjarnegara, Rabu 22 Juni 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun