Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan pemimpin-pemimpin bangsa, dalam semangat pembangunan, sebaiknya tidak terlalu penuh dalam mengadopsi sistem kapitalisme, yang akhirnya pembangunan justru menindas dan menghilangkan hak kaum yang lemah demi kepentingan investor asing. Namun dilain pihak, mengingatkan pula perlunya peraturan-peraturan lain yang memperjelas status hukum bagi lahan yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang dibangun  demi kepentingan umum. Semoga tulisan ini juga menjadi bahan diskusi yang berguna pada forum ini.
Undang-undang No. 5 tahun 1960 atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah peraturan dasar tentang kepemilikan dan pengelolaan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia. Undang-undang ini menggantikan "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), sebagai yang termuat dalam pasal 51 "Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu. Selain itu juga untuk menghapuskan aturan-aturan domienverklaring, serta Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No.117) dan peraturan pelaksanaannya.
Pada UUPA warga Negara Indonesia memiliki hak istimewa dalam pengelolaan agraria, dimana hanya warga Negara Indonesia yang diberikan hak untuk memiliki dan mengelola agraria yang tercakup di dalam wilayah Republik Indonesia (pasal 9). Pada pasal 21, selain disebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mengajukan hak milik lahan, juga diterangkan bahwa warga asing dan warga Negara Indonesia yang kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan haknya atas lahan yang termasuk di dalam wilayah agraria Indonesia. Dengan pasal tersebut, kepemilikan asing baik badan maupun perseorangan dalam wilayah agraria Indonesia dihapus dan dilarang.