Saat SD hobi: membaca, senam
SMP hobi: membaca, menulis puisi, makan rujak
SMA hobi: membaca, sahabat pena
sekarang hobi: membaca, menulis, menyulam, memasak, membatik.....
Nah minat dan kegemaran yang lain bisa berubah namun membaca tetap!
Di SD buku yang ada di perpustakaan sekolah hampir semua sudah saya baca. Di rumah saya juga membaca majalah Si Kuncung, koran Suara Karya, Mingguan Bahari, majalah bulanan Krida. Mengapa saya membaca itu? Karena bapak dan ibu saya guru SD, itulah majalah dan koran yang SD berlangganan. Nah sebelum dibawa ke SD biasanya bapak ke kantor dinas P dan K kecamatan ada suatu keperluan sekalian ambil koran dan majalah dibawa pulang ke rumah, barulah esoknya dibawa ke sekolah. Jadilah kesempatan bagi saya, dan adik-adik untuk membaca. Bapak juga membeli oleh-oleh majalah anak-anak kalau pergi ke kota Banjarnegara. Kalau tidak Ananda ya Kawanku. Demikian pula kalau bepergian jauh pasti pulangnya bawa koran Kompas. Kebiasaan bapak yang suka beli koran Kompas kalau bepergian menurun ke saya.
Tak heran saya dan adik-adik tanpa disuruh sudah senang membaca bahkan berebut koran. Adik saya paling kecil yang tidak mau sekolah TK juga ikut-ikutn rebutan koran dan asyik pura-pura membaca walau korannya terbalik!
Adik saya yang laki-laki juga suka menulis dan sekarang jadi wartawan di tabloid Agrobis Burung milik Jawa Pos Grup.
Di SMP saya juga selalu jadi pengunjung dan peminjam buku di perpustakaan sekolah. Di SMP inilah saya mulai mengenal majalah Gadis dan Hai. Kalau uang saku lebih saya ke toko buku Aneka dan membeli kedua majalah itu secara bergantian. Di majalah Hai penulis favorit saya Gito Gilas Nusantoro yang puisinya bagus-bagus sebelum akhirnya jadi bintang sinetron. Dia main sinetron awalnya di ACI (Aku Cinta Indonesia), yang disutradarai Arswendo Atmowiloto redaktur Hai.
Saya juga mengenal penulis Arie Saptaji di majalah Hai, dan akhirnya dia jadi teman kuliah saya di IKIP Yogyakarta.
Kembali ke Arswendo yang aslinya bernama Sarwendo saya baca novelnya yang lucu serial Kiki dan komplotannya. Saya bahkan baca ketika masih SD karena dipinjami sepupu saya yang sudah SMP.
Di SMP saya baca serial Empat Sekawan karya Enyd Blyton kalau tidak salah pinjam di perpusda. Serasa ikut berpetualang di Inggris bersama Anne, Georgina, Andy dan waduh satunya lupa!
Di SMA saya jadi anggota Perpusda (Perpustakaan Daerah). Di sana saya bisa pinjam buku Trio Detektif Alferd Hitchok. Saya juga baca karya-karya Nh. Dini yang saya kagumi dan kelak saya menulis skripsi tentang tokoh perempuan dalam novel-novelnya.
Kegemaran saya membaca benar-benar terpuaskan ketika saya kuliah di FPBS IKIP Yogyakarta. Apa lagi jurusan saya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang memang menuntut mahasiswanya untuk membaca novel, cerpen, puisi, essay. Di sinilah saya berkenalan dengan pengarang-pengarang hebat Indonesia dan dunia melalui karya mereka. Saya baca Burung-Burung Manyar Romo Mangunwijaya, Canthing Arswendo Atmowiloto, Pada Sebuah Kapal Nh. Dini, Para Priyayi Umar Kayam, Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari.
Saya juga mengenal Ernest Hemingway walau baca terjemahannya Lelaki Tua dan Laut.
Ada pula pengarang yang karyanya dianggap mendobrak kempanan seperti Iwan Simatupang (Merahnya Merah, Koong, Kemarau, Tegak Lurus dengan Langit), Putu Wijaya (Cas Cis Cus, Pabrik, Semar), Danarto (Adam Ma'rifat, Gergasi). Penyair yang mengangkat dirinya menjadi Presiden Penyair Indanesia Sutardji Chalzoum Bachri dengan kumpulan puisinya Batu, Kapak.
Penyair lain yang saya baca puisinya dan saya pelajari Rendra (Blues untuk Bonie, Sajak-Sajak Sepatu Tua), Sapardi Djoko Damono (Perahu Kertas, Pisau), Chairil Anwar (Deru Campur Debu, Aku).
Bahkan saya berkesempatan berjumpa dengan pengarang Ibu Nh. Dini dan Bapak Umar Kayam. Penyair saya berkesmpatan untuk melihat pembacaan puisi mereka di Gelanggang UGM dalam rangka Malam Solidaritas Palestina Sutardji Chalzoum Bachri dan Emha Ainun Najib. Dengan Emha juga sempat berbincang-bincang.
Rasa-rasanya semua karya sastra dan buku yang saya baca mempengaruhi pandangan tentang hidup dan cara saya memandang atau menjalani kehidupan.
Namun saya justru sangat terkesan dengan buku karya Cliford Geerzd yaitu Abangan, Santri dan Priyayi. Buku ilmiah dan hasil penelitian ini sangat menarik, enak dibaca, lucu, menghibur. Serasa dan seasyik baca novel. Demikian pula buku Folklor karya James Dananjaya malah membuat saya tertawa saking lucunya saat menuliskan humor mahasiwa dan humor pendeta dan kiyai.
Saya tidak puas hanya menjelajahi perpustakaan IKIP, saya juga sering ke perpustakaan Fakultas Sastra UGM, saya tinggal jalan kaki dari tempat kos saya di Karangmalang, lewat lembah dan danau UGM menyeberang jalan samapailah saya di Fakultas Sastra UGM. Jika ada buku yang sangat menarik saya tinggal pinjam untuk dicopy dengan meninggalkan kartu mahasiswa saya. Saya foto copy di Kopma UGM.
Saya juga suka ke perpustakaan wilayah yang ada di jalan Malioboro. Kalau jalan-jalan di Malioboro sudah lelah saya akan mampir ke perpus wilayah dan baca majalah atau buku-buku kuno yang susah dicari di tempat lain.
Sekarang setelah saya kembali ke Banjarnegara dan bekerja jadi guru saya masih suka ke perpustakaan. Saya jadi anggota perpustakaan daerah yang ada di depan SMA 1 Banjarnegara di Wangon. Buku yang saya pinjam antara lain novel Ketika Cinta Bertasbih, Novel Mahadewa Mahadewi karya Nova Riyanti Yusuf yang bagus banget. Karya-karya Fira Basuki (Atap, Biru). Termasuk Petir karya Dewi Lestari. Saya membaca Da Vinci Code yang menghebohkan itu.
Ada pula pengarang India yang jadi favorit saya Chitra Banerjee Divakaruni. Saya membaca, Sahabat Sehati dan Dewa Obat-Obatan (agak lupa sih judulnya).
Bahkan juga baca novel yang difilmkan dengan judul Slumdog Millioner.
Favorit saya sepanjang masa juga ada: Agatha Christie! Saya baca semua novelnya yang jadi koleksi perpustakaan daerah. Saya juga beli satu novelnya yang berjudul Kereta Biru Ekspress. Hercule Pirot dan Miss Marple selalu jadi tokoh cerdas pemecah misteri pembunuhan yang rumit. Menurut saya sih Agatha Christie belum tergantikan jadi ratu penulis novel misteri sampai sekarang.
Penulis masa kini yang fenomenal Ayu Utami saya baca bukunya Saman, Larung, Si Parasit Lajang, Bilangan Fu. Demikian pula Dewi Lestari yang kumpulan cerpennya juga sangat menarik Filosofi Kopi. Jenar Mahesa Ayu juga saya baca Mereka Bilang Saya Monyet.
Membaca memang membuka wawasan kita tentang dunia dan manusia yang menghuninya dengan segala permasalahannya. Dengan banyak membaca kita tidak menjadi katak dalam tempurung.
Ayo Membaca!
Banjarnegara, Kamis 7 April 2011