Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Bertemu Raksasa yang Menyeramkan di Malang

7 November 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:29 412 1
Pernahkah Anda menjumpai sosok raksasa dengan wajah yang menyeramkan ? Bila belum, mungkin sebaiknya Anda perlu menyempatkan diri melihat kesenian Jaran Buto dari Banyuwangi. Dalam kesenian tradisional khas Tanah Using ini menampilkan karakter beberapa raksasa. Dengan riasan wajah yang tebal, berrambut gimbal dan mengenakan kostum dan mahkota  yang beraneka warna,  para raksasa itu beratraksi dengan melakukan gerakan tarian yang atraktif. Mereka juga saling berkelahi dan menyerang diantara mereka. Tetapi juga sesekali  diselingi humor yang memancing tawa penonton. Saya menjumpai pentas Jaranan Buto ini di kampung Celaket - Malang , Jawa Timur pada tgl 28 Oktober 2013. Jaranan Buto ini dipentaskan sebagai rangkaian kegiatan dalam Internasional Celaket Cross Culture Festival yang Ke-2. Cukup menarik menyimak Jaranan Buto ini. Melihat raksasa-raksasa itu sepintas mengingatkan saya pada raksasa-raksasa dari daerah bali dengan kostum yang hampir mirip. Hal ini bisa dimaklumi karena lokasi Banyuwangi yang cukup dekat dengan Bali dan hanya dipisahkan dengan Selat Bali saja. Konon, menurut sejarahnya, raksasa-raksasa dalam Jaranan Buto itu merupakan gambaran dari Menak Jinggo, kisah yang legendaris di Bumi Banyuwangi. Menak Jinggo itu walaupun berupa sosok manusia tapi berwajah raksasa. Raksasa-raksasa itu memasuki arena pentas satu per satu. Penampilan kostum dan riasan mereka yang aneh dan atraktif sudah memancing aplaus dan kekaguman dari penonton. Apalagi ketika lima raksasa itu semuanya sudah berkumpul dan beratraksi bersama. Mereka kemudian menari dengan gerakan tertentu yang ritmis, energik dan dinamis. Sesekali mereka berteriak dengan suara dan teriakan yang menggelegar. Setelah itu, entah kenapa diantara raksasa-raksasa itu kemudian tampak saling berkelahi dan menyerang satu sama lain. Semula saya mengira, aksi bertengkar mereka itu benar terjadi dan karena faktor mereka yang sedang trance / kesurupan. Ternyata aksi itu hanyalah akting saja tak ubahnya dalam gulat Wrestling. Tetapi pada satu dua adegan memang ada pemain Raksasa itu yang tampak  kesurupan. Ada rasa miris juga ketika menyaksikan Jaranan Buto ini. Terlebih ketika diantara raksasa itu ada yang mencambuk  raksasa lainnya dengan  cambuk yang cukup besar. Bahkan ada juga yang memukul dengan menggunakan pelepah kelapa yang kering. Pada akhir pentas, Jaranan Buto juga menampilkan atraksi ala kuda lumping dengan menggunakan perlengkapan berupa anyaman dari bambu yang berbentuk kuda dan berbentuk celeng ( babi hutan ). Adanya Jaran Kepang ( Kuda Lumping ) yang dimainkan oleh para raksasa itulah yang menjadikan kesenian ini dikenal dengan nama Jaranan Buto. Nuansa mistis dan magis juga tampak dengan adanya sesajian yang disiapkan sebelum pentas Jaranan Buto dimulai. Menurut Bapak Suroso, pimpinan Kelompok Kesenian Jaranan Buto " Melati Rinonce " dari Banyuwangi yang pentas saat itu, dalam kesenian ini memang ada pemainnya yang kesurupan. Tetapi tentu ada pawang lainnya yang siap siaga mengawal dan membantu menyadarkannya selama pentas berlangsung. Jaranan Buto ini sendiri biasanya diundang untuk pentas dalam berbagai acara seperti perkawinan, khitanan, bersih desa dan acara seremonial lainnya.  Di Banyuwangi sendiri ada ratusan kelompok kesenian Jaranan Buto. Dalam sebulan, Bapak Suroso menjelaskan bisa menerima order pementasan minimal 10 kali dengan tarif pementasan yang lengkap berkisar Rp 10 juta - Rp 12 juta tergantung lokasi pentas. Tarif sebesar itu karena pentas Jaranan Buto ini melibatkan sekitar 30 pemain seperti pemain inti yaitu para raksasa, pawang dan pemain musik. Jaranan Buto ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang sangat eksotis yang pernah saya jumpai  di nusantara. Pesona daya tarik dan keindahannya senantiasa terkenang dalam perjalanan budaya saya selama ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun