MENGEMBALIKAN KOTA MALANG SEBAGAI ZWITSERLAND OF INDONESIA Oleh: Dedik Fitra s Malang, siapa yang tidak kenal kota malang yang memiliki sejuta pesona terutama image sebagai kota sejarah, karena banyak terdapat museum sejarah hingga peninggalan kerjaan Majapahit, sepertihalnya Museum Brawijaya, Candi Singosari, Candi Kidal, Candi Dwarapala, Candi Badut dan Candi Jago, juga termasuk obyek wisata local sepeti tempat pemandian air panas yang terkenal “Cangar” dll. Disamping terkenal sebagai kota sejarah tersebut Kota Malang juga banyak dikenal sebagai kota Pendidikan yang notabene banyak sekolah peninggalan masa belanda, seperti HIS (SD), MULO (SLTP), AMS (SMU) dan HBS (perguruan tinggi)
[1]. Apabila di bandingkan dengan kota lain khususnya di jawatimur Malang merupakan tempat/ kota yang memiliki prospek perekenomian besar terkait tingginya minat wisatawan terhadap sektor pariwisata, serta keindahan alam yang sejuk dan nyaman. Tidak heran ketika ketika masa Belanda Kota Malang dijadikan sebagai tempat peristirahatan sehingga dikenal sebagai
Zwiserland of Indonesia. Meskipun saat ini batu sudah terpisah menjadi Kota sendiri namun image masyarakat dari kota luar malang, kota Batu yang sejuk dan indah melalui Agrowisata dan keindahan alamnya masih melekat dalam bayangan Kota Malang. Terlepas dari persoalan keistimewaan kota Malang di mata wisatawan lokal maupun Internasional terhadap sektor wisata, yang menarik adalah latar belakang sejarah yang kental, terlihat pada banyak bangunan peninggalan masa colonial, Gereja, Sekolah, hingga perumahan belanda yang tedpat di Jl. Ijen dll. Dengan latar tersebut kota malang menjadi menarik dan mendapat perhatian bagi wisatawan sehingga kota Malang selalu di impikan. Namun sekarang image tersebut hilang tergusur oleh modernisasi sistem pemerintahan dan pembangunan yang seolah tidak memperdulikan nilai sejarah tersebut. Dahulu kenyamanan dan keindahan Malang sebagai kota peristirahatan dan kota pendidikan menjadi sorotan utama bagi masyarakat luas bukan hanya dari wilayah jawa timur namun juga wilayah seluruh nasional untuk tujuan pendidikan. Kini yang terjadi adalah pengikisan nilai-nilai lokal oleh gerusan subyektifitas pembangunan ekonomi, yang mengutamakan objek-objek strategis seperti pusat perbelanjaan modern “Mall”, banyak tempat hiburan bermunculan. Jika dapat dilihat secara jeli pemerintahan setempat
passion kota Malang sebagai kota sejarah dapat ditingkatkan, sepertihalnya pemugaran tempat-tempat sejarah, pelestarian gedung/ bangunan peninggalan masa kolonial, optimalisasi sarana umum hingga museum agar lebih produktif, bukan memunculkan bentuk modernisasi yang hanya akan mengikiskan esensi budaya lokal. Diharapkan dari langkah tersebut ataupun dengan usaha tersebut semua lini image yang sebagai branding kota malang sebagai kota Sejarah tidak hilang karena pembangunan dan perbaikan ekonomi saja. Perkembangan ekonomi kota Malang tidaklah bisa dipisahkan dari sektor wisata dan letak geografis yang mumpuni, karena Malang berada di lintas antar kota, di bagian barat ada Kediri, Batu dan Jombang, di bagian selatan Blitar dan Trenggalek. Posisi inilah yang menjadikan pembangunan perekonomian Kota Malang semakin besar peranannya, apalagi ketika masa liburan Kota Malang semakin ramai dikunjungi para wisatawan terutama wisatawan lokal, dan luar kota. Tetapi peranan itu sebagai tempat singgah yang nyaman, sejuk telah bergeser peran ke Kota Batu, yang banyak mengeksplorasi wahana wisata alam. Dari pergeseran tersebut kota malang menjadi semakin realistis terhadap pembangunan sektor ekonomi, sehingga banyak muncul pusat perbelanjaan modern, Mall –Mall besar, tempat hiburan yang sedemikian rupa untuk memenuhi eksistensi kota Malang sebagai kota wisata dan tempat singgah. Namun perubahan dan faktor eksistensi tersebut mlenceng dengan apa yang menjadi branding kota Malang sebagai kota wisata dan sejarah. Sehingga yang terjadi adalah hilangnya budaya lokal dimasyrakat dan gaya hidup masyrakat yang lebih modernistis. Sebagi contoh masyarakat lokal tidak lagi atau hanya sebagian masyarakat yang menaruh minat terhadap wisata yang ada di kota malang mereka lebih kepada wisata modern yang kemudian lari ke Kota Batu, kedua yaitu banyak masyarakat atau wisatawan yang datang ke Malang hanya untuk belanja di mall – mall, bukankah hal tersebut jauh dari cintra kota Malang dan mengkikis nilai-nilai lokal karena tidak ada partisipasi wisatawan yang berkunjung?!. Dari faktor tersebutlah, yang menjadi kekeliruan dalam bidang pembangunan perekonomian Kota Malang, yang esensi-nya lebih kepada kota Sejarah dan persinggahan yang beralih fungsi sebagai tempat hiburan dan memunculkan lebih banyak kelompok hedonis di kalangan masyarakat.
Pengikisan simbol Kota Pendidikan Dengan persoalan tersebut tidaklah memungkinkan bisa menumbuhkan terjadinya kemunduran sebagai symbol kota pendidikan yang disandang karena kenyataanya lebih cepat dari dahulu kota yang nyaman untuk tujuan pendidikan sekarang berubah menjadi kota semi metropolis yang dihuni oleh kelompok hedonis yang identik dengan kesenangan semata. Hedonism tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya tempat hiburan/ malam, yang muncul, perubahan pasar tradisional ke modern, relokasi pasar tradisional dll. Dengan banyaknya perubahan ke bentuk modernisasi tersebut tentu berefek pada kualitas pendidikan yang mana tidak sedikit kehidupan mahasiswa mempunyai gaya hidup tersendiri dan berkelompok. Lihat saja pergaulan mashasiswa yan condong lebih Hedon, memilih tempat hiburan malam sebagai pelepas penat, tempat-2 karaoke, meskipun tidak semua pergaulan seperti itu, namun pandanganya tetap minus tentang kehiduan dan pergaulan pelajar/ mahasiswa kota Malang. Indikator yang jelas terlihat adalah banyaknya tempat hiburan malam dan banyaknya tempat kost terselubung dll. Permasalahan tersebut mungkin hanya sekelumit dari kentaanya bahwa kota Malang mengalami perubahan esensi dan mutu. Nmaun yang lebih penting untuk di pertimbangkan dan di perbaharui adalah mengoptimalisasi nilai dari esensi/ hakikat Kota sejarah, sekaligus kota Pendidikan yang bermutu. Bukan mencondongkan pembangunan ekonomi, infrastruktur yang modern, tanpa mengindahkah esensi dari kota Malang yang sebenarnya, yaitu malang kota sejarah, kota Pendidikan sebagai tonggak utama. Terutama mengembalikan dan membangun kembali sebutan
ZWITSERLAND OF INDONESIA. [1] http://www.seasite.niu.edu/trans/indonesian/Profil%20Kota%20Malang.htm
KEMBALI KE ARTIKEL