Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Mengenang Parijs van Soematra

3 Desember 2010   06:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:04 897 1
"Inilah kelas yang memeras keringat dari pagi sampai malam; kelas yang diberi gaji hanya cukup untuk mengisi perutnya; kelas yang tinggal di gubuk seperti kambing di kandang; yang setiap saat bisa dipukul atau dimaki-maki dengan godverdomme; kelas yang setiap saat harus melepaskan isteri atau anak perempuan kalau ada seorang kulit putih yang menyukainya.... Inilah kelas orang Indonesia yang dikenal sebagai kuli kontrak. Kuli-kuli perkebunan biasanya harus bangun pukul 4 pagi, karena tempat pekerjaan mereka jauh letaknya. Baru pukul 7 atau 8 malam boleh pulang. Bayarannya menurut kontrak berjumlah empat puluh sen setiap hari. Makanannya biasanya tidak cukup untuk melakukan pekerjaan yang berat selama 8 sampai 12 jam setiap hari di bawah terik panas matahari. Pakaian mereka cepat menjadi compang-camping karena sering bekerja di hutan.Karena kekurangan dalam segala-galanya, timbullah di dalam diri mereka suatu nafsu yang tidak terkendalikan untuk mencari nasib baik dengan bermain judi; suatu nafsu yang dengan sengaja dikobarkan oleh perusahaan setelah dilakukan pembayaran. Mereka yang kalah-dan biasayanya lebih banyak orang yang kalah daripada yang menang-boleh pinjam uang dari perusahaan. Karena utang ini, maka sembilan puluh persen dari kuli-kuli itu setelah habisnya kontrak terpaksa memperbaharui kontraknya kembali. Utang itu menimbulkan nafsu untuk berjudi dan perjudian itu memperbesar utang, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya."
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun